Chapter 24

523 31 4
                                    

Suara dering hp yang menandakan telepon masuk membangunkanku dari tidur nyenyakku. Mengucak mata pelan, aku mengambil dan menerima panggilan telepon tersebut tanpa melihat siapa peneleponnya terlebih dahulu.

"Halo?" sapaku malas.

Tak mendapat jawaban, mataku melirik ke arah hp yang berada di tangan kananku untuk melihat peneleponnya. Oh, ternyata Febby.

"Halo? Kenapa, By?" sapaku sekali lagi, namun tak kunjung mendapatkan jawaban. Samar-samar, aku mendengar suara isakan tangis yang ku yakini adalah suara tangisan Febby.

Tunggu, tunggu. Febby menangis?!

"Halo? By, lo kenapa? Lo nangis? Halo? Fe--"

"J-jingga.."

"Febby, lo kenapa?"

"..."

"Halo? Lo nangis? Lo ken--"

"Gue.. Gue putus."

Dan, tiba-tiba sambungan telepon diputus secara sepihak oleh Febby.

Tunggu, Febby sama Zafran putus?!

Pu.. tus?!

K-kok bisa?!

Panik, aku pun menelepon Febby. Namun, panggilanku tak diterimanya. Berulang kali aku mengulang, tetapi tetap saja panggilanku tidak Febby terima.

Kesal, aku membanting hpku ke kasur, yang berakhir memantul kecil dan mendarat di karpet biru mudaku. Ku acak rambutku asal, kemudian membanting tubuhku kembali ke atas kasur.

Febby-Zafran beneran putus?!

Tapi.. Kok bisa?

Apa ini gara-gara Zara Athaya? Tapi bukannya kemaren Zafran bilang sendiri ke gue kalo dia sama Zara Athaya itu nggak ada hubungan apa-apa?

Entahlah, yang pasti besok aku harus datang pagi ke sekolah.

Aku pun menutup kedua mataku dan kembali terlelap dalam penasaran.

***

Tidak seperti apa yang ku inginkan, ban mobilku malah bocor di tengah jalan. Alhasil, aku terlambat 30 menit sejak bel masuk sekolah berbunyi.

Dengan tergesa-gesa, aku berlari menyusuri koridor kelas XII dengan secarik kertas di tanganku. Ya, kertas keterlambatan. Ini adalah yang dua kalinya aku mendapatkan kertas ini. Yang pertama itu ketika aku masih kelas X, dan aku dihukum berdiri di lapangan oleh Pak Sofyan. Ah ya, itu juga pertama kalinya aku dan Zafran saling beradu pandang.

Aku menepis semua nostalgiaku itu ketika tubuhku sudah berdiri di depan pintu kelasku. Aku menunduk, mengatur napasku yang masih tersenggal-senggal, kemudian mengintip sedikit ke dalam kelas melalui celah antara jendela dengan tirai.

Ya ampun, pelajaran Bu Sari!

Aku merutuk dengan gelisah dalam hati. Setelah menarik napas panjang, aku pun mengetuk dan membuka pintu kelas secara perlahan. Ku hampiri Bu Sari yang sedang berdiri di depan papan tulis sambil berkacak pinggang.

"Jingga Salsabila, kenapa kamu terlambat?!" tanyanya dengan suara besar yang menggelegar ke seisi kelas. Aku yakin, sekarang semua pasang mata mengarah padaku, mengasihani.

"B-ban mobil saya bocor, Bu.." ucapku dengan takut-takut. Ku serahkan secarik kertas keterlambatan itu padanya.

Tanpa disangka-sangka, Bu Sari mengangguk mengerti setelah mengambil dan membaca isi secarik kertas tersebut. "Baiklah. Silahkan duduk, Jingga."

Aku mengangguk ragu kemudian mengambil langkah ke arah mejaku. Lah, tapi kok.. sebelahnya kosong?

Setelah duduk, melepas tas, dan mengambil buku matematikaku dari dalam tas, aku mengedarkan pandangan ke sekeliling kelas. Oh, ternyata Zafran sedang duduk bersama cowok bernama Nathan di pojok belakang kelas. Tapi, bukankah Nathan duduk bersama Febby?

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang