Chapter 7

706 42 9
                                    

"Kak Jingga, jum'at ini jadi ya ngajarin Vio aljabar!"

"Hm.."

Vio tampak mulai kesal. "Iih kak, serius!"

Aku mendengus dengan kasar lalu menutup buku yang sedaritadi ku pegang. "Iya, Vio. Jum'at-ajarin-Vio-aljabar. Iya kan?"

"Iya, awas lupa!" seru Vio kencang sambil menunjukkan telunjuknya tepat didepan hidungku.

Aku memutar bola mata lalu menangkis tangannya. Kemudian tanganku kembali membuka buku paket fisika yang masih setia menempel ditanganku.

"Ngga, kamu nggak pusing apa belajar di mobil gini?" tanya Bunda dengan tatapan meyakinkan dan alis yang terangkat satu.

Aku tersenyum sekilas kepada Bunda yang memperhatikanku dari kaca spion. "Nggak apa-apa Bunda. Ini resikonya Jingga."

"Enggak, Bunda takut aja nanti kamu jadi pusing terus nggak fokus ngerjain ulangannya," ujar Bunda dengan senyum menenangkan.

Aku tersenyum lagi lalu kembali fokus pada buku paketku. Ya, ini resikoku karena semalam tertidur ketika sedang belajar. Jadilah aku belajar ketika diperjalanan menuju sekolah seperti ini.

"Sarapannya udah habis belom? Belajarnya sambil sarapan ya," ujar Ayah mengingatkan.

Aku melihat kotak makan bening yang tergeletak disebelahku. "Iya, Yah. Ini tinggal dikit lagi."

"Ayo dihabisin. Ini dikit lagi nyampe loh.."

Aku membalas Ayah dengan anggukan lalu menutup buku paket fisikaku dengan menyelipkan sebuah pensil didalamnya. Setelahnya, aku memasukkan buku paket itu ke dalam tas ranselku lalu beralih kepada kotak makanku yang isinya tinggal seperempat lagi. Aku pun memakan sarapanku dengan tenang sampai habis.

"Ayo Ngga, udah sampai." ujar Bunda memberi aba-aba agar aku bersiap-siap.

Aku melihat ke arah jendela mobil. Gerbang tinggi berwarna hijau pudar milik sekolahku memenuhi pandanganku.

Ku gendong ranselku lalu berpamitan dengan Ayah, Bunda, dan Vio.

"Doain Jingga ya Bunda, Ayah, Vio. Semoga ulangannya lancar."

Bunda dan Ayah mengangguk mantap dan Vio hanya memberikan cengiran. Aku pun keluar dari pintu mobil lalu berjalan menaiki tangga menuju koridor lantai 3.

Aku berjalan santai menyusuri koridor sambil sesekali membalas senyum atau sapaan dari anak-anak angkatanku. Aku memasuki kelas yang dalam keadaan sedikit ramai lalu duduk di kursi ujianku yang terletak di baris kedua paling depan.

Aku melihat kearah kursi ujian Febby yang terletak di barisan paling depan. Belum ada tanda-tanda kedatangan dari Febby pagi ini.

Aku memutar badan untuk melihat keadaan meja-meja belakang yang terlihat lumayan ramai. Kebanyakan anak yang sudah datang memang bertempat duduk dibelakang.

Aku melonjak kaget ketika mataku bertemu dengan matanya. Ya, siapa lagi kalo bukan Zafran.

Ia sedang duduk diatas mejanya bersama dengan teman-temannya--cowok-cowok tijel yang sedang asyik ngobrol.

Aku mengalihkan tatapanku ke arah langit-langit. Tentu saja untuk menutupi rasa gugup dan untuk menenangkan jantungku yang sudah melompat-lompat tak karuan di dadaku.

Setelah setidaknya berhasil sedikit menenangkan detak jantungku, aku memberanikan diri untuk melihat ke arahnya lagi.

Ternyata, ia sudah asik tertawa pelan bersama teman-temannya dengan wajah gantengnya. Aku menghembuskan nafas pelan. Asik banget ya, ketawanya. Aku yakin pasti cowok-cowok tijel itu sedang membicarakan hal-hal lucu.

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang