Chapter 19

464 30 15
                                    

Hubungan Zafran-Febby sudah memasuki bulan keempat. Hubungan mereka berjalan baik-baik saja, tidak ada masalah. Namun, beberapa hari ini Febby tampak menjauhiku. Entah karena apa, aku juga tidak tahu.

Ya, kami masih sering menyapa dan lain-lain. Meski ia tidak 'benar-benar' menjauhiku, namun aku tahu kalau ia sedang mengucilkanku.

Seperti halnya saat ini.

"Ngga, gue masuk ke kelompoknya Anggi ya? Tadi mereka udah ngajak gue soalnya."

Belum sempat aku menjawab, Febby sudah melenggang pergi dari tempat duduknya. Aku menoleh ke arah kelompoknya, kelompok Anggi. Febby tampak asyik berbincang dan tertawa bersama Anggi dan teman-temannya. Mereka tampak sangat akrab.

Tiba-tiba, sebuah tangan menepuk pundakku.

"Masuk kelompok gue, yuk?"

Aku menoleh lalu mendapati Kiera yang sedang menunjuk-nunjuk ke arah kelompoknya. Aku tersenyum tipis, lalu mengangguk.

***

"Kantin?" aku bertanya pada Febby yang sedang sibuk merapihkan tempat pensilnya.

"Hah?"

Aku menatapmya lembut. "Mau ke kantin?" tanyaku lagi.

Febby beranjak dari kursinya lalu mengaitkan lengannya di lengan Anggi. "Iya, sama Anggi. Ayo, Nggi!"

Sudah aku duga.

Aku terus menatap punggung Febby hingga punggung itu menghilang di balik pintu. Aku menundukkan kepalaku lalu menghela napas sedih.

Sebenarnya ada apa sih, By?

Semuanya bertambah rumit sekarang. Aku kesal, sedih, kecewa. Apa sih yang sebenarnya membuat Febby mengucilkanku? Apa hal ini tidak bisa dibicarakan baik-baik?

Dulu, Febbylah yang akan memohon agar aku dapat sekelompok dengannya. Dulu, Febbylah yang akan menggenggam erat lenganku agar aku tidak pergi darinya. Dulu, Febbylah yang akan selalu duduk di sebelahku lalu mengoceh panjang lebar yang selalu diselingi tawa.

Aku menunduk dalam. Apa salahku, By?

Aku yang berubah? Atau kamu yang berubah?

Aku mengusap wajahku kasar, lalu menutup buku cetak Bahasa Inggrisku dengan gusar. Ku masukkan buku cetak tersebut ke dalam tas, tanpa semangat. Lalu aku mengambil hpku dari kantong rok abu-abuku, dan memutuskan untuk mengecek timeline twitter.

"Lagi berantem sama Febby?"

Aku melompat kecil, kaget. Lalu mendongak dan melihat Kiera dan Rissa yang sedang duduk di kursi yang terletak di depan mejaku.

"Kaget tau," gerutuku.

"Sorry," ucap Rissa. "Lo lagi marahan sama Febby, ya?" tanyanya ulang.

Aku tersenyum kecut. "Emang kenapa? Kok kalian bisa mikir gitu?"

"Keliatan lagi," Kiera bersuara. "Ada masalah apa? Kayaknya kalian selama ini fine-fine aja."

Aku terdiam agak lama sebelum menjawab. "Kita nggak marahan kok."

Rissa menaikkan salah satu alisnya. "Masa?"

Aku mengangguk singkat. "Beneran."

Kiera mengangkat kedua bahunya. "Ya udah, kita cuma mau bilang," ia memberi jeda seraya beranjak dari duduknya. "Kalo lo butuh seseorang buat cerita, lo bisa panggil kita."

Mereka tersenyum tulus, lalu melenggang pergi dan menghilang di balik pintu kelas.

Namun, tak lama setelah Rissa dan Kiera pergi, Febby muncul bersama Anggi dan Hannah dari balik pintu. Ketika mata kami bertemu, Febby langsung membuang mukanya jauh-jauh.

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang