Chapter 15

627 36 14
                                    

Hari-hari terasa lebih membosankan jika Febby terus-menerus bercerita tentang Zafran. Setiap hari, kata 'Zafran' pasti keluar dari mulutnya. Sepertinya mulut Febby gatel jika sehari saja tidak bercerita tentang nya.

Kedekatanku dengan Zafran juga agak berkurang. Dulu yang biasanya kami chat setiap hari, kini paling hanya 3 hari sekali. Dan itu pun topiknya 75% tentang ia dan Febby.

Gue kapan dijadiin topik?

"Hff," aku menghela napas ketika bel pulang sekolah berbunyi. Aku sangat suntuk akhir-akhir ini. Kalo kata Vio sih, aku lagi galau.

"Jingga, sevel yuk!" ajak Febby.

Aku menggeleng lemah. "Nggak ah, By. Lagi bete."

"Yah.. Ayolah, Ngga! Please.." mohon Febby sambil memegang lengan kananku.

Aku tersenyum simpul. "Besok deh, ya?"

Bibir bawah Febby melengkung ke bawah, cemberut. "Huh, yaudah deh."

"Maaf ya.." ucapku pelan.

"Iya, nggak apa-apa. Yuk, pulang!" ujar Febby lalu mengaitkannya lengannya di lenganku.

Kami berdua pun akhirnya berjalan keluar kelas dan menyusuri koridor lantai 3. Febby posisinya berada di dekat balkon koridor, sedangkan aku di dekat pintu-pintu kelas.

"Eeeh, tunggu-tunggu!" Febby tiba-tiba menarikku ke sisi balkon koridor.

"Apaan, By?" tanyaku namun tidak digubris sama sekali oleh Febby.

Aku menolehkan kepalaku ke samping. Tampak Febby dengan mulut tersenyum lebar dan mata yang memancarkan sorot kebahagiaan. Matanya tak lepas dari lapangan. Penasaran, aku memutar kepala menghadap lapangan.

Oalah, Zafran.

Kalo lagi main bola keren ya..

Eh?

Aku berdecak. "Ish, kirain apa. Udah yuk, pulang."

"Oke, tapi jalannya pelan-pelan!"

Aku memutar mata. "Hm."

Aku dan Febby berjalan beriringan. Kepalaku menghadap lurus ke depan, sedangkan kepala Febby ia tengokkan ke bawah untuk terus melihat lapangan.

"Awas tembok," sesekali aku menegur Febby karena kepalanya yang hampir mencium tembok, saking fokusnya memerhatikan Zafran.

Ketika kepala Febby hampir terkena pilar tembok yang ketiga, amarahku memuncak. "Woy, lo tuh jang--"

"GILA-GILA-GILA-GILA!! ZAFRAN NGELIAT GUEE!!"

Aku melongo mendengar seruan Febby yang menyela perkataanku. "AAAK!! GILA GILA!!" Febby kembali berseru dengan kedua tangannya yang sudah mencengkram lengan kananku.

Orang-orang yang berlalu-lalang menatap aku dan Febby tanpa berkedip. Beberapa menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Aku hanya menunduk malu akan kelakuan Febby, sedangkan ia terus berteriak tidak tahu malu.

"Sstt! Lo jadi cewek nggak bisa kalem dikit apa?!" aku meringis ketika cengkraman Febby mengencang di lenganku. Aku pun menggeret Febby ke pinggir, menjauh dari balkon koridor tadi.

"Febby, sakit.." aku meringis.

Febby melepas kedua cengkraman tangannya dari lenganku. "Ya ampun! Maaf, maaf banget, Ngga!" serunya.

Aku tersenyum simpul. "Nggak apa-apa. Udah yuk, pulang."

Febby mengangguk patuh lalu kembali mengaitkan lengannya dengan lenganku. Ia pun berjalan dengan senyum kegirangan, seperti baru saja melihat seorang malaikat.

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang