UAS? Check.
Ambil rapot? Check.
Liburan? Check.
Yap, tak terasa sekarang aku telah memasuki tahun keduaku di SMA 7. Waktu memang sangat cepat, bukan?
Sekarang aku telah menjadi murid kelas XI, tepatnya XI IPA 1. Di SMA 7, kelas dan siswanya memang tidak diacak-acak. Jadi dari kelas X sampai XII, kelas, wali kelas, maupun teman-temanku sama. Kesimpulannya, aku tetap sekelas dengan Febby, Zafran, dan cowok-cowok tijel itu.
Namun, bedanya tahun ini sekolah menetapkan peraruran baru, rolling seat.
Rolling seat itu maksudnya bertukar tempat duduk dengan cara diacak dengan kupon. Jadi, pembagian tempat duduk menjadi lebih adil.
"Febby Zendiana."
Febby pun berdiri lalu berjalan maju ke depan untuk mengambil kupon di dalam sebuah kotak.
Aku duduk manis di tempat dudukku, menunggu giliranku untuk mengambil kupon.
"Jingga Salsabila."
Aku beranjak dari tempat dudukku lalu berjalan dengan gontai ke meja guru. Siapa ya, yang akan jadi chairmate-ku? Tidak mungkin Febby lagi 'kan?
Setelah mengambil kupon, aku kembali berjalan dan duduk di tempat dudukku. Ku lihat kupon yang baru ku ambil tadi. Nomor, 7!
"Dapet nomor berapa, Ngga?" tanya Febby sambil melirik ke arah kuponku.
Aku menoleh, "7, lo?"
"15! Yeay kita belakang-belakangan, Ngga!" seru Febby bahagia.
"Nggak sebelahan nggak apa-apalah yaa," ujarku seraya tersenyum.
Setelah semuanya mengambil kupon, Bu Netty menyuruh kami untuk segera pindah ke tempat duduk berdasarkan kupon yang diambil tadi. Aku dan Febby beranjak lalu berjalan menuju meja baru kami. Ketika kita baru saja duduk di tempat duduk yang baru, tiba-tiba seorang lelaki berjalan ke arah kami.
Febby langsung menggenggam erat tanganku yang berada diatas mejanya. Ya, lelaki itu Zafran.
"Ini meja nomor 16 kan?" tanyanya kepada aku dan Febby.
Febby mengangguk pelan. Aku mengerutkan kening. Jangan bilang..
"Oke, makasih," ujar Zafran lalu duduk di kursi yang berada disebelah Febby.
Febby melotot ke arahku. Aku hanya diam memandanginya dan Zafran secara bergantian.
Aku tertawa dalam hati. Misiku bisa berjalan lancar kalau mereka ternyata sebangku!
"Elo yang namanya.. Febby, 'kan?" tanya Zafran memulai percakapan.
Febby menoleh sekilas lalu dengan cepat menunduk. "I-iya."
Zafran membetulkan letak kacamatanya. "Emm, gue Zafran."
Febby menundukkan kepalanya lebih dalam, tidak berani menoleh sedikit pun. "Iya, udah tau."
Zafran tampak bingung. Matanya sama sekali tak terlepas dari Febby, membuat Febby semakin tidak berani mendongak.
Aku hanya memperhatikan mereka berdua secara bergantian, sama sekali tak berniat merusak peristiwa langka ini.
Rasa panas mendatangiku lalu dengan cepat menguasaiku. Kenapa rasanya sangat sulit memperhatikan mereka berdua seperti itu?
Apa aku cemburu?
Oh, tidak. Sungguh kekanak-kanakkan.
***
Zafran: Gue ganyangka, Ngga!
KAMU SEDANG MEMBACA
Intricate
Teen FictionSemua berawal dari tatapan matamu waktu itu. Tatapan mata yang sulit dideskripsikan. Tatapan mata yang membuat kita dekat seperti saat ini. Semua berjalan baik-baik saja, hingga sebuah fakta datang padaku. Sebuah fakta yang ku akui, menyedihkan. Seb...