Chapter 13

598 38 0
                                    

"Terus ya, Ngga, lo liat deh yang pas jam 7an. Cepetan!"

"Yang ini?"

"Iya-iya! Baca, Ngga!"

Seperti yang sudah Febby janjikan, ia akan menunjukkanku chat-nya dengan Zafran kemaren. Tepat pada saat bel istirahat berbunyi, Febby langsung menarikku menuju kantin. Ia menyuruhku duduk saja menunggu, biar ia saja yang memesan makanan. Katanya sih, biar nggak lama..

5 menit kemudian, Febby datang membawakan makanan untukku. Ketika ku tanya tentang makanan untuknya, ia bilang kalau ia tidak lapar.

Kemudian, Febby mengeluarkan hpnya dari saku bajunya, dan menunjukkan chat itu kepadaku. Selanjutnya, ia sibuk mencerocos panjang lebar tentang Zafran dan chat-nya dengan heboh.

Dan aku pun akhirnya tau, apa alasan ia tidak memesan makanan.

Ya, kalian pun sudah pasti tahu.

"Gila 'kan?! Super-duper-gila."

Aku hanya manggut-manggut mendengar semua ocehan Febby. Dari mulai bel istirahat berdering, sampai sekarang kami sudah duduk di pojokkan kelas, ocehannya tidak berhenti juga. Kupingku saja sampai panas dengernya.

"Coba deh, maksudnya dia ngomong kayak gitu apa coba?"

Aku mengangkat kedua bahuku sekilas. Sejujurnya, aku sudah muak dengan ocehan Febby yang tidak ada untungnya bagiku.

Selain membuat kupingku panas, entah kenapa membuat dadaku juga sesak.

Terlebih, hawa udara sekitarku menjadi panas tiba-tiba.

Aduh, ini gawat.

"Lo liat yang baru tadi pagi deh! Itu gila woy, gila banget!

"Masa dia ngebangunin gue jam 4, terus kita ngobrol panjang nggak ada habisnya. Di jalan juga dia nanyain terus gue udah sampe mana. Pas di sekolah gue kira kita bakal diem-dieman 'kan, eh taunya dia malah terang-terangan say good morning ke gue di depan kelas. Gue aja langsung ditanya-tanyain woy sama anak sekelas. Walau gue rada malu, tapi gue seneng banget!"

Aku menatap Febby yang masih setia mengoceh dengan datar. Aku sudah capek.

Capek karena ocehannya, dan juga karena hawa panas di luar maupun di dalam tubuhku yang terus meningkat. Rasanya aku sebel, kesel, muak dan dengan semua ini.

Apa iya, aku cemburu?

Tidak, tidak. Aku tidak berhak untuk cemburu!

Lagipula, ini 'kan memang misimu dari awal, Jingga.

"Oh my god, Jingga! Dia nge--"

Tiba-tiba, sebuah suara dari arah pintu memotong ocehan Febby. "Pagi anak-anak, ayo kumpulkan tugas yang kemarin!"

Aku menghela nafas lega. Terima kasih Bu Sari, terima kasih karena telah menyelamatkan Jingga.

***

Hari sudah menjelang sore. Suara alunan musik R&B dari earphone-ku pun sudah berhenti bersamaan dengan berhentinya mobil yang dikendarai Ayah di garasi.

"Ayo turun, Ngga. Udah nyampe," ujarnya.

Aku menganggukkan kepala dengan mantap kemudian melepas earphone yang selama diperjalanan setia menempel di telingaku. Ku gendong tasku dengan sebelah tangan, lalu masuk ke dalam rumah.

Begitu melewati ruang keluarga, mataku menangkap sosok Vio sedang asyik menonton televisi.

"Nonton apaan, Vi?"

IntricateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang