Sudah 3 hari ini Viona mengikuti kegiatan wajib untuk mahasiswi baru. Kegiatan yang begitu menguras tenaga yang secara tak langsung berdampak juga pada kandungannya. Ia selalu memperhatikan makanan dan istirahatnya saat ini agar bayinya tidak sampai sakit atau parahnya sampai keguguran. Viona tak ingin itu terjadi. Ia begitu menyayangi anaknya seiring berjalannya waktu dan bisa menerima kehadirannya tanpa beban. Ia berharap semoga kegiatan yang melelahkan ini cepat selesai. Viona tak kuat lagi karena kondisi kehamilannya yang membuatnya cepat lelah. Pagi ini, Viona dan Debora sedang bersantai-santai di apartemen mereka. Mereka akan berangkat ke kampus nanti siang. Viona sedang memakan roti panggang buatannya di meja makan. Debora sedang membuka lemari dapur untuk mengambil sesuatu. Gadis itu merogoh-rogoh benda yang dicarinya diantara wadah-wadah kemasan dalam lemari.
"Vio! Bubuk green tea late kamu simpan di mana?" tanya Debora setengah berteriak dari arah dapur.
"Di lemari sebelahnya." Debora membuka kembali pintu lemari di sebelahnya untuk mencari benda yang dia inginkan. Ia meraih salah satu wadah botol dan mengambilnya. Ia mengerutkan keningnya saat melihat botol kemasan itu bukanlah bubuk green tea yang dicarinya, melainkan botol obat vitamin. Ia membaca label di balik kemasannya. Dari logonya saja, ia langsung tahu kalau kemasan itu adalah kemasan obat vitamin untuk wanita hamil. Ia penasaran dan menerka-nerka siapa yang meminum obat ini. Apakah Viona? Tapi setahunya, Viona belum menikah dan mereka masih sama-sama remaja. Daripada penasaran, lebih baik ia menanyakan saja langsung pada Viona.
"Vio! Boleh kamu kemari sebentar?!" teriaknya. Viona menghentikan suapannya dan menaruh kembali rotinya. Ia beranjak dari duduknya dan berjalan untuk menghampiri Debora ke dapur. Ia melihat Debora sedang memegang sebuah botol. Tubuhnya langsung menegang saat mengetahui botol apa yang sedang dipegang oleh gadis itu. Ia mulai gugup dan gelisah. Debora menatap Viona sejenak.
"Aku menemukan obat ini di lemari. Aku tahu ini untuk wanita hamil. Kalau aku boleh tahu, obat ini milik siapa?" tanyanya. Lidah Viona terasa kaku. Jantungnya berdegup kencang. Debora bisa menangkap perubahan raut wajah Viona. Ia mulai curiga akan sesuatu.
"Apa ada yang kamu sembunyikan? Kita sudah tinggal serumah sekarang. Kita sudah berteman, 'kan?" tanya Debora memancing. Viona sudah tahu, hal ini pasti akan diketahui orang lain juga. Ia tak bisa menyembunyikannya dari siapa pun di sini. Cepat atau lambat, mereka pasti akan mengetahuinya juga. Ia menarik nafas sejenak, membalas tatapan menyelidik Debora.
"Boleh aku bertanya satu hal padamu? Apa kamu akan membenciku dan tak mau berteman denganku lagi setelah kamu mengetahui hal ini?" Debora semakin penasaran dengan pertanyaan Viona. Sebenarnya, seperti apakah Viona ini?
"Cukup aku mendengar alasanmu saja. Hatiku yakin, kamu adalah teman yang baik." Viona tersenyum tipis. Apakah Debora bisa menerimanya setelah tahu bagaimana kondisinya saat ini?
"Aku..., aku...," Debora semakin tak sabar dengan kelanjutan kata-kata Viona.
"Aku yang sedang hamil, Debbie." Debora membulatkan matanya tak percaya. Ia begitu terkejut dengan pengakuan Viona.
"K-kamu hamil...." Viona mengangguk.
"Iya. Aku sudah hamil sejak aku datang ke sini."
"Kamu sudah menikah? Kenapa kamu gak bilang?" Viona menggeleng. Debora semakin penasaran.
"Aku belum menikah. Aku hamil karena kecelakaan yang tidak disengaja." Debora semakin terkejut dibuatnya. Ia menutup mulutnya tak percaya.
"Terserah kamu mau tetap berteman atau tidak denganku setelah ini. Tapi aku harap kamu mau mendengar dulu penjelasanku." Debora mengangguk. Ia lebih memilih untuk mendengarkan cerita tentang Viona. Viona menarik nafas sejenak. Tak ada gunanya ia menyembunyikan ini lagi. Mereka pasti akan tahu juga pada akhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red In The Silence
RomansaSejak pertama masuk SMA, Viona memendam sebuah rasa kepada teman sekolahnya, Dio. Mengamati dan mengagumi dalam diam meski sang pujaan hati tak pernah melihatnya. Mencoba bertahan menjadi sosok tak terlihat, dekat tapi seakan jauh untuk tergapai. Hi...