Pagi terindah untuk Viona. Mengamati wajah teduh Dio yang berbaring memeluknya erat dan sentuhan hangat kala kulit polos mereka bergesekan yang membangkitkan percikan api gairah Viona setiap waktu. Ini adalah hari pertama ia menjalankan perannya sebagai istri Dio. Harum bumbu masakan yang mengundang perut yang keroncongan menyeruak ke indera penciuman Dio. Ia melangkahkan kakinya menuju dapur dan dilihatnya istrinya yang sedang berkutat dengan spatula dan wajan di kompor di hadapannya. Sebuah senyum terbit di bibirnya. Gerakan tubuh istrinya yang sedang memasak terlihat begitu seksi di matanya seakan mengundangnya untuk menerkamnya. Dio merutuki dirinya kala merasakan ada yang bangun di bawah sana. Sepertinya ia mulai ketagihan akan surga yang dipersembahkan Viona. Ia hanya memandangnya tanpa berniat untuk mendekatinya hingga ia tak sadar Viona sudah membalikkan tubuhnya dan terkejut melihat Dio ada di sana. Sejak kapan suaminya ada di sana? Apa sedari tadi Dio memperhatikannya? Mengingat itu membuat rona merah menyebar di wajahnya.
"D-Dio...." Dio tersenyum. Ia berjalan mendekati Viona.
"Sini aku bantuin!" ucapnya sambil mengambil wadah besar yang berisi nasi goreng untuk sarapan pagi mereka dari tangan Viona.
"Kamu siapin peralatan buat makan aja." Viona hanya mengangguk. Dio membawa sarapan mereka menuju ruang makan dan menaruhnya di meja. Tak lama Viona muncul membawa peralatan makan untuk mereka. Sebagai istri yang baik, ia mengisi piring suaminya sebelum dirinya. Sudah seharusnya ia melayani Dio karena ia adalah istrinya sekarang. Mereka mulai makan dalam diam tanpa ada suara.
"Hari ini kita jadi kan ke rumah Bunda sama Ayah buat jemput Arvi?" tanya Viona membuka suara. Dio yang sedang mengunyah makanannya hanya mengangguk.
"Iya. Udah ini kita ke sana." Viona mengangguk. Mereka melanjutkan kembali makan mereka.
"Hmm... Makananmu enak. Aku suka." Viona mendongakkan kepalanya menatap Dio. Ia tersenyum. Apa Dio baru saja memujinya? Hatinya seakan ditumbuhi bunga-bunga yang bermekaran.
"Awalnya aku gak bisa masak. Setelah tinggal di Malaysia dan hidup mandiri di sana, aku belajar memasak sedikit demi sedikit. Apalagi setelah aku punya Arvi." jelasnya.
"Oh... Kamu suka masakin Arvi apa selama di sana?"
"Dia suka makan apa aja yang aku masak, tapi dia lebih suka gulai ayam. Aku cari-cari resep dari internet atau buku masak buat panduan. Dan Alhamdulillah, aku bisa masak juga." jelasnya diakhiri tawa kecil. Dio tersenyum.
"Aku juga suka gulai ayam. Makanan itu favoritku. Ternyata kesukaanku menurun juga padanya. Nanti kamu bikinin gulai ayam untuk kami, ya?!" Viona tertawa pelan dan mengangguk.
"Kalau aku sih gak terlalu suka sama gulai ayam, baunya gak enak. Tapi karena Arvi sangat menyukainya, aku mengalah."
"Ditambah aku satu lagi mulai sekarang. Kamu harus coba! Gulai ayam itu sungguh nikmat. Ibu selalu bikinin aku gulai ayam sejak aku kecil sampai sekarang." Viona tersenyum dan mengangguk.
"Oke. Nanti aku buatkan. Tapi, aku takut kalau gak seenak Ibu." Dio tersenyum.
"Aku belum mencobanya. Bagaimana bisa aku bilang enak atau gak enak." Viona hanya tersenyum tipis. Sebuah kemajuan dalam hubungan mereka. Ia senang Dio menunjukan keterbukaannya tentang dirinya kepadanya tanpa harus diminta. Mereka yang terasa kaku pada awalnya kini mulai terasa santai dan mencair sehingga tak terasa ada kecanggungan lagi setelah penyatuan mereka semalam. Ia berharap hubungan mereka terus membaik ke depannya tanpa ada jurang pemisah lagi di antara mereka.
***
Pasangan suami istri itu sudah sampai di depan rumah besar yang dituju. Dio memarkirkan motornya di halaman rumah istrinya yang luas. Ada sebuah mobil hitam yang dirasa asing baginya. Mobil itu bukan milik istrinya atau mertuanya dan iparnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Red In The Silence
RomansaSejak pertama masuk SMA, Viona memendam sebuah rasa kepada teman sekolahnya, Dio. Mengamati dan mengagumi dalam diam meski sang pujaan hati tak pernah melihatnya. Mencoba bertahan menjadi sosok tak terlihat, dekat tapi seakan jauh untuk tergapai. Hi...