14. Malaikat Kecilku

4.9K 250 6
                                    

Suara yang begitu mendenging dari arah presto yang menandakan masakan telah matang. Viona sedang asyik dengan spatulanya mengaduk-ngaduk sambal dalam wajan yang asapnya mengepul. Aromanya sungguh mengundang selera.

"Sudah matang ayamnya, Mbak?" tanyanya kepada wanita yang lebih tua darinya. Wanita itu mengangguk.

"Iya, Vi. Tulangnya sudah cukup renyah nanti untuk dimakan." Viona mengangguk.

Saat ini, ia sedang bersama dengan Lisna, istri Wildan yang merupakan orang kepercayaan ayahnya yang masih satu gedung apartemen dengannya. Debora sedang ada kuliah. Kandungan Viona yang sudah memasuki bulan ke-9 membuatnya harus cuti melahirkan untuk sementara. Mungkin tinggal menghitung hari bayi kecilnya akan terlahir ke dunia. Wildan dan istrinya sudah mengetahui kehamilan Viona dan Viona meminta mohon kepada mereka untuk tidak memberitahukannya pada keluarganya. Ia ingin ia sendiri yang akan menjelaskannya secara langsung tanpa melalui mulut orang lain.

"Hmmm... Baunya sungguh enak, Mbak. Aku gak sabar pengen cepet mencicipinya." Lisna tersenyum sambil memasukkan satu per satu ayam lunak itu untuk dicampur dengan bumbu sambalnya ke dalam wajan.

"Mbak dulu pernah kerja di rumah makan dan tahu resep-resep masakan ini, termasuk ayam lunak ini. Bumbunya macam-macam sesuai kreasi dan keinginan konsumen." Viona mengangguk.

"Nanti aku pengen nyoba resep yang lainnya ya, Mbak! Aku pengen nyoba hidangan manisnya." Lisna hanya mengangguk. Viona berjalan untuk mengambil piring besar ke arah rak perabotan. Tiba-tiba ia merasakan tendangan yang lumayan kuat dari perutnya. Ini seperti kontraksi dan membuatnya meringis.

"Aduhhh...." ringisnya sambil memegang perutnya. Lisna menolehkan wajahnya pada Viona dan melihat wajah meringis Viona. Ia langsung mendekatinya.

"Vio... Kamu gak apa-apa?" tanyanya. Viona masih memegangi perutnya yang belum reda sakitnya. Ia mulai merasakan kontraksi.

"Apa kamu kontraksi lagi?" tanya Lisna yang mulai khawatir dengan Viona. Viona memejamkan matanya menahan rasa sakit yang mulai menyerang.

"Aduh, Mbak... A-aku mau lahiran hari ini kayaknya." Lisna mulai panik. Ia melihat Viona yang masih meringis menahan rasa sakit di perutnya.

"Ya Allah... B-bentar! Aku panggil Mas Wildan dulu." Lisna segera berlari ke arah ruang tamu untuk mengambil ponselnya. Ia harus segera menghubungi suaminya. Viona memegangi pinggiran rak dengan erat. Rasa sakit itu semakin tak tertahankan.

"Mbak!!!!" teriaknya memanggil Lisna. Ia tak kuat lagi menahan kontraksi di perutnya. Lisna segera datang dengan tergopoh-gopoh menghampiri Viona. Ia terkejut melihat cairan bening yang sudah mengalir dari arah selangkangan Viona membasahi lantai. Ia segera sigap untuk membantu Viona berjalan. Viona sudah tak ingat apa-apa lagi sekarang.

***

"Di mana Vio, Mbak?" tanya Debora yang sudah sampai di rumah sakit begitu ia dihubungi bahwa Viona dibawa ke rumah sakit. Ia datang bersama Dave dan Ehsan. Wajah mereka terlihat cemas.

"Di dalam, Mbak. Vio lagi ditangani di dalam." jelas Lisna.

"Apa dia baik-baik saja?" tanya Ehsan tak kalah paniknya. Ia begitu mencemaskan Viona begitu mendengar kabar Viona akan melahirkan seakan gadis itu adalah istrinya yang akan berjuang melahirkan anaknya. Lisna menggeleng.

"Saya belum tahu, Mas. Kita berdo'a saja semoga Vio selamat dengan bayinya." mereka hanya mengangguk. Debora dan kedua lelaki itu ikut duduk menunggui Viona yang akan melahirkan hari ini.

Sementara itu di dalam, Viona bergerak tak karuan di ranjangnya. Rasa sakit itu tak mampu ditanggungnya lagi. Air matanya sudah mengalir deras.

"Aduhhh... Dok, kapan ini?" tanyanya lemah. Ia benar-benar sudah tak kuat lagi. Dokter menghampiri Viona dan mengeceknya.

Red In The SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang