Viona membuka matanya kala ia mendengar suara pemberitahuan kalau pesawat sudah mendarat. Ia mengalihkan pandangannya pada jendela di sampingnya dan melihat bandara. Pesawat sudah mendarat. Viona beranjak dari duduknya untuk turun. Ia mengambil kopernya dan berjalan keluar pesawat. Ia sudah tiba di bandara Kuala Lumpur, Malaysia. Viona mengedarkan pandangannya untuk mencari seseorang kepercayaan ayahnya yang akan menjemputnya di sini. Ia melihat seseorang yang mengangkat sebuah papan nama yang bertuliskan namanya tinggi-tinggi di tengah lalu lalang orang-orang. Ia mendesah lega. Akhirnya ia tak perlu lama berada dalam kebingungan di negara yang masih asing baginya ini. Pertama kalinya ia menginjakkan kaki di sini. Ia berjalan menghampiri lelaki yang masih muda itu.
"Mbak Viona Nathalika Erlangga, 'kan?" Viona mengangguk.
"Iya. Apa Mas asisten ayah saya?" lelaki itu mengangguk.
"Iya, Mbak. Saya diminta Pak Nathan untuk menjemput putrinya di bandara. Kenalkan, saya Wildan. Saya akan menemani Mbak untuk berkeliling di sini dan menemukan tempat tinggal." Viona tersenyum dan menerima uluran tangan lelaki muda itu.
"Ayo, Mbak! Kita naik ke mobil saya di sana." Viona mengangguk dan mengikuti Wildan menuju tempat parkir bandara sambil menarik kopernya dibantu oleh Wildan.
Viona menatap gedung-gedung tinggi sepanjang perjalanan di dalam mobil. Mulai hari ini dan seterusnya, ia harus membiasakan diri dengan suasana dan orang-orang di sini. Ia membutuhkan istirahat sekarang. Kondisinya yang sedang mengandung membuatnya cepat lelah ditambah perjalanan di pesawat. Tadi sebelum naik mobil, ia sempat muntah dan kepalanya terasa pusing. Ia memutuskan untuk memejamkan matanya sejenak sebelum mereka sampai di tempat yang dituju. Suara lantunan lagu yang memancar dari arah dashboard mobil membuat kesadarannya menghilang secara perlahan.
***
"Mbak... Kita sudah sampai." Viona mengerjapkan matanya perlahan kala samar-samar ia mendengar suara orang yang membangunkannya. Ia langsung menegakkan tubuhnya dan mengucek matanya pelan.
"Hmm, kita di mana, Mas?" tanyanya dengan suara parau.
"Di depan gedung apartemen. Saya sudah merekomendasikan tempat di sini untuk Mbak sesuai perintah Bapak. Kebetulan, saya juga tinggal di sini dengan istri saya." Viona mengangguk.
"Kita bisa langsung masuk sini?" Wildan mengangguk.
"Iya. Saya sudah menyewa salah satu apartemen di sini untuk Mbak tinggal. Bapak sudah memesannya 2 minggu yang lalu." ternyata ayahnya sudah memberikannya tempat tinggal sehingga ia tak perlu repot lagi untuk mencarinya mengingat ia masih asing di sini. Ia sangat berterima kasih sekali pada ayahnya. Ia lalu turun dari mobil mengikuti Wildan untuk masuk ke gedung apartemen yang terbilang standar itu. Mereka menaiki lift untuk menuju lantai atas setelah mengambil kunci dari petugas valet. Viona mengikuti lelaki itu menelusuri lorong panjang apartemen dan berhenti di sebuah ruangan nomor 106. Lelaki itu membuka pintu dan terbuka. Viona ikut masuk sambil menarik kopernya. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Tempat ini lumayan nyaman juga untuknya.
"Di sini ada dua kamar, satu dapur, dan kamar mandi. Mbak bisa lihat-lihat nanti." Viona membuka salah satu kamar yang lumayan luas dengan ranjang king size yang sudah tersedia. Ruangan ini sudah lengkap baginya. Ia menaruh kopernya di sisi lemari.
"Silakan Mas duduk dulu di ruang tamu! Nanti saya belikan minuman dulu ke bawah." Wildan tersenyum dan menggeleng.
"Terima kasih, Mbak. Saya mau langsung pulang saja. Nanti Mbak bisa hubungi saya jika butuh sesuatu. Ruangan saya ada di bawah nomor 97." Viona mengangguk.
"Oh, yaudah. Terima kasih banyak ya, Mas. Maaf sudah merepotkan." Wildan menggeleng.
"Tidak apa-apa, Mbak. Nanti istri saya sebentar lagi ke sini untuk mengirim makanan untuk Mbak."
![](https://img.wattpad.com/cover/146572887-288-k731067.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Red In The Silence
RomantizmSejak pertama masuk SMA, Viona memendam sebuah rasa kepada teman sekolahnya, Dio. Mengamati dan mengagumi dalam diam meski sang pujaan hati tak pernah melihatnya. Mencoba bertahan menjadi sosok tak terlihat, dekat tapi seakan jauh untuk tergapai. Hi...