33. Arvi's Wish

5.2K 278 0
                                    

Semenjak perdebatan itu, 2 hari ini Viona merasa canggung dengan suaminya. Sungguh, ia begitu malu setelah menyadari apa yang telah diucapkannya pada suaminya, ungkapan cintanya yang selama ini terpendam. Padahal Dio tak mempermasalahkannya, tapi tetap saja ia malu. Suaminya selalu mengatakan jika hal itu adalah wajar karena mereka sudah menjadi suami istri yang mengharuskan untuk saling terbuka satu sama lain. Dio melirik istrinya yang lebih banyak diam. Ia mencoba untuk lebih banyak mendominasi agar istrinya tidak canggung lagi. Pasti Viona masih merasa malu kepadanya, padahal sebenarnya ia tidak apa-apa, malah senang dengan pengakuannya yang jujur.

"Jadinya kapan mau rias rumahnya?" Viona menolehkan wajahnya.

"Besok kayaknya dibantu sama Kak Ira. Dia kan gak pernah ke mana-mana." Dio mengangguk.

"Nanti aku temenin beli kuenya. Arvi sukanya kue yang kayak gimana?" tanyanya sambil masih fokus menyetir.

"Yang biasa kue ulang tahun aja. Paling ada hiasan robot-robotan kesukaannya aja di atasnya." Dio mengangguk lagi. Mereka akhirnya sampai di depan gedung kantor mereka. Viona melepas sabuk pengamannya dan turun diikuti suaminya. Mereka memulai hari dengan kembali pada kesibukan aktivitas masing-masing.

***

Ruang tamu rumah Viona sudah disulap menjadi arena pesta ulang tahun khas anak kecil. Balon-balon berwarna-warni sudah terpasang di setiap sudut dinding. Menghias ruangan dibantu oleh tetangganya. Ia mendesah lega setelah ruangan selesai dihias. Ia tersenyum puas menatap hasil karyanya itu. Ia berharap putranya akan suka meski hanya pesta kecil-kecilan dan sederhana. Tinggal menata bingkisan untuk hadiah para tamu undangan besok. Kakaknya dan bundanya sedang memasukkan beberapa snack ke dalam paper bag kecil untuk bingkisan di ruang tengah. Ia janji bahwa ia akan membeli kue bersama suaminya hari ini. Dio ada urusan terlebih dahulu dengan manajernya, jadi ia pulang duluan. Ia memesan Gojek saja untuk ke sananya karena mereka akan bertemu di depan toko kue yang sudah mereka janjikan kemarin. Viona sudah bersiap dari tadi dan berjalan menuju kamarnya untuk mencari sweater dan tas kecilnya.

"Bun, Kak, aku berangkat dulu, ya! Dio bentar lagi berangkat dari kantornya. Jaraknya gak terlalu jauh sih sama tokonya." Alika dan Ira yang sedang asyik menata bingkisan menolehkan wajahnya.

"Oh, yaudah. Hati-hati!" ucap Alika. Viona mengangguk dan menolehkan wajahnya pada putranya yang sedang asyik menonton tv.

"Sayang, Mama mau keluar dulu, ya! Kamu di sini sama Oma dan Tante dulu, oke!" ucapnya pada putranya sebelum pergi. Arvi menoleh sebentar dan mengangguk.

"Oke, Ma." Viona tersenyum.

"Yaudah, Assalamualaikum." pamitnya sambil menyalami kakak dan bundanya serta putranya. Ia berjalan keluar di mana Gojek pesanannya sudah menunggu di depan rumahnya. Ia memakai helm yang diserahkan oleh si supir dan menaiki motor. Tak lama mereka sudah melesat meninggalkan halaman rumahnya yang tak begitu luas.

Tak begitu lama untuk sampai di sana, Viona turun dan memberikan helmnya kepada si supir, lalu mengeluarkan dompetnya dan membayarnya. Ia memutuskan untuk menunggu di depan toko saja. Ia mengirim pesan pada suaminya bahwa ia sudah sampai dan menunggu di depan toko. Sambil menunggu suaminya, ia membuka aplikasi sosmednya dan membalas chat atau komentar temannya di aplikasi Instagram miliknya. Ia mengunggah fotonya bersama Dio berdua yang berpose di mana suaminya sedang merangkulnya mesra. Ia tersenyum menatap fotonya sudah selesai diunggah. Ada rasa ingin menunjukkan kepemilikannya terhadap Dio bahwa lelaki itu sudah resmi menjadi miliknya sehingga para perempuan yang berniat ingin mendekati suaminya bisa tahu diri dan mundur teratur. Tidak ada salahnya ia melakukan ini karena Dio adalah suaminya yang sah.

Red In The SilenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang