KATE P.O.V
.
.
.
~WHAT?~"Berapa banyak waktu yang kita miliki?" Tanya Mian.
"14 jam lagi." Jawab kak Kelvin.
Memang misi ini diberi waktu. Ya, seperti kata kak Kelvin waktu kami tinggal 14 jam lagi. Tak terasa bagiku waktu yang kami miliki tinggal sesedikit itu. Bahkan kami belum menangkap pelakunya. Kami masih belum menemukan titik cerah apa tujuan mereka.
Sejam yang lalu, kami memutuskan untuk membawa "mainan" mereka untuk meneliti lebih lanjut sekaligus mencari jalan keluar bagaimana cara "mainan" mereka kembali menjadi normal dan tak disebut sebagai "mainan" lagi.
Bertanya kenapa kami memanggil manusia bahan eksperimen sebagai "mainan"? Yah, dalam laporan yang kuberikan pada kakak saja judulnya "Mainan". Dan kami akan berusaha agar mereka bukan menjadi bahan mainan lagi namun sebagai sesuatu yang berharga nantinya.
Kami tidak bisa memisahkan manusia-manusia eksperimen itu dari tabungnya. Bisa-bisa malah semakin menipis hidupnya karena ulah kami. Jadi kami memutuskan untuk meninggalkan laboratorium dan mengurusnya nanti. Tapi jangan salah. Kami tak mungkin membiarkan begitu saja. Kami memutuskan Nathan dan Mirrae tetap di laboratorium.
"Kapan kita akan sampai di atas?" Tanyaku.
"Cih, terlalu banyak tanya. Lihat kan jadinya." Datar Kenzo seolah-olah kesal karena pertanyaanku. Tapi anehnya dia menyeringai senang. Dia ini aneh atau bodoh sih?!
Aku sebenarnya tahu kita kedatangan tamu. Tamu yang kami tunggu-tunggu tapi tak diundang. Seperti kata ketiga sahabat gadisku, kita harus santai dan tidak terlalu tegang. Memang aku merasa biasa saja, tidak seperti saat-saat sebelumnya aku takut setengah mati jika dihadapkan dengan pria berotot. Mungkin lain kali aku harus berterimakasih pada Kenzo.
Aku menyeringai. "Kita dikepung rupanya." Gumamku senang.
"Whee! Kepalamu peang atau gimana sih?! Kita ini dikepung dan kau malah bergumam senang!" Seru Calista.
"Justru itu malah memudahkanku menebas mereka. Hehe," Aku menyeringai sampai deretan gigiku kelihatan. Entah aku kerasukan jiwa Kenzo atau bagaimana ya? "Kalian merunduklah kawan." Ucapku pada rekanku yang langsung dituruti walau sedikit bingung.
Aku ingin mencoba menggunakan kekuatanku setelah 2 minggu berlatih. Mungkin elemen angin bisa ya? Aku merentangkan tangan kananku ke depan, sedikit mengerahkan tenagaku dan memutar pelan kelima jariku.
WHUUSS
"WAA PANAS, PANAS, PANAS!!" Teriak beberapa orang.
"WHEEE?!!" Seruku kaget.
"Kate kamu ini gimana sih?! Untung kau menyuruh kami merunduk kalau tidak api sebesar itu yang melahap bokong mereka juga mengenai kami!" Kesal Mian dengan ekspresi takut hampir membuatku tertawa.
"Issh! Jangan menahan tawa bodoh! Cepat padamkan apinya!" Teriak Mian dengan cemprengnya.
"Hahaha, maaf-maaf. Sebenarnya itu hanya kesalahan teknis." Aku terkekeh. Tapi bukankah tadi aku hanya memutarnya pelan? Kucoba deh agak pelan lagi.
Aku mulai menggerakkan jariku seperti tadi namun karena kaget saat Mian dan Calista secara serempak menyuruhku cepat, hehe...aku tak sengaja menggenggam tanganku dengan erat. Jangan salahkan aku pokoknya,
"WHUAA!! KATE! AKU SURUH PADAMKAN, BUKAN TAMBAH DIPERBESAR! LIHAT MEREKA ADA YANG MULAI GOSONG! KAU INI, SISAKAN JUGA UNTUKKU!!" Teriak Mian. Dasar anak itu, kukira dia kasihan melihat lawan kami terbakar. Eh, ternyata agar dia mendapat giliran untuk menghabisi beberapa dari mereka.
"Haah, kalian ini." Kudengar Kenzo bergumam sambil menghela nafas lelah dan menggerakkan satu jarinya yang mengarah pada lawan kami yang lari terbirit-birit, bahkan ada yang saling bertubrukan.
Apinya perlahan mulai memadam. Memang aku mungkin harus berterima kasih. Setelah itu aku menatap datar lawan kami yang mulai gosong. "Huuh, sungguh tidak elit. Kupikir mereka lawan yang tangguh. Lah ini? Lari kayak dikejar tikus sampe nubruk-nubruk teman sendiri." Gumamku berdecih.
"Hei! Gadis tengik! Kau meremehkan kami?!" Tanya seseorang diantara lawan kami yang wajahnya sedikit menghitam dan sedikit ada luka bakar yang err...gosong karena ulahku.
"Paman bilang apa tadi? Gadis tengik? Siapa yang kau maksud, eh paman?" Aku menyeringai ke arahnya dan menatapnya tajam. Beraninya dia mengataiku gadis tengik!
Samar kulihat paman itu bergidik ngeri. Tapi masa bodo, mengataiku gadis tengik seenaknya.
"Ck, sudah...sudah...aku tak mau mengakuinya tapi paman itu benar, kau ini mememang bocah tengik!"
"APA YANG KAU MAKSUD KAKAK?! TURUNKAN AKU!" Aku berteriak kesal saat kak Kelvin menggendongku seperti mengangkat karung beras. Cih! Siapa yang tidak kesal coba?! Apalagi kakak ikut-ikutan mengataiku tengik! Awas saja nanti akan aku adukan ke mama, awas aja kakak akan kubalas nanti!!!
"Hei kalian. Ikat mereka." Huh, sukanya cuma merintah-merintah! Aku mengerucutkan mulutku saat dengan seenaknya dia tetap menggendongku dalam posisi aku seperti karung beras di pundaknya. Pasrah, aku diam dengan bermuka masam.
"Kalau sudah ayo."
***
"Bukankah itu mereka?" Tanya Mian.
"Sepertinya begitu." Jawab Calista.
"Kita ambil bukti. Kate?"
"Apa?!" Tanyaku ketus.
Kakak payahku itu menghela nafas. "Kau masih marah? Maaf-maaf." Ucapnya mendengus geli.
"Hmph!" Aku mendengus kasar mengambil P-Techno ku. Meskipun aku marah, aku harus profesional dalam profesiku kan?
Diam-diam mengambil bukti tanpa sepengetahuan musuh. Dapat.
"Lalu apa yang akan kita lakukan?" Tanyaku masih dengan nada ketus yang masih aku pertahankan.
"Ayo cepat katakan sebelum mereka pergi dengan helikopter mereka!" Bisikku tak menerima jawaban.
Namun apa yang aku dapatkan? Mereka meninggalkanku! Mungkin saat aku sedang mengambil bukti. Kulihat dari tempatku, mereka berada di sekeliling orang-orang tersangka.
Tak peduli dan tak mau tahu lagi, aku sebal dengan kakakku awas kau kak!!
Lalu kudengar kak Kelvin berkata dengan lantang dan tegas. "Diam. Jangan bergerak. Kalian sudah terkepung dan menyerahlah!"
•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•
KAMU SEDANG MEMBACA
MY ELEMENTS
FantasyApa kalian berpikir dunia fantasi itu nyata?... Sejak kapan ini dimulai? Aku takkan menyadarinya. Yang mungkin saat ini aku sadari, kehidupan itu memiliki sebuah rantai. Saling berhubungan, memiliki sisi terang maupun sisi gelap yang tak kita lihat...