Thirty Two

1.4K 82 18
                                    

Kate mengatur nafasnya.

"Sudah?"

"Grr..." Kate justru menggeram. Memasang kuda-kuda lebih baik dan berkonsentrasi.

"Kau terlihat mengerikan."
.
.
.
~GRAY~

Kerumunan siswa dan guru di lapangan saling berhimpitan untuk memberi perlindungan--meski sia-sia. Kerumunan itu berdiri di belakang Kate dan Kaizel. Anehnya suasana kali ini sedikit berbeda dari yang seharusnya. Kekaguman lebih mendominasi daripada ketakutan.

Baru kali ini mereka melihat secara langsung aksi anak-anak heroik dengan kemampuan tidak biasa. Apalagi salah satu dari anak-anak heroik itu dikenali mereka sejak lama.

"Check, 1,2, jawablah!" Suara Nathan kembali terdengar setelah beberapa lama.

"Ini aku, ada apa?" Balas Kate. Ia yakin tidak perlu menyebut nama karena masing-masing sudah hafal suara tiap anggota.

"Oh, Kate! Tolonglah, kami kekurangan orang di sini...beri kami saran!" Serunya.

Kate mendadak bingung. Kaizel dan kakaknya sibuk mengamati dan terlalu fokus hingga menyerahkan komunikasi antara Kate dan Nathan.

"Begitu banyak orang di sini. Mereka terpisah di setiap kelas, hanya ada kami berdua. Mirrae dan aku. Tolonglah, secepatnya untuk yang teburuk!"

Kate didesak. Ia bingung harus melakukan apa. Musuh belum diketahui. Bagaimana jika musuh malah menjadikan murid sebagai sandera? Mereka kekurangan orang!

"Eh...aku tidak tahu pasti. Aduh..."

"Kate, apa saja! Saranmu! Di sini ribut sekali, kami tidak bisa berfikir dengan baik. Mereka mendesak penjelasan!" Suara Nathan terdengar dengan nafas tak beraturan. Beberapa suara bising juga terdengar. Di atas sana keributan sedang terjadi.

Kate mendecakkan lidahnya. Dia tidak tahu ini pilihan yang benar atau salah, tapi setidaknya untuk sekarang ini yang paling benar. "Kumpulkan saja mereka semua di aula. Suaramu tidak akan bisa didengar mereka, gunakan speaker di ruang radio sekolah. Perintahkan guru, staff, siswa, semuanya! Cepat,"

Di saat itu juga bertepatan Nathan berlari hendak mengumumkan perintah dalam kesesakan kerumunan manusia. Mirrae tinggal, dia hendak mengambil alih arahan siswa dengan bantuan guru-guru.

"jangan sisakan waktu sedikitpun! Saat mereka terkumpul, aku percaya kalian berdua mampu melindungi mereka." Kate tersenyum.

"Jangan biarkan orang dewasa yang tidak berpengalaman ikut bertempur jika itu terjadi. Dan yang terakhir," suara Kate menjadi halus seketika. "Semuanya...berjuanglah."

•^•^•

Nathan sibuk dengan perintah pengungsian darurat ke aula. Aula berada di lantai satu sehingga menjadi pilihan yang aman.

Dibantu dengan guru, Mirrae mengarahkan siswa agar bergegas menuju aula. Meski begitu, siswa dan siswi tetap berjalan santai di koridor seperti melupakan kejadian yang barusan. Situasi ini menguntungkan juga sebenarnya karena tidak ada yang saling dorong dan malah menghambat.

Aula sekolah memiliki kaca penuh dari ujung ke ujung sehingga apa yang terjadi di luar dapat terlihat dengan jelas. Pemandangan dari setiap sudut dapat terlihat tanpa dihalangi kerumunan lain.

Kepala sekolah mengambil percakapan di tengah-tengah keributan. "Anak-anak dimohon tenang. Situasi ini dianggap darurat karena serangan teroris."

"Wah tumben ada acara seperti ini!"

"Baru pertama kali ini aku merasakan situasinya!"

"Biasanya hanya lihat di TV"

Komentar mereka terdengar seperti itu. Beberapa juga ada yang takut namun kebanyakan mereka cuek bebek.

Ada seorang siswa yang mengangkat tangannya. Teman satu kelas Kate. "Kalian itu siapa sebenarnya?!" Serunya memberi pertanyaan untuk Nathan dan Mirrae.

Nathan tersenyum. "Maaf tapi kalian tidak perlu tahu." Ucapnya ramah.

"Yah, tidak adil! Kaizel tadi keren sekali, Kate ternyata juga bisa seperti itu. Berikan aku penjelasan. Orang biasa bakal patah tulang di aksi yang tadi."

"Iya benar!"

Mirrae tersenyum kikuk. "Teman-teman t-tenanglah."

"Kami hanya penasaran! Ayolah yang tadi benar-benar keren!"

"P-pak?" Mirrae berharap cemas agar kepala sekolah memberi bantuan dalam menaklukkan siswa penasaran.

Kepala sekolah berdeham sambil menggeleng. Dia tidak bisa membantu apapun dalam hal ini.

Nathan menghela nafas. "Anggap saja kami tentara yang menyamar jadi murid." Pemuda itu tersenyum kikuk.

Jawaban seperti itu jelas tidak memuaskan hati para siswa.

"Hey! Lakukan atraksi seperti menangkap peluru-peluru itu dong!" Rengek seorang siswi yang melihat dengan jelas tindakan Kaizel.

"Maaf, tidak bisa." Nathan masih tersenyum sesopan mungkin. Dia menggeleng kaku berusaha menolak secara halus.

"Yaaahhhhh~~~"

"Kate aku butuh bantuanmu~" Rengeknya. "Mereka seperti singa remaja. Buas tidak bisa ditaklukkan, anggap remaja sebagai tambahan karena mereka masih remaja." Nathan sebenarnya bingung untuk apa menambahkan kata remaja.

"Bagaimana musuhnya? Kelihatan?"

Perlahan suara Kate terdengar. "Maaf Nathan, keadaan masih belum jelas. Kakak sedang mencarinya, kemungkinan jaraknya sangat jauh. Aku akan ke sana setelah mendapat izin dari Kai."

"Aku menunggumu. Cepatlah, kami kesulitan!"

•^•^•

"Kai." Kate mendekatkan diri pada Kaizel.

"Hm?" Di sangat awas terhadap yang ada di sekitarnya. Matanya bahkan tidak menatap Kate sedikitpun.

"Bisa aku menyerahkan sisany--"

"Pergilah."

Kate hanya mengangguk. Dia mengerti situasi, pasti Kaizel sudah mendengar percakapan mereka.

Sepeninggalnya Kate yang menuju aula, Kaizel semakin merapatkan diri ke dekat kerumunan.

"Nak, apa situasinya berbahaya?" Tanya seorang guru.

Kaizel hanya menggeleng. "Situasi ini sungguh abu-abu."

•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•

Ps: maapkan keterlambatan terlambat sangat saya. Tx buat kalian yg tercintah tetap setia meski tembok besar menghadang🙆

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 28, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MY ELEMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang