Twenty Four

1.4K 118 2
                                    

.
.
.
~READY FOR ~

"Kak, kakak yakin gak apa kalo bawa senjata ke sekolah?"

"Hm, bukankah sudah kubilang?"

Kate menggaruk leher belakangnya. "Yah, tapi aku sedikit ragu."

Kelvin menepuk kepala adiknya itu. "Wajar saja hitunglah, kau baru beberapa bulan menghadapi kehidupan yang sangat berbalik dengan kehidupanmu dulu." Katanya dengan senyuman kecil.

"Sementara ini, satu kamar dengan temanmu tak apa kan?"

"Ck, dia teman perempuanku. Bukan pria lain." Dengus Kate. Mirrae tinggal sekamar dengan Kate sejak Kelvin menyusul mengikuti misi.

Kelvin terkekeh geli. Bagaimanapun adiknya sudah beranjak dewasa, tak seperti dulu yang merengek padanya untuk tidur bersama jika ia bermimpi buruk.

"Jadi apa yang kau bawa hm?" Tanya Kelvin memasukkan pistol yang baru saja ia kunci agar aman ke dalam tas.

"Sama sepertimu, P-Techno ku untuk berjaga-jaga. Lagipula P-Techno milikku tidak merepotkan. Dan..." Kate menunjukkan pisau lipatnya di depan wajah Kelvin.

"Hati-hati! Kau bisa menggores pahatan wajah tampanku tau!"

"Apa untungku punya kakak pede tingkat dewa ya?" Gumam Kate memperbaiki pisau lipatnya dan dimasukkannya di dalam saku rompinya.

Seragam sekolah Namion memang dirancang dan dikhususkan untuk ini. Dan pisau macam apapun tak kan terlihat dari tonjolan luar rompi mereka.

Kelvin bersedekap dada sambil menggerutu. "Ck, sudahlah. Sebaiknya kamu cepat ke bawah dan habiskan sarapanmu dengan cepat." Titahnya.

"Lalu, kakak sendiri di sini ngapain?" Datar Kate langsung melesat ke bawah.

"Salahkah aku merestui hubungan beruang kutub dengan adikku sendiri?" Gumam Kelvin jengkel. "Apa-apaan kau, eh? Jadi sepasang kekasih saja belum." Batin Kelvin terkekeh geli. "Tapi biar saja, hihi...aku restui mereka diam-diam. Tapi, kalau sampai ketahuan...bisa dicincang gw." Dan penutup lamunannya diakhiri naiknya bulu kuduk membayangkan kedua orang menyeramkan yang akan mencincangnya.

"Hiiy! Aku tak mau membayangkan itu lagi! Bagaimana jadinya masa depan kalau adik iparku merupakan spesies beruang kutub sepertinya?!"

***

Rei menghembuskan nafasnya. "Apa aku harus mengulang mata pelajaran ini lagi?" Ia menguap sesekali hampir terlelap mendengar ocehan sang guru sejarah. Ucapan sang guru seolah hanya angin lewat pengantar tidurnya.

Di umurnya yang seharusnya sudah lulus sekolah menengah itu, ia harus mengulang lagi demi misinya. "Huh, ini akan menjadi hari yang panjang."

Saat Rei hampir saja tertidur, ia memiliki firasat buruk akan sesuatu. Hingga ia terjaga dan menajamkan indera penciumnya. "Jangan-jangan...?!"

Mata Rei menajam melihat sekeliling. "Gawat, ini bau logam. Berkarat. Dan tunggu, baunya asing. Bukan mereka, artinya bukan bagian rencana kami." Rei menoleh ke kanan dan ke kiri.

"Nak, kau yang di sana!" Pak guru di kelas itu menunjuk Rei dengan mata tersorot tajam padanya.

Rei mengangkat kedua tangannya. "A-ada apa pak?" Tanya Rei ragu-ragu.

"Gawat baunya semakin dekat! Ini guru tua keriputan beruban ini juga pake negur-negur segala."

"Kenapa kamu terlihat tidak fokus begitu, nak?" Tegur guru itu dengan tegas.

"Itu...p-pak, anu...errr," Rei menggebrak meja dan berdiri.

"Maaf, pak saya mau ke toilet dulu! Udah gak tahan pak!"

MY ELEMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang