Thirty One

791 60 1
                                    

.
.
.
~THEY WATCHING US [part2]~

Tangan Shelly tertarik mundur. Kate terlihat kaget dengan kehadiran dan tindakan Mirrae. Mirrae dulunya orang yang pemalu, bahkan saat berkenalan dengan Kate harus dikenalkan oleh orang lain.

"Siapa kau?!" Shelly memegang pergelangan tangannya dengan wajah tak suka.

"Memangnya kau berhak tau? Ya, meskipun kau berhak aku tidak perlu memberitahumu karena itu bukan kewajibanku."

"Mirrae?" Kate mengangkat sebelah alisnya. "Eh, loh?"

Kaizel, Nathan, dan jangan lupakan kakak kelas tampan Kelvin mengekor di belakang. Sekarang kelas benar-benar penuh. Teriakan, seruan, gumaman, bisikan bercampur menjadi satu.

"Di saat seperti ini mana gurunya?!" Batin Kate merasa kesal.

"Guru sedang rapat." Kaizel menjawab lalu duduk di bangkunya.

"Heh? Memangnya aku tanya padamu? Kenapa dia selalu membaca pikiranku?"  Kate melirik Kaizel kesal.

"Oh, rupanya begitu jam istirahat jadi lebih lama dari yang biasanya?" Gumam Mirrae.

"Bukan Mirrae, jangan mau dicuci otak olehnya hanya dengan tiga kata. Terasa lama karena alur cerita tentangku memang lama." Batin Kate.

Hampir semua murid berkumpul mengelilingi kelas. Ada yang dari bawah lapangan berkumpul seperti semut melihat ke atas, kelas Kate sekarang. Dari koridor banyak yang mengintip dari jendela dan kelas penuh, sesak.

"Apa sudah berakhir?" Salah seorang murid berbisik menanyakan pertarungan mulut anatara Kate dan Shelly.

"Sepertinya sudah. Tapi wajah bening berkumpul di sini semua! Siapa yang mau melewatkan kesempatan emas?"

"Tidak. Bubar saja kalian."  Lagi-lagi batin Kate berseru kesal.

Seketika Kaizel berdiri di tengah keramaian. Karena dia pusat perhatiannya, semu mata tertuju ke arahnya.

"Kenapa tiba-tiba...EH!"

Kaizel menarik kursi Kate ke belakangnya. "Mau bagaimana lagi?" 

Empat buah peluru melesat cepat. Tidak dapat dilihat secara langsung dengan mata. Namun tiba-tiba peluru itu sudah digenggam oleh Kaizel dan berbunyi dentingan logam saat Kaizel menjatuhkan peluru-peluru itu. Salah satunya meleset dan menabrak dinding luar kelas.

Timbul retakan dan untung saja peluru itu tidak menembus tembok. Seketika semuanya diam. Murid-murid di lantai bawah yang sadar ada yang melesat cepat langsung diam. Mereka menatap tegang tembok yang retak. Dan sadar apa yang dilakukan Kaizel.

"A-apa itu tadi?"

"Peluru? Tembakan? Tidak mungkin! Anak itu, apa dia baik-baik saja?"

Murid-murid mulai ricuh. "Bagaimana bisa?!"

"Ah, aku sudah buat masalah." Kaizel melirik Kate yang menegang di belakangnya. Kate menatap peluru-peluru itu.

"Apa yang terjadi?" Tanya Nathan.

Kelvin berjalan menuju jendela. Menaikkan kedua kakinya di atas sana. "Hei! Itu berbahaya!" Salah satu guru berteriak. Ternyata rapat sudah selesai. Pelajaran akan dimulai, tapi serangan mendadak dilancarkan entah dari mana.

Kelvin melirik sebentar ke arah guru itu. Dia mengabaikan seruan sang guru dan melompat ke bawah dengan cepat.

"Astaga!" Teriakan mulai terdengar. Tapi saat kaki Kelvin menapaki tanah dengan perlahan dan kemudian melesat cepat ke asal peluru seketika hening kembali melanda.

"Apa maksud semua ini?! Bilang aku bermimpi!"

"Aku sendiri tidak tahu, semuanya terlalu cepat!"

Ada yang menatap Kate dan teman-temannya dengan kagum, ada yang terkejut, takut, terpesona, tidak bisa berkata-kata. Satu murid pingsan melihat adegan barusan secara langsung.

Kate berdiri. "Ini sudah tidak aman. Semuanya kembali ke kelas masing-masing, kunci pintu, dan jangan ada yang keluar!"

Kaizel melakukan hal yang sama seperti Kelvin. Tapi tujuannya adalah lapangan. Dia berniat melindungi murid-murid yang tak terhitung jumlahnya yang juga ada di sana. Tanah yang dipijaknya retak dan ia bersiaga menghadap arah serangan yang tadi.

"Kate, apa maksudmu?" Shelly belum beranjak dari tempatnya. Ia terlihat kaget. Semua yang ada di sana juga diam bingung dengan situasi yang ada.

"Apa yang terjadi?" Satu persatu guru mendekati arena.

Seperti sadar akan sesuatu, Kate langsung membalikkan badannya ke arah serangan pertama dilancarkan. Tangannya bergegas mengambil p-techno dari balik jas sekolah yang dipakainya. P-techno itu kemudian memanjang, secepat cahaya p-techno terayun dan menebas peluru yang ditembakkan.

Tebasan itu akurat dan membelah peluru kemudian serpihannya terjatuh di lantai. Sungguh hal yang mengejutkan. Tapi Kate tidak peduli apa yang dilihat teman-temannya.

Kate ikut terjun dari kelasnya ke samping Kaizel. "Kau ikut juga?" Tanya Kaizel.

"Kau yang mulai." Kate menggoyangkan p-techno nya dan benda itu kembali ke bentuk semula. Gadis itu memencet tombol yang ada di jam tangannya. Sedetik kemudian pakaian 'perang' miliknya terpasang hanya dengan kedipan mata.

Kaizel melakukan hal yang sama. Di telinganya yang terpasang alat komunikasi terhubung dengan milik Nathan. "Kalian evakuasi siswa. Kalau tidak sempat, lindungi mereka."

"Diterima."

"Kali ini siapa yang seenaknya menyerang sekolah?" Tanya Kate dengan geram.

"Tenanglah."

"Bagaimana bisa?!"

"Jangan lampiaskan kemarahan dan kekesalanmu di sini, Kate."

Kate mengatur nafasnya.

"Sudah?"

"Grr..." Kate justru menggeram. Memasang kuda-kuda lebih baik dan berkonsentrasi.

"Kau terlihat mengerikan."

•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•

MY ELEMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang