Nineteen

1.5K 120 6
                                    

.
.
.
~KENYATAAN[part1]~

Bangun dari tidurnya, Kaizel mengusap kasar wajahnya. Ingatan indah yang hanya sebuah kenangan mampir dalam mimpinya.

Ia teringat, ia sudah berlari terlalu jauh dari kenyataan. Kekuatan yang dimilikinya justru menyesatkannya.

Nama Kenzo, yang dipakainya selama 6 tahun belakangan setelah mendengar kabar kakak kebanggaannya yang menghilang dari jangkauannya. Seseorang yang tidak dilihatnya belum tentu selamanya menghilang dari bumi kan?

Setelah tanpa sengaja mengucapkan nama aslinya, ingatan demi ingatan mulai menghampirinya tanpa diinginkannya. Kilas balik keluarga bahagia dengan dirinya yang 180° dengan keadaan dirinya sekarang.

Bertahun-tahun rasanya hidup dalam kehambaran, kesedihan, penyesalan, dan ketakutan menghantuinya sudah sangat cukup menyiksanya dan membuatnya lelah dalam lautan kehidupan.

Tak lagi dengan kenyataan reputasi ayahnya yang sangat membanggakan negara dan dikagumi banyak orang justru memperluas lautan kebencian beberapa orang yang merasa tersaingi pada keluarganya.

Dan karena reputasi ayahnya, Kaizel memutuskan pergi dari rumahnya. Ia tak ingin menyakiti seseorang lagi. Ia tak ingin mengecewakan orang yang disayanginya maupun menyayanginya.

Kata mengecewakan sangat anti bagi diri Kaizel. Sebisa mungkin ia menjauhi hal tersebut.

Kaizel tersenyum miris mengingat bagaimana dirinya sekarang. Sangat tertutup, dingin, dan tak berperasaan. Seandainya ada seseorang yang mengetahui kepribadian hangatnya yang dulu.

Seandainya saat ini kakaknya berada di sampingnya tertawa sangat merdu menenangkan dirinya. Seandainya ada ibunya yang memberi senyuman hangat. Seandainya ada adiknya yang selalu membuatnya teringat caranya tersenyum. Seandainya ada ayahnya yang memberi ketegaran, walau terlihat dingin dan tegas membuatnya sedikit takut namun tak memungkiri bahwa ayahnya sangat menyayangi keluarga mereka.

Seandainya mereka ada di sini, di tempatnya berada. Keluarga hangat di sekeliling meja makan yang saling adu gurau. Tapi keputusannya yang membuatnya jauh dari semua kehangatan menjadikan dirinya sosok yang dingin. Jadi apa yang bisa dia lakukan?

Kaizel sudah melarikan diri dari rumahnya. Melarikan diri dari kenyataan. Melarikan diri dari sifatnya yang hangat. Dan memilih jalan hidup yang lain.

Ia sadar. Suatu saat dia akan dihadapi kenyataan tersebut. Sudah tidak ada lagi jalan untuk lari. Karena melarikan diri bukan menyelesaikan masalah namun hanya mengulur waktu. Mungkin sebentar lagi, ya sebentar lagi. Dan kapanpun waktu itu tiba, dia sudah harus siap.

***

"Hei, Kenzo mana?" Tanya Kate saat di ruang makan dan tak mendapati hidung mancung Kaizel.

"Masih tidur di kamarnya mungkin. Entahlah, dia seperti ada beban yang hinggap di kedua bahunya dan hanya ingin berbagi dengan dirinya sendiri." Nathan menghela nafas sibuk mengaduk teh hangatnya sembari memikirkan teman sekamarnya.

Kate menatap pria itu dengan tatapan tak percaya. Biasanya Kaizel hanya sedikit berekspresi yang membuatnya sedikit tak percaya bahwa manusia satu itu tak memiliki beban. Namun kenyataan bahwa tak ada manusia yang sempurna mengembalikannya pada kenyataan hidup yang berliku.

"Kau perlu tau Kate. Orang seperti Kenzo hanya memasang topeng untuk menutup kelemahannya. Aku yakin dibalik sikap dinginnya dia pasti memiliki kepribadian hangat." Lanjut Nathan.

"Bagaimana kau tau? Tumben kau mengerti yang seperti ini." Kate tersenyum memandang Nathan aneh. Nathan yang biasanya jarang bersikap serius.

"Yah, meski tidak banyak yang tau, aku ini teman kecilnya. Sudahlah, aku tak ingin membongkar rahasia terbesarnya sebelum dirinya sendiri yang mengatakannya."

Kate dan Mirrae menatap Nathan terkejut. Sedangkan pria itu hanya menyesap tehnya santai. Kate maupun Mirrae dua-duanya enggan bertanya lebih lanjut. Karena ucapan Nathan ada benarnya, sebelum Kaizel mengatakan sendiri tidak baik mengungkap rahasia besar seseorang.

"Baiklah, aku akan bangunkan anak pemalas itu!" Kate memecah keheningan dengan menuju kamar yang dulu kamar adiknya.

"Ken--"

"Aku mau mengungkap sesuatu dengan kalian malam ini." Potong Kaizel.

"Ha?"

Kaizel tidak menjawab tanda bingung gadis itu. Selama beberapa detik akhirnya Kate bersuara.

"Bersiaplah kita akan keluar."

Kate keluar dari kamar adiknya yang kini ditempati kedua rekan prianya.

Saat ini, di sebuah kafe minim pengunjung tempat dimana Kaizel membuat Kate dan Mirrae penasaran tapi tidak dengan Nathan.

"Kau yakin?" Tanya Nathan pada Kaizel yang ditanggapi dengan anggukan.

"Tanpa basa-basi. Aku perkenalkan ulang, namaku Leozark Kaizel Hiraishi. Putra kedua dari Reon Kyle Hiraishi." Kaizel menatap datar dan sedikit mengecilkan suaranya takut kalau-kalau ada yang menguping walaupun tidak mungkin karena sejak awal pria itu memilih tempat yang minim pengunjung sekaligus tempat untuk makan malam.

Mirrae menyemburkan pelan isi ocha yang diminumnya, dan Kate mengangkat alisnya.

"He?" Keduanya mengangkat sebelah alisnya dengan mulut terbuka dan posisi kepala miring 45°. Kompak sekali bukan.

"J-jadi kau yang Hiraishi...yang dari keturunan langsung Reon Hiraish? Kau, putra mereka yang menghilang seperti ditelan bumi?" Mirrae menganga lebar.

"Tunggu, tunggu! Aku tak heran siapa dia, dan aku tidak pernah tau. Tapi Kaizel itu nama aslimu?" Kate melongo bingung sebingung- bingungnya.

Toh dia saja baru bisa membangkitkan kekuatan yang tidak ia tahu selama ini. Dia saja baru tahu keluarganya termasuk keluarga klan elemen yang hanya diketahuinya dalam dongeng. Tentang keluarganya saja baru tahu, lalu tahu apa dia tentang keluarga lain.

"Yah, begitulah." Bukan Kaizel yang menjawab namun Nathan dengan senyum miris. "Kenapa lagi dia?" Batin Kate.

Nathan yang mengerti situasi dimana Kaizel pasti sangat kesakitan batin saat bernostalgia memilih untuk menjelaskan. Tapi sebelum menjelaskan Kaizel tersenyum tipis ke arahnya. Ia sangat yakin arti itu.

"Mulai sekarang panggil aku Kaizel." Ucap Kaizel tiba-tiba.

"Tunggu, apa? Kau tau, beberapa bulan yang lalu kau mengatakan namamu adalah Kenzo. Lalu sekarang kau mengganti nama Kaizel? Tolong jelaskan apa maksud ini. Dan tiba-tiba Nathan mengatakan bahwa dirinya adalah teman lamamu yang bahkan berpura-pura tidak mengenal baik denganmu." Kate berucap panjang lebar memijat kepalanya.

"Tolong luruskan. Kepalaku tak secerdas dirimu." Lanjutnya.

"Kate. Suatu saat kau pasti akan mengetahui diriku sebenarnya. Aku hanya memberi satu kunci awal dari semuanya hanya dengan namaku." Kaizel menjelaskan.

"Kai. Kalau kau belum siap kumohon jangan teruskan." Nathan berbisik pelan memegang bahu Kaizel di sampingnya.

"Aku tau aku belum siap." Datarnya menarik nafas pelan.

"Tapi semua akar masalah dari masa lalu Kate, teroris, dan misi kemarin adalah aku." Kate yang mendengar namanya disebut langsung menegakkan kepalanya.

"Apa?"

"Aku yang sudah membunuh adikmu."

•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•^•

MY ELEMENTSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang