Rédemption -2-

1K 79 0
                                    

Happy reading! 💓

Don't forget to tap the star! ★★★♥

...

"Kau punya waktu?"

Karl menemukan tempat yang mungkin sudah menjadi basecamp Georgia. Sebuah kursi kayu yang panjang di antara dua lemari kayu yang tua dan berhadapan dengan jendela dapur. Di sana, Georgia tersenyum lebar saat Karl menyapanya ---Kau punya waktu?--- dengan sangat ramah. Georgia berdiri tegap meskipun sebenarnya ia tengah meleleh di hadapan Karl.

Karl: kemeja pendek dengan lengan sampai sikut, motif dedaunan dengan warna yang pudar, seperti hijau lumut, sisanya berwarna biru cerah, biru langit saat subuh. Celana denim pendek, sampai lutut. Rokok kreteknya yang harum, tak berhenti mengeluarkan asap abu-abu dan memudar, bergabung dengan molekul udara.

"Ya, aku baru saja selesai mencuci pakaian." Georgia menorehkan senyuman manis. Meskipun ia berpikir bahwa, tak apa lah Karl berubah kembali menjadi dingin dan kaku seperti biasanya, tapi buktinya, itu hanyalah kalimat pengobat luka. Kalimat yang menyampaikan kemungkinan buruk di samping kau sedang berharap sesuatu yang baik akan terjadi.

"Tempat yang indah itu?" Karl mengangkat kedua alisnya dengan seringaian kecil yang manis.

Georgia tertawa kecil, mengingat beberapa hari lalu ia tak mampu berjalan sampai tujuan. Georgia mengangguk mantap. Karl mengangkat bahunya, seakan-akan mengucapkan ---Ayo, tunjukkan!--- pada Georgia.

Georgia melepas rindu, dipandangnya mata Karl yang sudah terlanjur menjadi obat biusnya. Obat bius yang dalam sekejap akan membuat Georgia lupa pada sekelumit beban yang ia pikul di pundaknya. Beban yang bergumul dalam pikirannya dan membuat sakit kepala.

"Mungkin kau harus memakai boot?" Karl menyela lamunan Georgia.

"Ya, harus memakai boot." Georgia beringsut mendekat ke rak sepatu yang berada tak jauh dari lemari yang berada di dapur itu. Rak sepatu: sepatu boot milik Steve, Anna, Andreas dan Georgia. Georgia lekas melepaskan sepatu hak pendeknya. Dan segera memasangkan boot di kedua kakinya. Karl masih berdiri di sana, memperhatikan Georgia dengan tangan yang menyilang di depan dada bidangnya. Kamu bisa melihat belahan dada bidang Karl melalui kemeja yang dua kancingnya terbuka.

"Kau tidak akan pergi mengganti sepatumu?"

Karl menggeleng seraya tersenyum tipis. Ia memilih menggunakan kets-nya. Kets sama berwarna cream yang ia pakai beberapa hari lalu, ketika kaki Georgia menyerah dan memilih meluruskannya di bawah pohon Linden.

Karl menurunkan tubuhnya, berjongkok dihadapan Georgia yang masih sibuk dengan si boot. Karl membiarkan dirinya berjongkok dengan salah satu lututnya di atas lantai marmer untuk menopang tubuhnya.

"Ada apa?" Georgia bertanya. Mencurahkan rasa penasarannya.

"Tidak ada." Balasnya.

"Kau membuatku memakai sepatu ini dan kau sendiri tidak memakainya?"

"Tidak apa-apa." Singkat Karl.

Georgia tersenyum kecil dan mengangguk pelan. Tak lama setelah ia selesai memasangkan boots-nya, Georgia berdiri, Karl masih berjongkok dengan pose gagahnya. Georgia mengulurkan tangannya, Karl menyambutnya dengan cepat. Genggaman kuat dari tangan Karl, hampir saja membuat Georgia kehilangan kesadarannya.

"Siap?"

"Aku adalah seorang pejalan. Walker." Ucap Karl menyelipkan sebuah guyonan dari nama tengahnya. Georgia mengangkat tangannya, mengusap wajahnya ketika ia menertawakan guyonan Karl.

.
.
.

"Apa kita sebaiknya mengisi perut kita terlebih dahulu?" Karl memegang perutnya. Wajahnya berubah menjadi agak pucat. Nada yang ku dengar dari pertanyaannya, terdengar sedikit sensitif. Aku tahu, penyebabnya aku tahu.

"Baiklah, ayo."

Aku megajaknya untuk memasuki tempat makan yang berada tepat di seberang tempat parkir. Berjajar rapi sehingga membuat kami kalap dengan apa yang harus di makan. Karl pun memutuskan untuk menarik tanganku memasuki restoran makanan khas Mexico ketika aku hanya bisa berdiri di depan restoran junkfood menunggu Karl untuk menyetujui pilihanku.

Ku ulangi, Karl menarik tanganku. Ia mengernyitkan dahinya dengan kesal. Aku telah membuatnya kesal dengan saran burger keju dan kentang goreng. Karl bergegas menuju meja paling tersudut. Dua tanaman besar menghiasi sisi kiri dan kanan. Jendela besar membuat semua pelanggan dapat melihat ke luar restoran.

Pelayan datang, Karl memesan dua porsi Spicy Shrimp Tacos dan ia memesan teh tanpa gula. Ah, dia tak suka gula, aku hampir lupa. Selagi menunggu pesanan kami datang, Karl mengeluarkan kotak rokoknya dan mengambil satu batang rokok untuk ia nyalakan. Ia menyedot rokoknya perlahan. Alisnya bertaut ketika ia menghisap rokoknya, dan aku mengibaskan tanganku membawa asap rokoknya untuk tak mendekat ke wajahku.

Karl meletakkannya rokoknya di asbak. Ia mengeluarkan buku yang sangat kecil. Lebih kecil dari tangannya. Ia membukanya dan bertanya. "Apa kau membenci tunanganku?"

Pertanyaan itu. Kenapa aku tidak membayangkan bahwa pertanyaan itu akan datang seketika. Hari ini? Di restoran yang penuh dengan pria pemancing dengan topi koboi mereka dan celana pendek mereka?

"Tidak... aku hanya kesal kemarin. Maafkan aku."

"Kalau begitu, aku yang membuatmu kesal."

"Tidak... bukan. Aku kesal ketika tak ada hal apapun yang bisa ku lakukan untuk membantumu." Aku memangku daguku. Melirik ke arah jendela , dalam kata lain, aku sedang menghindari tatapan Karl padaku. Aku mengedarkan pandanganku mencari pertolongan. Tatapannya bisa membunuhku saat itu juga.

"Kau sangat baik." Tambah Karl yang mencoba mengakhiri obrolan menyebalkan mengenai Irina. Pelayan tadi kembali, dengan nampan berisi pesanan kami. Aku membantunya menyimpan makanan di atas meja. Karl tersenyum, ia tahu kebiasaanku. Membantu orang memindahkan makanan. Bahkan aku membantu ketika aku sedang memainkan peran pembeli.

"Jadi, kau sudah berhenti bekerja di sana?"

Aku mengucapkan terimakasihku terlebih dahulu pada pelayan, lalu melirik kembali ke arah Karl dan menatapnya yang sudah mulai menggerogoti makanannya dengan rakus. Baiklah, Tortilla itu terlihat enak. Udang pedas, dengan jagung, blueberry dan jalapenonya? Dan air limun itu, sungguh menggairahkan.

"Ya, aku selalu membayangkan kata-katamu."

"Ah, seperti itu. Baguslah aku mendukungmu." Makanan memenuhi mulutnya, Karl menghabiskannya lebih cepat dariku. Aku hanya baru memakan dua gigitan. Setelah makanannya habis, rokoknya pun habis dimakan udara. Karl menungguiku selesai sembari memandangi ke luar jendela. Ia memadamkan rokoknya karena ia tahu itu akan mengangguku.

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang