Have No Time, Sorry -3-

878 76 3
                                    

Happy Reading! 🍕
Jangan lupa tekan bintang, dan drag di mana saja untuk membubuhkan komentar kalian! 🍕♥♡♥

...

Malam itu aku sudah kembali ke rumahku. Mendengar kabar mengenai Karl di kolam tadi, membuatku merasa seperti, aku adalah seseorang yang tak berharga untuk diperjuangkan. Ingin kulenyapkan perasaanku pada Karl. Membunuh rasa aman, nyaman dan tenang yang selalu tercipta ketika aku berada tak jauh dari sampingnya. Membunuh bayangan indah yang kerap kali aku ciptakan melalui imajinasiku sebelum aku terlelap tidur dan menemuinya lagi keesokan paginya.

Hal yang akan menjadi sebuah kesulitan yang paling sulit adalah, membunuh rasa aman yang aku dapatkan ketika matanya menatap ke dalam mataku, ketika ia mengacak-acak rambutku. Berada di sampingnya, membuatku merasa aman dari duniaku sendiri.

Di sinilah aku sekarang, di rumahku, rumah Jordan dan Megan yang penuh dengan pria dan wanita yang memegang botol bir mereka. Aku mengembuskan napasku perlahan-lahan, bahuku luruh. Aku menatap pintu rumah dari kejauhan. Di sekitarku sudah cukup gelap, hanya cahaya malam dari rumah yang menerangi jalan. Sayup terdengar musik-musik metal yang diputar dari rumah. Ingin sekali aku kembali, tempat ini tidak aman.

"Georgia?" pekik seorang wanita berpenampilan gothic, teman Megan dan Jordan, dari tangga rumah. Ia mengangkat botol birnya ke arahku. Aku hanya tersenyum kecil dengan sebuah anggukan kecil. Setelahnya, aku mendelik kesal seraya memalingkan wajahku.

Aku memutuskan untuk masuk melalui pintu belakang. Aku berjalan menyusuri sisi samping rumah. Bau alkohol dan entah apa itu, menyeruak masuk ke indera penciumanku. Tajam dan pekat. "Astaga, apa yang sedang mereka lakukan." Ucapku bermonolog.

Aku lebih suka bau asap rokok yang Karl tiupkan di restoran Mexico itu, meskipun aku merasa terganggu olehnya. Atau ketika kami mengobrol dengan tenang di tepi kolam. Dan mungkin aku lebih suka wangi harum scotch yang Karl nikmati di malam pertama obrolan kami berjalan.

Pintu belakang tak dikunci, terbuka. Aku lekas memasuki rumah, melangkah mengendap-endap dan mengintip ke setiap ruangan. Orang-orang berpakaian hitam dan gothic, mereka gila malam itu. Serbuk putih disusun di atas meja, membentuk beberapa baris kecil, semua orang bergantian menghirupnya atau mungkin menyedotnya melalui hidung mereka, dibantu kertas keras yang digulung. Aku ketakutan, tak ada kemungkinan aman untuk bermalam di sini. Tapi jika aku kembali lagi ke rumah Karl, aku tak tahu apa yang harus kuceritakan.

"Hey, baby."

Aku terperanjat kaget ketika mendengar suara seseorang di belakangku. Mungkin saja ia membuntutiku. Napasku tercekat ketika derap langkahnya semakin mendekat ke arahku. Aku membalikkan tubuhku perlahan, bersikap layaknya tak ada yang perlu ditakutkan.

"Paman Matthew?" suaraku bergetar, aku tak bisa menyembunyikan ketakutanku.

Pria bernama Matthew itu mendesakku, ia mendorong tubuhku. Mengunci kedua tanganku di antara tubuhnya. Aku mengaduh keras kesakitan, ia membanting tubuhku ke dinding. Aku beringsut melindungi diriku dengan tenaga yang masih ku punya. Matthew dengan matanya yang teler menatapku dengan tatapan kejinya. Aroma alkohol yang tajam menyengat menusuk hidungku.

Ia memiringkan kepalanya dan kian mendekatkannya padaku. Aku tak bisa menandingi kekuatannya. Napasku tercekat dan aku berteriak sekencang mungkin seraya menjauhkan wajahku darinya. "Jordan! Jordan!"

Matthew merutuk kesal dan ia menamparku dengan kencang lalu menampar dirinya sendiri, untuk meninggalkan alibi. "Sial!"

Dia mengenyahkan kedua lengannya yang kuat dari tubuhku. Matanya sangat sangar dan ia benar-benar keji dan hina. Aku menangis ketakutan, aku langsung berlari, beringsut menjauh darinya. Namun aku menabrak Jordan dan beberapa temannya yang mulai datang berhamburan.

"J-Jordan, d-dia menyentuhku! Aku tak melakukan apa pun!" ucapku dengan suara yang ketakutan. Aku masih menangis, namun mereka hanya memandangiku dengan dingin seperti tak ada yang terjadi.

"Matt?" Jordan membuka suaranya.

"Jordan? Dia yang memintaku, jalang kecil ini memintaku untuk menyentuhnya!"

"Matt-"

Matthew meninju dada Jordan dengan penuh ancaman. Matthew meraih kerah kaus milik Jordan lalu berkata dengan penuh penekanan. "Ini balas budimu padaku? Setelah apa yang aku berikan padamu, Jordan?"

"Matthew...," Jordan kehilangan kata-katanya. Ia hanya pasrah dan ia sama sekali tak membelaku. Matthew terus membisikkannya sesuatu. Orang-orang yang berkerumun mulai menunjukkan seringaian yang menghina yang mereka tujukan padaku.

Matthew melepaskan tangannya dari kerah Jordan. Ia mundur dan menyilangkan tangannya dengan angkuh. Pamanku, Jordan, menarik tanganku tanpa kelembutan. Ia melepaskannya dengan kasar, membuatku mengaduh kesakitan. Jordan menatapku tajam dan kejam, ia menamparku berkali-kali sampai sudut bibirku terluka dan mengeluarkan darah.

Ia berhenti seiring darahku mulai mengucur dan menetes mengotori lantai rumah. Jordan memukul kepalaku seakan-akan ia tak mau lagi melihatku. Tak ada gurat wajah kasihan yang aku temukan di wajahnya. Jordan membuatku marah, ia membuatku membenci diriku sendiri yang berpikir untuk mulai membencinya.

Aku menatap Jordan, Matthew, dan orang-orang untuk terakhir kalinya. Aku berjalan mundur dengan menyedihkan, berjalan menjauh dari kerumunan dengan tangan menutupi wajahku. Orang-orang mulai membubarkan diri dan kembali menyibukkan dirinya di tengah-tengah hiburan yang mereka ciptakan.

.
.
.

"Georgia!" Anna meraih tubuhku dan merengkuh tubuhku dengan cemas. Anna mengusapi kepala dan punggungku, memastikan keadaanku.

Anna membawaku masuk, ia mendudukkan tubuhku di atas sofa. Aku memandangi Anna yang masih memastikan apakah diriku baik-baik saja. Ia memeriksa pakaianku, rambutku, sepatuku atau apa pun yang aku kenakan. Khususnya wajahku, Anna tak berani menyentuhnya. Anna hanya menangis lirih seraya menutup setengah wajahnya. Aku menangis melihat Anna menangisiku.

"Georgia," Anna kehabisan suara di akhir ucapannya. Tak lama, Steve dan semua orang berhamburan keluar dan perlahan berjalan ke arahku.

"Jangan ada yang tahu tentang ini... selain kalian." Ucapku lirih, di samping aku ingin mengatakan bahwa jangan sampai Karl tahu akan hal ini. Ini terlalu memalukan dan menyedihkan. Benar-benar sengsara. "Ku mohon."

"Ssshhh... tenang, G. Kau aman di sini, semuanya baik-baik saja." Lirih Steve padaku, aku terenyuh melihat kemurnian hatinya. "Andreas! Pastikan semuanya terkendali. Kunci semua pintu dan beritahu yang lainnya!"

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang