Bekerja, Mencinta -2-

1K 72 0
                                    

Happy reading!💌

Tap the star, S'il vous plaît! ★😊

...

Sebuah toko yang cukup besar menyediakan berbagai macam kebutuhan hidup untuk seorang peseni. Banyak terlihat beberapa jenis warna minyak, easel, canvas, setiap hal detail pun hadir, sehingga toko semakin menyempit dan menyempit meskipun semuanya tersusun dalam tumpukan atau timbunan yang rapi.

Si penjaga toko: pria tua bertubuh gempal dengan janggut putih yang sengaja ia ikat di ujung, kerutan timbul di seluruh wajah, kacamata yang bertengger di tulang hidung runcingnya, perut membuncit, rambut rontok, mata biru gelap dan topi baret sebagai salah satu ciri khas peseni.

"Siapa dia, Karl?" tanya Hubert.

Karl memalingkan pandangannya, terlihat Georgia sedang mencari-cari sesuatu yang bahkan belum ia tentukan apa yang akan ia beli.

"Hey, permisi," seorang pria menginterupsi Georgia di dekat rak buku gambar. Georgia tersenyum kecil seraya mempersilahkan pria asing itu.

"Aku baru melihatmu. Kali pertama, mungkin?" tanya pria itu, tak kehabisan bahan obrolan.

Georgia tergagap-gagap, karena siapa yang tak akan terpesona dengan pria asing itu? Hampir tidak mungkin jika wanita tak memujanya. Apalagi fitur wajahnya, terutama, mata cokelatnya yang tajam. "Y-ya, aku baru." Kekeh Georgia pelan seraya mengusap tengkuknya canggung.

Pria itu mengulurkan tangannya, senyum merekah sempurna di wajahnya. "George." Ucapnya memperkenalkan diri.

Georgia membelalak kaget tentu saja. Ia tertawa tak menyangka sembari menutup setengah wajahnya dengan tangannya. George mengerutkan keningnya bingung, tapi ia masih tersenyum dengan manisnya tanpa merasa tersinggung dengan tawa Georgia.

"George? Yang benar saja! Namaku Georgia!" ucap Georgia di tengah-tengah keramaian toko itu. George tersenyum lebar sembari menggelengkan kepalanya pelan, kemudian ia tertawa dengan lepas.

"Georgia. Baiklah, baiklah, senang bertemu denganmu." Sambung George.

Georgia mengangguk cepat. "Begitu pun aku. Seperti bertemu saudara jauh." Keduanya kembali tertawa bersama.

Sayup tawa mereka membuat Karl menolehkan kepalanya dan memanggil nama Georgia. Segera, gadis itu terlihat melanjutkan obrolan, atau mungkin tepatnya berpamitan karena Karl melihat keduanya melambaikan tangan. Georgia pun berlarian kecil menghampiri Karl.

"Dia sepupuku, Hubert." Lirih Karl pada si penjaga sekaligus pemilik toko, Hubert. Pria tua itu mengangguk paham sembari mengusap jenggotnya.

Georgia pun sampai, berdiri tepat di samping Karl. Karl tersenyum kecil lalu mengacak-acak rambut Georgia. "Apa yang kau temukan?" tanya Karl padanya.

Georgia menggeleng kecil. Ia memutar bola matanya, tampak bingung. "Aku belum memutuskannya, Karl. Bolehkah aku kembali melihat-lihat?"

Belum memutuskannya karena kau sibuk melayani orang asing, pikir Karl yang mengangkat tangannya perlahan, mengisyaratkan pada Georgia untuk menunggu.

Karl mengarahkan tangannya pada Hubert dengan santun. "Hubert Winter." Karl tersenyum sembari memperkenalkan Hubert pada Georgia.

Georgia tersenyum lebar sembari saling berjabat tangan dengan Hubert. "Georgia Whiteley."

"Ah, nama yang indah!" sahut Hubert, seketika mengingatkan Georgia pada George yang baru saja ia kenal.

"Terimakasih, Hubert. Senang bertemu denganmu!" Georgia tertawa kecil. Tak lama, Hubert pun mengatakan hal yang sama pada Georgia, seperti umumnya orang-orang yang baru saja berkenalan.

Tak lama dari itu, Georgia melirik ke arah Karl, seolah meminta izin kembali. Karl mengangguk pelan seraya menorehkan senyuman manisnya. Georgia pun berterimakasih pada Karl untuk itu sebelum akhirnya ia kembali berkeliling di toko tersebut.

.
.
.

"Apa aku terlalu banyak menghabiskan uang?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Apa aku terlalu banyak menghabiskan uang?"

Wajahnya murung sedih sembari memegangi easel barunya. Aku tertawa dengan keras di dalam hatiku. Georgia terlihat lucu sekali dengan wajah cemberutnya. Rambutnya terlihat mulai berantakan sesaat kami sampai di rumah. Andreas masih membantu kami, mengangkut perbelanjaan peralatan yang baru. Milikku, dan tentu saja milik Georgia.

"Aku tidak masalah selagi kau menikmatinya, Georgia." Ucapku, berharap dapat membuatnya sedikit tenang. Tapi ia masih setia dengan bibirnya yang mengerucut.

Georgia merapikan kemejanya sembari memegang erat easel-nya. Aku berjalan menghampirinya. Ku ambil easel tersebut dan aku mengacak-acak rambutnya. Ia tertawa kecil sembari berusaha menghentikanku. "Karl! Ya Tuhan, hentikan!" ia memekik senang. Dan aku berlarian ke sana ke mari ketika Georgia mengejarku bermaksud merangkai balas dendamnya.

"Karl!" pekiknya. Suaranya, seperti menghidupkan lagi ruang kerjaku. Seperti, sebuah udara baru yang belum pernah ada satu orang pun menghirupnya, meniupkannya kembali. Ia benar-benar murni.

Entah kenapa sesuatu di dalam hatiku seperti berdesir ketika melihatnya tertawa bahagia. Aku dan Georgia berhenti dengan napas yang terengah-engah dan senyum yang lebar. Aku menatap ke dalam matanya, berharap menemukan sebuah jawaban dari desiran hatiku. Tak ada, atau lebih tepatnya, jawabannya ada, tapi aku tak mengerti dengan jawabannya. Seperti samar namun itu terasa dengan jelas sekali.

"Bagaimana jika aku membuat quick sketch untukmu?"

"Dan sebaliknya?" Georgia menimpali dengan antusiasmenya. Karl tersenyum lebar dan mengacak kembali rambut Georgia.

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang