Let Me Know -4-

907 73 0
                                    

Happy Reading! 🍕
Jangan lupa tekan bintang, dan drag di mana saja untuk membubuhkan komentar kalian! 🍕♥♡♥

Selamat berbaper-baperan:')

...

"Tidak, Jordan! Aku tak mau kau melakukannya lagi." Megan memukuli tubuh Jordan dengan semampu tenaganya. Megan dikuasai amarahnya: kedua mata memerah menakutkan, gigi-gigi kuat yang menggertak, napas yang tertahan dan terputus-putus, jeritan-jeritan kecil. Namun Jordan tak menghiraukannya, malah sibuk dengan botol minumannya. Seperti bayi yang belum bisa lepas dari asi ibunya.

Jordan memutuskan untuk menangani Megan, menahan gerakan Megan yang menyerangnya bertubi-tubi. Megan menjerit, Jordan lekas menutup mulut Megan dengan kasar. "Kita akan lari dari sini, memulai kehidupan baru di North Auburn, benar?"

Megan mengucurkan airmatanya, urat-urat di pelipisnya menonjol. Menahan agar kepalanya tak meledak karena emosinya. Sorot matanya melampiaskan kebencian akan keangkuhan Jordan. Megan sudah terlampau muak akan suaminya sendiri. Jordan perlahan melepaskan tangannya, dan mengusapi kepala Megan dengan gesturnya yang terlihat seperti orang sakit.

"Kau keterlaluan, Jordan!"

"Kita bisa membuatnya bekerja kembali pada Mr. Rigsby dan mungkin pria gendut sialan itu akan mempekerjakannya pada malam hari. Dan jalang kecil itu akan menghasilkan banyak uang, benar?" Jordan beranjak, menegakkan tubuhnya yang awalnya condong ke arah Megan yang terduduk di salah satu kursi ruang makan.  Berjalan perlahan menuju kabinet dapur dan menyipitkan matanya, menerawang jauh melalui jendela dapur. "Dan aku akan membujuk pria kaya bernama Karl itu untuk memberhentikan Georgia dan memgembalikannya pada kita."

"Tak cukupkah kau memberinya derita dengan kematian Lawrence?" Megan mengetatkan rahangnya, berbicara dengan gertakan yang ia buat dari giginya. Jordan menolehkan kepalanya pada Megan seraya tertawa sumbang, seperti orang sakit yang tak pernah mendapatkan kepuasan akan kekejiannya.

"Sejak kapan kau berteman dengan malaikat, Megan-ku?" tanya Jordan sembari tertawa terbahak-bahak. Megan berlari menjauh menuju kamar kecil untuk memperbaiki riasannya dan mungkin untuk mencerna semua hal yang baru saja menimpanya.

Di sisi lain, Karl, Georgia dan Steve baru saja sampai di depan rumah Jordan dan Megan. Sore itu, Georgia terlihat sedikit berantakan: gaun hitam sebatas lututnya, riasan rambut apa adanya, tak pernah berlebihan. Apa yang terlihat berantakan dari dirinya adalah, pikiran dan hatinya. Steve berniat untuk menunggui Karl dan Georgia di dalam mobil, sembari membaca koran, beberapa jenis majalah atau bahkan buku tua yang sudah beratus-ratus kali ia tamatkan. Steve tersenyum dengan tulus dari dalam mobil, menatap punggung Karl dan Georgia, menyaksikan sedikit bagian dari perhatian Karl pada Georgia. Steve terenyuh melihat Karl yang memberikan jasnya untuk menutupi pundak Georgia, karena angin mulai bertiup kencang menjelang malam hari.

Sang pencipta perlahan mulai melukiskan beberapa garis semburat jingga dan merah mudanya di atas langit biru yang mejadi kanvasnya. Sentuhan sinar berwarna kekuningan yang silau dari balik awan putih mulai bergabung, menambah poin keindahan langit pada ujung sore itu.

"Sore yang indah." Gumam Karl.

Georgia tersenyum manis, keduanya berjalan berdampingan. Georgia bisa mendengar Karl yang bergumam lirih. Suara rendahnya yang indah, Georgia memejamkan matanya sekejap, berpikir bahwa Karl dan suasana senja adalah sebuah masterpiece yang sangat mengagumkan untuknya.

"Kau tahu, aku menikmatinya." Balas Georgia agak lama sejak Karl bergumam perihal cuaca yang indah.

"Aku tahu kita menikmatinya." Ucap Karl sembari terkekeh pelan di ujung kalimatnya, seolah mengoreksi apa yang Georgia ucapkan padanya. Keduanya bertatapan, masih berjalan bersamaan dan semakin mendekati halaman depan rumah. Keduanya melemparkan tawa ramah dan penuh kegembiraan. Georgia tersenyum kagum, menatap ke dalam mata Karl dan menangkap cahaya senja yang jatuh di sekitar wajahnya yang indah.

.
.
.

"Mungkin tubuhnya akan membusuk karena kanker seperti apa yang menimpa ibunya."

Megan menggebrak mejanya. Merasa benar-benar murka. Jordan yang semakin kelewatan membuat Megan tak tahan. Niat buruk Jordan menyebarkan energi negatif dengan cepat. Megan ingin sekali membunuh pria yang ada di hadapannya itu. "Diamlah, mereka datang!"

"Oh, ternyata kau ada di pihakku, Megan-ku."

Megan beringsut mendekat pada Jordan yang sudah terduduk manis di ruang makan. Mengacungkan telunjuknya tepat di depan mata Jordan. "Kau membunuhnya! Kau menembak Lawrence dengan senjata terkutukmu dan merampas semua uang pengobatannya!" Megan memukuli dada Jordan, semakin cepat dan keras.

"Jordan...,"

Georgia termangu-mangu, Jordan dan Megan baru saja membeberkan semuanya. Lawrence, ibu Georgia, ternyata Jordan lah yang menembaknya dengan senjatanya sendiri. Selain riwayat kanker yang menyerang Lawrence, itu bukanlah satu-satunya alasan kematian Lawrence. Jordan merampas semua uang yang telah Lawrence simpan jauh-jauh hari untuk pengobatan kankernya.

Jordan dan Megan terperangah, apalagi Megan yang merasa sangat bersalah pada Georgia karena telah mengorek lagi kepedihan masa lalu mereka. Georgia berdiri, di jarak yang cukup jauh. Bersama Karl yang siap melindunginya. Airmata Georgia mengalir kian deras, tak ada suara rintih yang bisa terdengar dari tangis perihnya. Di dalam ingatan Georgia, seseorang yang menembak ibunya, adalah pria jahat yang suka merampok, topeng hitam, baju dan semua penampilan dengan warna hitam yang dominan. Tak ada selintas  pemikiran bahwa itu adalah Jordan, pamannya sendiri.

"Jordan, ini kesempatan terakhirmu... ini sangat tanggung, kau tahu, kenapa tidak sekalian habisi saja ak-"

"Georgia!" sahut Karl tegas.

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang