Sacramento -3-

1.5K 99 0
                                    

Happy reading! 💓

Don't forget to tap the star! ★★★♥

...

Georgia terbangun di pukul enam pagi, sebetulnya, ia terbangun karena suara keras dari halaman belakang. Tepat di samping kamarnya. Georgia merengut kesal, kakinya masih terasa sakit. Tapi tidak lebih sakit dari hari sebelumnya. Georgia bangkit perlahan dari kasurnya. Menguap lebar dan mengucek matanya, menyesuaikan pandangan matanya yang masih samar.

Georgia tertatih bangkit dan menggapai gorden kamarnya. Di bawah, terlihat Karl, Kyle dan juga ayahnya, Keith Hartmann, melakukan beberapa latihan. Georgia baru tahu bahwa Karl dan Kyle menekuni dunia olahraga boxing. Atau entah apa pun namanya, yang Georgia tahu, itu adalah boxing. Dan itu menyeramkan, melihat pria tangguh berkeringat sembari saling memukul dengan keras, sangat menyeramkan pikirnya.

Entah kebetulan atau apa lah itu, Karl mendongakkan kepalanya ke jendela di mana Georgia sedang diam-diam mengintip mereka. Georgia, dengan langsung menutup kembali gorden kamar itu dan ia kehilangan keseimbangannya lalu terjatuh di atas lantai.

Georgia menahan jeritannya, ia merintih kesakitan sembari mengusap-usap kakinya.

"Ah... dasar bodoh. Kenapa kau harus menutup gordennya, Georgie!" ia mencebik pada dirinya sendiri.

.
.
.

"Kau sedang apa?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau sedang apa?"

Suaranya yang agak serak dan besar membuatku terperangah. Aku memutar tubuhku perlahan. Karl berdiri di batas pintu kamarku sembari menyandarkan punggungnya. Karl memakai pakaian yang dominan dengan warna hitam. Selalu warna hitam. Aku masih ingat ketika Anna memberitahuku warna favorit Karl. Jawabannya, hitam pekat dan bronze.

"Ah... aku sedang menyisir rambutku, Karl. A-ada apa?" aku berusaha tersenyum tanpa terlihat kaku. Meskipun sebenarnya, bibirku bergetar tak tahu malu.

"Kau berkaca tanpa melihat kaca?"

Baiklah, aku buruk dalam hal berbohong. Aku hanya sedang melamunkan paman dan bibiku di sana, Karl. Aku khawatir tentang sarapan mereka. Apa bibi bisa mencuci pakaian mereka sendiri, apa pekerjaan rumah sudah dikerjakan dengan baik. Aku hanya khawatir.

Karl mendengus dingin, "Apa kau bisa membantuku ?"

Aku mengangguk cepat. Karl menganggukkan kepalanya mengerti tanpa tersenyum sama sekali. Ah, betapa mahalnya senyum yang ia miliki. Irina sangat beruntung bisa menaklukan pria berhati batu ini.

"Aku akan berada di ruangan di sebelah perpustakaan dalam sepuluh menit. Kau bisa menyiapkan diri." Karl mengeluarkan tangannya dari sakunya dan lekas meninggalkan kamarku.

.
.
.

Sebuah ruangan yang cukup besar dengan dinding berupa bricks berwarna merah kecokelatan, dan beberapa bagian dinding yang dicat putih membuatku membelalakan mataku takjub

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sebuah ruangan yang cukup besar dengan dinding berupa bricks berwarna merah kecokelatan, dan beberapa bagian dinding yang dicat putih membuatku membelalakan mataku takjub. Sungguh sayang jika ruangan ini dibiarkan begitu saja. Ada beberapa single sofa yang masih tersisa dalam keadaan yang cukup bagus. Satu bingkai kayu yang sudah tua, dan sebuah patung dressmaking berwarna cokelat.

"Apa kau bisa duduk dan menjadi model agar aku bisa memotretmu?" ucap Karl seraya mengeluarkan kameranya yang ia lilitkan di salah satu tangannya.

Karl berjalan menuju kursi berwarna kuning mustard dan membenahi posisinya. Aku menyusulnya, berjalan pelan dan Karl mempersilahkanku untuk duduk.

"Untuk lukisan barumu?" tanyaku dengan hati-hati sembari memperhatikan satu per satu peralatan milik Karl selain kameranya.

Karl menggeleng cepat, "Tidak, aku butuh latar yang bagus. Oh ya, bisakah kau mengingat posisi tubuhmu waktu itu?"

"Oh y-ya, aku akan mengusahakannya." Ucapku cepat, tepat setelah Karl berbicara.

"Baiklah," Karl mulai mengarahkanku. Memintaku menoleh, menyamping, tersenyum kecil dan sebagainya. Meluruskan lengan, kaki dan apa pun yang dibutuhkan untuk mendapatkan hasil yang sempurna.

"Ah, aku harus mengganti warna rambutnya." Ucap Karl sedikit berkeluh.

Aku tertawa kecil, meskipun tawaku terkesan dibuat-buat, "Maaf, Karl. Anna memaksaku untuk mewarnainya." Aku sama sekali tak bergerak ketika berbicara. Aku takut membuat sebuah distorsi.

"Jika kau tak suka kenapa kau menuruti Anna?"

"S-sebenarnya aku mau...," kalimatku menggantung.

Karl menggelengkan kepalanya seraya tertawa dingin, "Kau,"

Kau? Aku? Kenapa, Karl?

Sejak hari itu, hari di mana Anna memintaku untuk pergi ke sini, Karl mulai sedikit jinak padaku. Syukurlah, itu membuatku merasa bahwa aku memiliki tempat yang lebih nyaman dan aman selain di rumah paman dan bibiku.

"Apa kakimu masih sakit?" sambung Karl.

"Mmm... sedikit," aku meniupkan napasku lembut. Napasku tersengal tatkala mendengar pertanyaannya. Sekejap saja bayangan hari itu, di mana paman menginjak-injak kaki ini, memenuhi pikiranku. Membuatku ingin mengucurkan airmataku detik ini juga.

"Kenapa tidak meminta Steve atau Anna untuk mengantarmu ke dokter?"

"Tidak... ku pikir ini akan sembuh dalam beberapa hari ke depan. Terimakasih sudah menanyakan itu, Karl."

"Atau... aku bisa memanggilkan dokter untukmu." Ucap Karl yang tengah sibuk memotret dan memeriksa foto terbaik yang mungkin sudah ia dapatkan.

"Tidak, tidak usah. Aku hanya perlu istirahat saja." Ucapku, kekeuh pada keinginanku.

"Memangnya... bagaimana bisa kau mendapatkan luka itu... dari kebiasaan tidur anehmu itu." Ucap Karl. Aku hanya tersenyum tipis.

"Baiklah, aku tak mau berlama-lama di ruangan ini. Aku sudah mendapatkannya. Terimakasih atas bantuanmu." Sambung Karl tanpa menuntut jawabanku atas pertanyaan terakhirnya.

"Ya, aku senang bisa membantumu, Karl." Aku mengangguk menghormatinya.

"Baguslah," Karl merapikan peralatannya, aku menghampirinya dan lekas membantu.

Tiba-tiba, ponsel Karl berdering dan ia segera mengangkatnya.

"Ya, Randy?"

"..."

"Oh, benarkah?"

"..."

"Ah... aku senang sekali mendengarnya. Sebenarnya, aku masih di Sacramento."

Kau senang sekali, Karl? Tapi wajahmu tidak mewakili perasaanmu. Astaga, kenapa kau sangat sulit tersenyum?

"..."

"Semuanya?"

"..."

"Baik, baguslah. Ya, aku akan mengusahakannya!"

"..."

"Ya, brandy atau scotch terdengar cocok!"

"..."

"Ya, sampai jumpa, Randy!"

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang