Those Brown Eyes -2-

2.4K 125 1
                                    

"Georgia, tolong antarkan dua cangkir teh ke ruang kerjaku. Segera."

Pria jangkung itu segera menaiki tangga dengan terburu-buru. Georgia lekas berlari kecil menuju dapur, menemui Anna dan menyampaikan bahwa ia harus mempesiapkan teh untuk Karl.

"Karl tidak suka gula, jangan pernah berani menambahkan gula meskipun setengah butir. Dan tambahkan gula tebu khusus untuk teh Irina." Ucap Anna memperingati sembari tersenyum ramah.

"Copy, Ma'am!" kekeh Georgia. Anna tersenyum simpul melihat kegesitan Georgia. Georgia mulai mengambil dua cangkir gelas dan mempersiapkan teh panasnya.

"Oh ya, tersenyumlah jika tunangan Karl melihatmu. Maksudku, memberi kontak mata padamu." Jari telunjuk Anna mengacung di udara, sebuah perintah sangat tersirat dengan jelas dan tegas.

"Oh ya... terimakasih atas nasihatmu, Anna." Georgia mengangguk pelan.

"Itu perintah, Georgie," ucap Anna. Georgia terkekeh-kekeh sembari sibuk menyiapkan tehnya. "Oh, ya aku hampir lupa. Irina, nama tunangan Karl adalah Irina Schwarz. Dia memang sedikit... arogan, tapi jangan tersinggung. Dia bisa jadi sangat baik suatu saat." Tambah Anna dengan hati-hati. Georgia pun mengangguk-anggukkan kepalanya pertanda paham.

.
.
.

"Karl, ayolah. Kau bisa lebih baik dari ini. Kau hanya memainkan kuas-kuas dan pensil kotor itu saja?"

Karl meniupkan napasnya malas seraya memutar matanya. Georgia bergerak cepat dan telaten, menyimpan dua cangkir teh dengan beberapa toples biskuit yang bervariasi. Irina melirik Georgia datar, Georgia mendapati Irina yang menatapnya. Georgia segera membungkukkan kepalanya sopan dan tersenyum seramah mungkin.

"Kau masih muda sekali. Siapa namamu?" tanya Irina tiba-tiba.

"Oh, hm, Georgia," Georgia tersenyum kaku dengan sedikit ketakutan yang bergetar di tangannya. "Namaku Georgia Whiteley."

"Kau sudah selesai, pergilah." Perintah Karl dengan datar.

Tangan Karl terlihat lihai dalam memainkan kuas-kuasnya. Celemek yang penuh dengan coretan cat minyak yang berwarna-warni, tersemat di tubuh atletisnya. Lengan kemeja ia lipat sampai sikut tangannya. Georgia tak habis pikir, bagaimana bisa Irina menolak seorang pria sempurna seperti Karl. Irina masih saja mendorong Karl untuk menjadi seseorang yang seperti diinginkannya.

"Georgia? Kau masih di sana?" Karl memperingati---merasa sedikit tak nyaman atas kehadiran Georgia.

Alis Georgia terangkat kaget. "Oh y-ya, maaf. Selamat menikmati teh kalian." Georgia berjalan mundur, lalu perlahan menutup pintu studio Karl sehening mungkin. Kemudian ia hilang dari ruangan itu.

Irina memainkan rambut cokelat gelapnya. Bibir merah menantangnya terlihat sangat kontras dengan gaun pendeknya yang berwarna hitam. Karl masih sibuk menekuri kanvasnya.

"Aku ingin membuat pesta kita semegah mungkin." Ucap Irina lembut.

"Sayang, ku rasa di halaman rumahku pun sudah cukup." Karl memutar bola matanya, selalu merasa malas dan bosan ketika Irina mengangkat topik pernikahan.

"Aku ingin pesta meriah." Tegas Irina.

"Tidak. Cukup berdansa di atas rerumputan, itu sudah cukup." Karl mencoba mempertahankan kesederhanaannya.

Irina berkeluh kesah, "Ahh... kau selalu tak punya gairah. Selalu merasa semuanya sudah cukup."

"Irina, ini bukan soal gairah. Tak peduli seberapa banyak dolar yang kau miliki. Aku hanya ingin pernikahan yang sederhana."

"Baiklah baiklah... jangan membahas ini." Pungkas Irina menyudahi topik tersebut.

Karl mengangguk-anggukan kepalanya. Irina beranjak dari sebuah kursi pahat yang mewah, berjalan melenggak-lenggok dengan anggun menghampiri Karl. Irina melingkarkan tangannya di pinggang Karl. Menjatuhkan dagunya di atas bahu kanan Karl.

"Kau banyak melamun." Lirih Irina.

Karl menolehkan kepalanya, bergerak mengecup bibir tunangannya mesra. Irina mengusap-usap lengan Karl dengan lembut. Irina tersenyum anggun sembari merapikan tatanan rambut Karl yang klimis.

"Aku harus terbang ke Paris. Aku diundang untuk minggu mode di sana."

"Ya... tentu, jangan terlalu lama." Ucap Karl, terdengar sedikit manja.

"Kalaupun itu hanya satu malam, tetap saja aku tak bisa mencuri waktu lebih lama untuk menemuimu." Kekeh Irina.

"Ya.. Aku mengerti, wanita karir." Ucap Karl seraya tertawa kecil. Irina pun tersenyum lebar kemudian tertawa pelan.

.
.
.

"Anna, mana Georgia?" tanya Karl yang tengah menuruni anak tangga.

"Hey, Karl. Mm... dia sedang menuju ke sini. Mungkin sepuluh menit lagi dia sampai." Balas Anna sembari memotong sayurannya dengan cepat.

Karl menuju dapur menghampiri Anna. Karl mengecup pipi Anna dengan manis. Seorang Anna memang sudah dianggap oleh Karl juga Kyle sebagai ibu kedua bagi mereka. Kesibukan ayah dan ibu mereka menjadi salah satu dari bermacam alasan.

"Aprikot?" tanya Karl seraya berputar-putar di sekeliling dapur mencari keberadaan aprikot.

"Ada di lemari pendingin." Ucap Anna menunjukkan pisaunya ke arah lemari pendingin.

"Ah, pantas saja." Karl segera berlari kecil menuju lemari pendingin. "Aku kembali bekerja!" pekik Karl yang sudah berlari menaiki tangga. Anna tersenyum seraya menggeleng pelan.
Karl maupun Kyle akan selalu bertingkah seperti anak kecil di hadapannya. Namun sebaliknya, di depan wanita mereka, kedua pria Hartmann itu akan membusungkan dadanya dengan dingin dan penuh karisma.

.
.
.

Karl melirik ke arah halaman depan melalui jendelanya untuk sekejap

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Karl melirik ke arah halaman depan melalui jendelanya untuk sekejap. Namun Karl segera memandangi ke luar jendela dengan tajam tatkala ujung matanya memicing mendapati sosok Georgia. Georgia Whiteley, menggunakan topinya, dan sebuah tas selendang kecil tersemat di pundaknya. Georgia berjalan menyusuri halaman yang penuh dengan bunga Hydrangea. Georgia memutar tubuhnya, lalu melambaikan tangannya untuk seorang pria di seberang sana. Georgia tersenyum ayu, pria itu mengangkat topi cokelatnya yang sedikit usang sembari melempar senyum pada Georgia.

Karl tersenyum, terkekeh kecil dengan sedikit kesan merendahkan.

...

Tbc
Edited: Kamis, 21 Juni '18

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang