Have No Time, Sorry -2-

903 76 2
                                    

Happy Reading! 🍕
Jangan lupa tekan bintang, dan drag di mana saja untuk membubuhkan komentar kalian! 🍕♥♡♥

...

Sacramento, CA.

Kyle Wiener Hartmann menyalakan lampu kamarnya. Cahaya temaram menemaninya di tengah kesunyian malam yang dingin dan membekukan. Karl, tanpa mengetuk pintu, melenggang memasuki kamar Kyle yang gelap. Karl melihat adiknya membakar rokoknya, ia terkekeh pelan. Kyle menyadari kehadiran Karl, ia segera meliriknya sekilas lalu kembali menyedot rokoknya. Kyle tak menghiraukan bahwa Karl bisa saja melaporkannya pada sang mama, karena ia berani merokok di tempat tidur.

Karl melangkah maju menuju tempat tidur Kyle, di mana adiknya tersebut duduk menyendiri sembari memandangi ke arah jendela.

"Apa maksudmu dengan... kedatangan seseorang yang baru, Kyle?"

Kyle berdesis, ia melemparkan senyum dingin untuk kakaknya. Karl menggeleng pelan dan samar. "Kyle, ini kehidupanku."

"Dan aku adalah adikmu, Karl. Aku saudaramu yang ingin melihatmu hidup bahagia dengan wanita yang paling tepat."

"Kau berlebihan, Kyle." Karl menggeleng-gelengkan kepalanya pelan.

Kyle memutar bola matanya malas seraya berdecak kesal. Kyle mematikan rokoknya, menghancurkan ujung rokoknya yang masih utuh di atas asbak. "Ya, dan kau bodoh karena mengajak anak kecil memulai perdebatan tentang pernikahan. pergilah, Karl. Aku ingin tidur."

"Kyle, aku mempertimbangkan semua ucapanmu malam kemarin."

"Lalu bicaralah padaku tentang keputusan akhirnya. Tak ada pembelaan dan pencitraan mengenai wanita itu." Pungkas Kyle yang kemudian melepas kausnya dan segera membenamkan dirinya di balik selimut.

"Sebenci itukah kau padanya?"

Kyle tak menanggapinya. Ia sudah membelakangi Karl dan berpura-pura tidak mendengar kakaknya. Karl mendesah pelan sambil beranjak dari ranjang. Karl mematikan lampu yang berdiri di atas stand di samping ranjang. "Selamat malam, adikku yang tercantik." Karl mengacak-acak rambut panjang Kyle yang tergerai bebas di atas bantalnya.

.
.
.

Arden-Arcade, CA.

Steve, Anna, Andreas juga Marcel tak menyia-nyiakan hari yang cerah hanya untuk menghabiskan waktu di dalam rumah bergelut dengan aktivitas masing-masing.  Anna membuat limun dan beberapa kudapan ringan yang lezat. Berjemur di bawah sinar matahari, berenang bersama menyegarkan tubuh, membaca buku tua dengan bau khasnya.

Anna melambaikan tangannya pada Georgia yang tengah berjalan, bermaksud untuk menghampiri dan bergabung dengan mereka. Georgia tersenyum lebar, meskipun suasana hatinya cukup kosong dengan ketidakhadiran Karl di sana. "Siang!" sapa Georgia.

"Hey, G!" ucap Steve bersahabat. Andreas melambaikan tangannya pada Georgia.

Georgia mendudukkan dirinya di tepi kolam, di mana Andreas sedang berendam bersama Steve. Georgia memasukkan kedua kakinya ke dalam air. "Hm, apa ada kabar dari Karl?" tanya Georgia hati-hati. Sontak mereka menolehkan wajah mereka ke arah Georgia. Bahkan Anna sampai membangkitkan dirinya perlahan.

"M-maksudku, aku, hanya sekedar bertanya." Georgia berucap lirih dan terdengar sedikit canggung. "Aku menunggu Karl untuk melihat gambarku." Sambung Georgia ketika wajah Andreas cenderung terlihat seperti sedikit risih dan curiga. Georgia mengulum bibirnya dengan canggung. Andreas melirik Anna dengan perlahan, seolah keduanya saling berbicara melalui tatapan mereka.

"Mereka, maksudku, para Hartmann dan keluarga Irina mulai sibuk untuk mempersiapkan pernikahan Karl dan Irina." Jelas Steve, dengan ekspresi wajah yang sulit diartikan oleh Georgia.

Georgia terkekeh kecil sembari menunjukkan senyum tipis. Hatinya, tentu saja menjadi kacau balau saat itu. Georgia merenung sejenak, memikirkan ulang kedekatannya dengan Karl. Semua sikap manis, bahkan sikap dingin Karl yang misterius, hampir membuatnya lupa bahwa Karl dan Irina sudah benar-benar terikat dalam status pertunangan mereka. Yang artinya, Georgia harus menata kembali perasaannya untuk Karl. Serapi dan secepat mungkin.

Semua orang terdiam, bergeming tanpa mengeluarkan suara sekecil apa pun. Anna menundukkan kepalanya, ia jelas sedih, hanya Anna yang benar-benar tahu bagaimana kedekatan Karl dan Georgia. Anna mendengung pelan, mempersiapkan kalimatnya. Georgia masih termenung memikirkan sesuatu yang berputar di pikirannya. "Georgia, bagaimana kalau kita segera menyiapkan makan siang?"

Georgia berdiri dengan perlahan, ia mengangguk-angguk setuju pada saran Anna. "Y-ya, aku akan membantumu, Anna." Mata Georgia berkabut tebal, ia menutupi wajahnya sekejap untuk menjaga suasana yang ia rasa telah kacau karena pertanyaan bodohnya. Ia mendongakkan kepalanya ke arah langit, menahan agar airmata tak mengucur dari pelupuk matanya.

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang