Sacramento -4-

1.5K 104 4
                                    

Happy reading! 💓

Don't forget to tap the star! ★★★

...

Di salah satu ruang makan yang ada di mansion house milik Hartmann, semua orang berkumpul bersama dan saling bertukar cerita. Selepas makan malam kemarin, Gertrude dan Juliet Hartmann sudah kembali ke rumah mereka yang berjarak tak jauh dari mansion Keith Hartmann.

Begitu pula Keira yang harus menyelesaikan pekerjaannya, dan keluarga Noelle yang harus kembali ke Crescent City. Hanya tersisa Keith, Elsa, kedua pewaris mereka, Anna, Steve, Georgia dan suami dari Keira yang juga merupakan sahabat Keith Hartmann---Flynn Summerlee.

"Ma, aku akan kembali ke rumahku. Randolph dan beberapa kawanku akan berkunjung." Ucap Karl di sela-sela sarapan.

Elsa mengerutkan keningnya kaget sekaligus sedih, "Apa itu memang mendadak?"

"Hm, tidak. Lagipula, aku sudah merindukan mereka." Karl tersenyum tipis.

"Baiklah. Oh ya, apa Irina sudah mengabarimu?"

Karl berhenti mengunyah makanannya. Ia hanya memandangi ibunya dengan ekspresi datar. Kemudian ia menggeleng lemah. Elsa mengembuskan napas berat seraya memandangi puteranya yang bersedih hati.

"Ma," ucap Kyle bermanja ria pada Elsa.

"Ya, Kyle?"

Kyle menunjukkan sebuah karet gelang. Kyle pun langsung menggeser kursinya mendekat pada sang mama. Elsa dengan telatennya membantu Kyle mengikat rambut panjangnya. Singkat dan rapi. Kyle tersenyum lebar menunjukkan kepuasannya. Kyle mengecup pipi sang mama dengan manis tanda terimakasihnya.
Semua orang tersenyum dan terkekeh-kekeh melihat tingkah Kyle yang kekanak-kanakan.

"Georgia, bisakah kau menemaniku? Pulang lebih awal?" sambung Karl dengan topiknya.

Sontak Georgia menolehkan wajahnya dengan ekspresi terkejut. "Pulang lebih awal?"

Karl mengedikkan dagunya seraya berdehem pelan mengiyakan.

"Y-ya, tentu saja, Karl."

"Kita akan pergi tepat pukul satu siang. Karena aku sudah memperhitungkan lama perjalanan."

"Lalu, Georgia tidak bisa pergi dengan kami?" tanya Kyle seraya mengerucutkan bibirnya sedih.

Semua orang menatap Karl dan Georgia bergantian. "P-pergi?" tanya Georgia sedikit kebingungan.

"Ya, semua orang tahu kita akan pergi ke San Francisco, bukan?"

"Tidak, Georgia sedang tidak fit." Ucap Karl dingin. Anna tersenyum kecil sembari menikmati makanannya.

"Tak apa. Kita bisa pergi bersama-sama lain kali." Pungkas Keith. Semua orang pun mengangguk setuju lalu melanjutkan sarapan mereka.

.
.
.

Arden-Arcade, CA.

Beberapa orang teman Karl berkunjung. Memang sudah menjadi tradisi, mereka rutin mengunjungi rumah Karl. Atau tak menutup kemungkinan, setiap bulan atau minggunya, masing-masing rumah pasti harus siap untuk dikunjungi. Dan dibuat berantakan.

Georgie membuka pintu dan tersenyum kepada mereka. Tiba-tiba salah seorang teman perempuan Karl membelalak dan terhenyak kaget.

"Woah, ku pikir Anna berubah menjadi sangat muda!" ucapnya, semua orang pun tertawa kecil.

Georgia mempersilahkan mereka untuk masuk, "Selamat siang!" Sapa Georgia ramah.

Semua orang mengaitkan mantel mereka di tangan Georgia. Georgia tersenyum dengan manis sembari merapikan mantel mereka di sebuah coat rack. Keenam teman Karl langsung berjalan menaiki tangga menuju studio sembari berbincang-bincang singkat. Sebelum itu, salah satu dari mereka yang bernama Randolph, menanyakan keberadaan Anna. Dan Georgia mengatakan padanya bahwa Anna masih berada di Sacramento.

"Oh, begitu... baiklah, terimakasih," Randolph berlari kecil menyusul temannya, tapi ia memutar badannya dalam sekejap, "oh, dan kau adalah?"

"Georgia, namaku Georgia." Ucap Georgia seraya tersenyum ramah. Randolph pun mengacungkan jempolnya sembari tersenyum manis.

.
.
.

Di pertengahan malam, kelima sahabat itu masih saja berbincang ditemani beberapa anggur andalan Karl, juga tak lupa, scotch. Keenam teman Karl sudah memutuskan untuk terlelap di atas couch sementara sisanya sudah berdisiplin, memilih tidur di kamar tamu atau bahkan ada yang sengaja menarik sofa untuk bisa tidur di studio Karl.

Sebuah lagu mengalun berderai nada yang melankolis. Tenang dan merdu. Mengundang jiwa yang sepi untuk menyendiri dan merenungkan diri.

Karl mencuri perhatian Georgia yang sedang berjalan. Bermaksud untuk merapikan sisa-sisa makanan dan beberapa minuman, Georgia mendapati sosok Karl di samping kolam renang dengan botol scotch-nya.

Georgia yang hendak memindahkan seluruh piring kotor ke nampannya, tiba-tiba tertunduk khawatir. Hatinya tergerak untuk menemani Karl di sana. Ia memilih untuk membersihkan mejanya terlebih dahulu sebelum akhirnya berjalan perlahan menghampiri Karl.

Georgia mendudukkan tubuhnya di samping Karl. Sembari memasukkan kedua kakinya ke dalam air, persis seperti yang dilakukan oleh Karl. Georgia menyapanya dengan lembut.
"Hai," Karl menoleh dan tersenyum kecil.

Hening... hanya nada minor yang terdengar sayup-sayup yang meramaikan keheningan.

"Hei... kau masih terjaga?" tanya Karl ramah.

Matanya sudah memerah dan bau alkohol menyengat dari mulutnya. Georgia mengerutkan dahinya mencium bau tersebut. "Anna pasti akan marah melihatmu seperti ini." Ucap Georgia.

Karl tertawa pelan sembari menggoyangkan gelasnya. "Justru itu sebabnya. Anna kan masih di Sacramento."

"Ah... aku mengerti." Ucap Georgia seraya tertawa kecil dan mengangguk pelan.

Georgia mengangkat kakinya dari air, hendak meninggalkan Karl namun Karl menahannya agar tak pergi.

"Tunggu, Georgia. Apa kau bisa menemaniku... sampai tetes terakhir?" Karl mengedikkan gelasnya.

Georgia terkekeh kecil, "Baiklah." Georgia kembali pada posisi awalnya.

Karl mendongakkan kepalanya menatap jauh ke arah langit yang membiru gelap. Beberapa bintang terlihat berkilau terang. Semilir angin malam sedikit membekukan kulit Georgia. Lain halnya dengan Karl yang sudah terbiasa dengan angin malam.

"Kau menghabiskan itu sendiri, Karl?"

Karl menoleh ketika Georgia melemparkan pertanyaannya. "Oh, ya."

"Pamanku seorang pemabuk berat. Bibiku seorang perokok berat. Mereka semakin menua setiap harinya. Sering sekali bersakit-sakitan sampai aku kewalahan mengurusi kesehatan mereka... tetapi sayangnya, mereka tak mau berhenti."

Karl memandangi Georgia lekat. Menyaksikan kecantikan Georgia yang tak akan berkurang meskipun dilihat di antara cahaya malam. Rambut-rambut kecil berterbangan terbawa angin sementara Georgia sibuk menyaksikan langit malam.

Karl baru menyadari bahwa Georgia secantik itu. Mata hijau, rambut pirangnya sudah hilang. Ia menggantinya dengan warna cokelat yang memang lebih cocok untuk Georgia. Bulu mata lentiknya, mengingatkan Karl pada Irina. Alis yang tebal dan tegas. Mereka mempunyai itu, pikir Karl.

"Jadi... apa kau baik-baik saja... maksudku, tinggal bersama mereka?"

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang