Let Me Know -5-

849 72 0
                                    

Happy Reading! 🍕
Jangan lupa tekan bintang, dan drag di mana saja untuk membubuhkan komentar kalian! 🍕♥♡♥

Turn on the music!

...

Jordan terdiam memaku di kursi kayunya. Megan masih menangis dengan hati yang meletup-letup.Karl mengerutkan dahi dan menautkan alisnya penuh kemarahan. Pundaknya naik turun, tak sabar ingin menghabisi Jordan. "Serahkan dirimu, Jordan." Karl, perlahan bergerak menyembunyikan tangannya di balik jas hitamnya.

Jordan, perlahan meraih sesuatu yang tersembunyi di balik meja makan. Sebuah pistol dengan enam peluru yang satu persatu berputar, atau mereka biasa menyebutnya revolver. Keheningan di ruangan itu kian menyergap. Dua pria saling bertatapan, saling menaruh curiga. Rahang mereka mengetat tak sabaran.

Dan akhirnya, Karl mengeluarkan dompet dari belakangnya. "Ini... ambil semua yang kau butuhkan." Karl melemparkan dompetnya ke sembarang arah dengan penuh amarah.

Jordan terlihat agak tenang, meluruhkan pundaknya dengan samar. Karena ia sempat berpikir bahwa Karl juga mengantongi senjata apinya. Namun, pikiran jahat masih saja menyerangnya, Jordan menarik revolvernya, dan mengarahkannya pada Georgia yang berada di kejauhannya. Jordan yang merasa sedikit terhina dengan ulah Karl barusan, bersiap untuk menarik pelatuknya.

Megan menjerit-jerit ketakutan, Georgia membelalakan matanya kaget, tak kurang ketakutan dari Megan. Karl, lekas memajukan tubuhnya, menghalangi dan menyembunyikan Georgia di belakang tubuhnya. Karl meraih tangan Georgia dan menggenggamnya dengan erat berusaha melindunginya. Georgia mengumpulkan kedua tangannya bersama dan mengeratkannya pada salah satu tangan Karl.

"Kau pikir kita semata-mata akan makan malam... saja?" tanya Jordan dengan nada bicara yang menyebalkan.

Megan menggelengkan kepalanya frustasi. "Jordan! Jordan, ku mohon hentikan!"

"Kau bilang tadi, kau ada di pihakku, Megan!"

"Tidak, tidak! Georgia, aku tak mengatakan itu!" pekik Megan yang ketakutan setengah mati.

"Jordan, singkirkan itu, jauhkan jarimu dari pelatuknya. Kau tahu, aku yakin kau adalah pria yang baik, Jordan."

"Oh, terimakasih, Hartmann. aku terharu mendengar pujianmu." Ucap Jordan mendayu-dayu, dan sekarang ia terdengar seperti seorang psikopat.

"Aku memaafkan kalian, ku mohon. Hentikan semua ini, Jordan."

"Diam!" Jordan memalingkan arah senjatanya dan menutup kedua telinganya menggunakan tangannya. Mulut revolver mengarah ke atap rumah seiring Jordan bersikap dramatis seperti itu.

"Jordan, hentikan semua kegilaan ini. aku tak tahan lagi denganmu!" pekik Megan.

Jordan memejamkan matanya perlahan, masih menutupi kedua sisi telinganya. Pelatuk siap ditarik, sebuah nyawa siap diterkam. Megan berjalan mendekatinya, Jordan menggeleng-gelengkan kepalanya untuk entah apa yang ada di dalam pikirannya. Megan merampas tangan Jordan. "Lari, Georgia!" Megan menarik pelatuknya, suara tembakan pun terdengar. Tembakan yang Megan arahkan tepat di perutnya, sehingga darah membeludak dari perutnya.

Georgia menjerit histeris, Karl meraih tubuhnya dan merengkuhnya dengan cepat. Keduanya berjalan mundur dengan perlahan, dipenuhi ketakutan dan waspada. Karl sempat kesusahan untuk membujuk Georgia pergi secepat mungkin, Georgia beringsut ke arah Megan, ingin meraih tubuh Megan yang bersimbah darah. Namun untungnya, Karl dengan cepat melingkarkan tangannya di tubuh Georgia, mendekapnya dan membawa Georgia pergi dari sana. Sementara, Jordan meneriakan nama Megan, Megan dan Megan dengan sejuta penyesalan di dalam hatinya. Jordan menangis, meraba-raba tubuh Megan yang sekarang tergeletak di atas lantai, dipenuhi darah.

.
.
.

Steve lekas bergerak sesaat setelah suara tembakan terdengar, ia segera meraih senjata yang ia simpan di dashboard mobil. Steve membuka jendela mobil, mengeceng pistolnya ke arah rumah tersebut. Beberapa tetangga berhamburan keluar, salah seorang dari mereka mulai mengeluarkan ponselnya dan membuat panggilan darurat, tetapi dua orang lagi dari mereka, sepasang pecinta di usia lansia dengan kacamata mereka, hanya bisa menjulurkan leher mereka mencari tahu meskipun mereka sebenarnya ketakutan setengah mati. Steve berteriak pada mereka, agar mereka menjauh dan tetap waspada, apalagi jika sampai berani untuk menginjakkan kaki mereka ke dalam rumah itu.

Steve memicingkan mata, menajamkan penglihatannya. Steve menghitung mundur di dalam hatinya, dan tak lama kemudian, Karl dan Georgia muncul dari balik pintu, berlari dengan kecepatan lebih menuju mobil. Steve menyimpan pistolnya dengan cepat dan lekas berlari ke luar untuk membukakan pintu mobil.

"Steve, panggil polisi!"

"Masuklah, masuk!" teriak Steve dengan penuh kesigapan. Lalu Karl membawa tubuh Georgia memasuki mobil, ia masuk ke dalam mobil setelahnya.

...
Tbc

THROUGH THE WINDOWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang