Dika Andrean

14.5K 914 746
                                    

"Dik!"

Orang yang memiliki nama Dika itu hanya mendengus kesal. "Apaan?"

"Dipanggil nyokap tuh," ucap Deka.

"Ntar, ntar, gue masih sibuk." Dika sama sekali tidak menatap lawan bicaranya.

"Buru nyet, buruuuu!" Deka mendekat ke arah Dika yang sedang menyantap martabak kesukaannya.

Deka langsung menarik paksa piring yang berisi martabak itu.

Dika menatap kembarannya itu dengan ekspresi tak sukanya. "Apaan sih! Balikin martabak gue."

"Gak! Lo temuin nyokap dulu." Deka berbalik arah ingin keluar dari kamar Dika.

"Balikin martabak gue, monyet!" Dika melihat Deka yang tiba-tiba saja berhenti. Kemudian kembarannya itu berbalik untuk melihat Dika.

"Gue abang lo, bege! Bukan monyet lo. Lagian nih kalo gue monyet, lo siapa dong? Adeknya monyet?" Deka tertawa penuh kemenangan sambil menaikkan sebelah alisnya menatap Dika.

"Gue sama lo itu lahirannya cuma beda dua menit doang, terus gue harus manggil lo abang?" balas Dika dengan senyum sinisnya.

"Serah lo deh."

Deka meninggalkan kamar kembarannya itu sambil membawa martabak Dika.

"Gar, martabak gue!" teriak Dika.

"Bodo! Gak denger," balas Deka dari luar kamar Dika.

Kemudian Dika menyusul Deka dengan perasaan kesal. "Mati lo, nyet! Mati lo," umpat Dika sambil terus berjalan cepat menyusul kembarannya itu.

Sesampainya Dika di dapur, ia sudah melihat Deka duduk di meja makan sambil menyantap martabaknya tadi.

"Siapa yang ngizinin lo makan martabak gue?" Dika menarik paksa piring martabak itu serta potongan martabak yang berada di tangan Deka.

"Dika, jaga omongan kamu," tegur Rizka - Mama Dika dan Deka.

Deka menatap Dika dengan tatapan cengo-nya. "Tega banget lo ngambil yang dari tangan gue."

"Emang gue peduli?" Dika mendudukkan dirinya di samping Deka dan melanjutkan makannya.

"Deka! Ini sudah surat panggilan ke delapan di semester ini. Kerjaan kamu bolos sekolah terus. Ayah malu terus-terusan datengin surat panggilan bolos kamu," kata Dafa - Ayah Dika dan Deka yang sedari tadi diam, kini angkat bicara.

"Deka juga malu Yah," balas Deka asal.

Sedangkan Dika sudah menahan tawanya. "Kalo lo sekolah di tempat gue, lo udah auto di drop out dari sekolah."

"Dika! Kamu jangan ketawa-ketawa gitu, kemarin kamu juga bolos pas pelajaran kedua 'kan? Kamu ke mana? Bolos buat beli martabak lagi?" Tanya Rizka sambil menatap tajam Dika.

"Mampus! Alasan bolos lo gak elit banget," balas Deka sambil tertawa mengejek.

Dika tidak menggubris ucapan Deka. "Laper Ma, di kantin gak ada jual martabak." Dika mengerucutkan bibirnya.

Deka menatap Dika dengan ekspresi jijinya. "Muka lo!"

Dafa berdehem. "Ayah mau ini surat panggilan yang terakhir dari sekolah kamu, Deka." Kemudian Dafa mengalihkan pandangannya ke arah Dika, "dan kamu Dika, jangan taunya cuma martabak terus, masih banyak makanan yang lain."

***

"DIKA ANDREAN!"

"Mampus gue," umpat Dika.

Dika langsung berbalik badan dan menampilkan cengiran khasnya kepada guru BK yang memiliki badan lebar dan mendapat julukan si rambut api itu. Memiliki rambut yang dicat berwarna pirang dan apabila terkena sinar matahari akan seperti api yang berjalan. Itulah yang selalu Dika katakan.

"Eh, ada Bu Nelsen yang cantiknya gak ketulungan nih," cengir Dika sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Bagus kali ya, ini udah jam 8.31! Terus kau masuk sekolah jam segini? Kau kira ini sekolah opung kau, ha?!" Bentak Bu Nelsen dengan logat bataknya.

Tidak seperti biasanya, kali ini Dika berusaha untuk menahan tawanya agar tidak pecah, karna kalo saja ia melawan atau menertawai gurunya itu, maka poin catatan hitamnya di BK akan bertambah.

"Maaf dong, Bu. Tadi saya nganterin abang saya dulu kesekolahannya, terus tadi di jalan macet parah Bu, sumpah Bu," ucap Dika dengan muka memelasnya.

Guru dengan rotan panjang yang selalu berada di tangannya, sudah memasang ancang-ancang untuk menghukum murid kesayangannya itu. Tetapi dengan sigap Dika segera melarikan diri dari amukan Bu nelsen.

"DIKA SAYANG BU NELSEN, MUAH!"

***

Kafe bernuansa hitam putih itu masih diisi dengan cowok yang masih berseragam SMA. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam.

"Gue heran deh," kata Fathan sambil menyisir rambutnya menggunakan jari tangannya.

"Heran kenapa?" tanya Gerry.

"Kok gue kece banget gitu, ck," decak Fathan dengan ekspresi sok seriusnya.

"Bodo, njing!" umpat Daniel pelan.

"Gue cabut duluan," kata Dika sambil bangkit dari duduknya.

"Mau ke mana lo?" tanya Fathan.

"Mau pulang, gerah gue liat muka-muka jelek lo semua." Dika memasang tampang tengilnya.

"Cabut sana lo, nyet! Malah gue yang panas liat muka lo," ucap Gerry dengan ancang-ancang ingin melempar Dika dengan gelas yang di depannya.

Dika hanya terkekeh pelan. Kemudian meninggalkan kafe itu dengan mobilnya.

Drt. Drt.

Deka : Jemput aku mas ❤💋

Rasanya ingin sekali Dika mencakar wajah kembarannya itu.

"Kalem, Dik, kalem." Dika langsung menancapkan gas untuk menjemput kembarannya itu.

***

Cerita pertama gais, maapkeun kalo gaje :(

Vote dan comment ya hehe.

SEE YOU :)

DIKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang