Seorang yang fakir akan ilmu dimintai untuk memilih. Yang akan menjadi seorang kekasih. Atau bahkan lebih. Membuatku siang malam berdoa dengan lirih.
Sebuah kotak makan berisi buah-buahan lagi-lagi ada di atas mejaku. Dengan secarik kertas bertuliskan
السلام عليكم ورحمةالله وبر كاته
Kotak makannya taruh di atas meja kamu aja. Saya dengar udah terlalu banyak kotak makan dari saya di rumah kamu. Selamat makan. Jangan lupa bismillah sebelum makannya.
Abdullah.
Pria ini. Kenapa hatiku masih belum bisa menerimanya?
*****
Wahai Rabb yang menyimpan cinta pada hati manusia. Rabb yang merajai hati manusia. Dzat yang menggenggam hati manusia. Engkau tiba-tiba gerakkan hati ayahku agar aku segera menikahi gadis impianku. Setelah sulit sekali aku meminta restu itu. Namun kini, aku bahkan tak terpikirkan soal wanita lain selain ibuku. Tak terpikirkan pula soal pernikahan. Hanya soal kesehatan Ummi yang menguasai akalku.
Wanita yang mana surga ku ada padanya saat ini tengah tertidur. Lemah, matanya terpejam. Siapa lah aku tanpa dia? Bahkan hidupku bisa begini pun berkat doa doa nya.
Ketika ku tatap lamat lamat wajahnya, wanita itu membuka matanya lalu tersenyum padaku.
"Ummi? Gimana perasaan nya sekarang? Udah baikan?" Tanyaku.
"Masih sama." Tuturnya juga sambil tersenyum. Aku hanya tertunduk. Hening sesaat. Hingga aku tertegun dengan kalimat selanjutnya, "Mungkin dosa Ummi belum habis."
"Assalamu'alaykum?" Sapa seorang dokter.
"Wa'alaykumussalam wa rahmatullah. Dokter Abdul?"
"Boleh saya cek keadaan ibu?"
"Silakan, dok."
Dokter itu mulai memeriksa ibuku.
"Sampai sekarang masih belum ada kemajuan apa-apa. Biar saya dan dokter yang lain coba analisis lebih banyak lagi penyakit ibu ini." Tuturnya. Mendung jelas tergantung pada wajahku, tapi tidak dengan Ummi. Melihat sendu di wajahku, Dokter itu tersenyum memandangiku, "Bapak jangan khawatir, kami akan mencoba melakukan yang terbaik. Saat ini ibu lebih terawat disini. Ibu akan segera sembuh dengan izin Allah."
"Aamiin. Terima kasih, dok." Sahutku.
"Kalau gitu saya permisi dulu. Assalamu'alaykum."
"Wa'alaykumussalam"
Dokter itu berlalu keluar dari pintu. Namun kebetulan sepertinya aku melihat Diana berjalan di koridor. Berpapasan dengan dokter Abdullah. Refleks mataku yang semula mengikuti mereka kini mengajak kakiku untuk juga mengikutinya.
"Saya perlu bantuan kamu untuk menganalisis penyakit Ibu Salamah." Ujar Dokter Abdullah pada Diana sembari keduanya berjalan menjauh. Hanya itu yang ku dengar.
Diana.
Gadis itu berjalan di hadapanku. Lagi-lagi aku terngiang kalimat dari bibir Abbi.
"Kamu sudah siap untuk menikah."
Namun melihat Ummi...
Aku rasa aku belum siap untuk menikah.
*****
Dalam sebuah ruangan terbuka, Dokter Abdullah duduk di depanku. Kami hanya terhalangi oleh sebuah meja bundar yang menjadi saksi diskusi kami. Disana pun aku baru tahu ternyata kondisi ibunya Faiq kian memburuk dan dia dirawat disini, di tempat ku bekerja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Di Akhir Zaman
ДуховныеHighest Rank (08/18): #1 in #teenlove #2 in #teenromance Aku hanyalah gadis extrovert yang hidup di akhir zaman. Gaya hidup membuatku terbiasa dengan hingar bingar dunia. Lalu aku bertemu dia. Pria introvert sederhana yang taat beragama. Hingga cint...