Dering tepon kini memecah kesunyianku. Tak seperti dahulu ketika ku benar-benar sendiri. Walau jarak tetap memisahkan kita, setidaknya tak terlalu jauh hingga waktu siang dan malam kami kini adalah sama. Dengan waktu yang tak terpaut jauh, selalu tepat saatnya untuk mengobrol lewat andalan jejaring internet ini."Diana, mana mungkin Abbi sama Ummi gak suka sama kamu? Watu itu mereka diem karena canggung aja. Kamu sendiri tau, kan, gimana kamu pertama ketemu aku? <:-) " tutur Faiq pada dinding chat kami di line.
"Tapi percakapan di kamar itu? :'(" balasku.
"Gausah khawatir. Justru maksud mereka nyuruh aku nikahin kamu. Kamu salah paham, cantik. Percaya sama aku ^^ "
"Emang kapan kamu mau nikahin aku? :'("
"Sebentar lagi. <:-)"
Entah itu adalah kali keberapa aku memintanya untuk menikahiku. Faiq sendiri selalu sabar menenangkanku dan meyakinkanku. Tak pernah ia bosan dengan lontaran pertanyaanku yang selalu sama.Entahlah mengapa aku seperti ini. Ada rasa takut dalam hati ini. Aku tak mau berlama-lama terjebak dalam hubungan aneh yang dinamai pacar. Lagipula, dunia bak tak mendukung hubungan pacaran kami. Banyak sekali pihak dari Faiq yang tak mendukung kami. Berbeda dengan pihak dariku, entah itu keluarga atau teman-teman. Yang justru jomblo adalah sebuah bahan ejkan. Sedangkan teman-teman Faiq tak ada yang memiliki pacar, dan mereka tenang-tenang saja. Aku tak mengerti.
"Faiq, kenapa kamu jarang telepon aku?" tanyaku.
"Maaf, Di. Aku gak enak sama Abbi sama Ummi disini." jawabnya.
"Terus kapan nelponnya? Di Dubai beda waktu, di Padang gak enak! :'("
"Maaf, Di."
Ah, lelah hati ini rasanya. Bukan. Bukan lelah menahan kerinduan. Tapi lelah karena semua keadaan yang seolah mempersulit kami. Bagaimanapun sulitnya, aku tak pernah menyerah padanya.
"Kenapa rasanya gak ada yang menghormati hubungan kita? Gak ada pihak kamu yang mendukung kita? Temen-temen aku disayang sama pihak cowok-cowoknya. Kenapa aku enggak? :'(" keluhku.
"Di, yang gak sayang sama kamu disini siapa? :( Keluarga aku temen-temen aku sayang sama kamu. Cuma cara mereka yang berbeda. Mereka berprinsip obat jatuh cinta hanya menikah." jelasnya.
"Kalau gitu nikahi aku. Aku mau dihargai keluarga sama temen-temen kamu. Aku mau mereka seneng liat kita bersama. Aku mau kehormatan itu! :'("
"Iya, Di. Sabar ya? <:-)"
Sebulan lamanya masa liburan Faiq. Waktu pasti ada masanya habis. Hari ini Faiq kembali ke negeri rantauannya. Namun tentunya, hari ini Faiq ke bandara. Dan aku, aku akan menjadi orang terakhir yang melepas kepergiannya, setelah menjadi orang pertama yang menyambut kepulangannya."Faiq, setelah ini aku bakal susah lagi sekadar ngobrol sama kamu?" Ujarku menatap matanya.
"Kamu jangan pikirin apapun yang bikin kamu sedih, Di. Setelah ini aku bakal pulang, secepatnya! Dan aku tau aku gak perlu jadi sunset untuk jadi spesial karena ada orang yang setia nunggu aku." Tutur Faiq menenangkanku. Mata teduhnya memaksa masuk ke dalam mataku, sebuah pintu menuju ke dasar hatiku. Aku hanya terdiam.
"Ah ya! Di, aku punya sesuatu buat kamu." ujar Faiq merogoh isi tasnya.
"Ini." ujarnya sembari menyerahkan sebuah kotak terbungkus kertas kado yang cantik. Kotak yang agak besar namun tipis. Isinya seperti sebuah buku. Lalu aku hendak membukanya.
"Jangan buka disini, Di. Kamu buka di rumah. Atau lebih baik kamu buka di mesjid aja ya?" ujarnya.
"Kenapa harus di mesjid?" tanyaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Di Akhir Zaman
SpiritualHighest Rank (08/18): #1 in #teenlove #2 in #teenromance Aku hanyalah gadis extrovert yang hidup di akhir zaman. Gaya hidup membuatku terbiasa dengan hingar bingar dunia. Lalu aku bertemu dia. Pria introvert sederhana yang taat beragama. Hingga cint...