Rumah seluas ini. Hanya tersisa aku sendiri. Tak ada belai lembut kasih sayang seorang ibu, tanpa tangan kukuh seorang ayah, tanpa canda tawa dua orang kakak, juga tanpa suara notifikasi pesan dari Dubai.
Hampa. Kemana aku hendak mengisinya?
Rava? Monik? Mungkin aku akan terhibur oleh mereka. Namun hanya saat bersama mereka saja. Setelah aku sendiri, mungkin aku akan menangis lagi.
Rain...
Mungkin dia bisa mendekatkanku pada Dzat Yang Menggenggam hatiku. Dengan begitu mungkin aku tak perlu bersedih hati.
"Assalamu'alaikum. Rain, jalan yuk?" Pesanku saat itu. Namun tak ada jawaban. Saat kucoba menghubunginya, juga tak ada jawaban.
Mungkin dia sibuk. Pikirku.
Hari berlalu. Berganti malam. Malam-malam yang sunyi. Rain baru saja membalas pesanku.
"Wa'alaikumussalam. Di, maaf aku baru pegang hp nih. Aduh... Kapan jalan ya? Besok sih aku ada kegiatan. Lusa juga. Besok lusa deh ya? Gapapa?" Balasnya di pesan itu.
"Oh.. Yaudah. Gapapa, Rain. Iya, besok lusa aja. :)"
Hingga esok, lusa, esok lusa telah tiba namun janji tak kunjung jua terlaksana. Esok lusa yang terus tertunda dan tertunda. Rain amat sibuk nampaknya hingga selalu membatalkan rencana pertemuan ini. Lagi dan lagi.
Hari ke hari cepat berlalu. Hari ini hari pernikahan Rain dengan suaminya. Namun hari ini juga Allah mengujiku lagi.
"Kosongkan rumah ini! Silakan kemasi pakaian Anda!" Seru pria bertubuh tegap itu begitu kasar. Aku hanya sendiri disini. Tak ada daya yang bisa kulakukan. Hanya menangis.
Rumahku disita.
Wahai Tuhan yang Maha Baik, mengapa Kau lakukan ini padaku? Mengapa semua terjadi diwaktu yang bersamaan? Mengapa Kau jadikan aku sebatang kara yang malang? Mengapa semua orang yang ku kasihi meninggalkanku? Kemana Kau akan membawaku?
Tak tentu arah. Tanpa tujuan. Ku ikuti ibu jari kakiku. Dengan tas besar menjadi satu-satunya harta bendaku. Tak ku sangka semudah ini Tuhan membalikkan nasibku.
Hur'ain...
Tanpa ku sadari, kaki ini menghambur ke arah rumahnya.
Wahai Yang Maha Pengasih, mengapa Engkau membawaku ke rumah ini? Hur'ain baru saja menikah. Tak mungkin aku masuk ke rumahnya.
Hingga ponselku berdering memanggil telpon masuk. Rava. Ia selalu ada disaat yang tepat.
"Halo? Diana? Lu dimana sekarang? Rumah lu kenapa? Disita?" Sapanya di sebrang sana. Aku hanya menangis. "Diana, tenang. Kasih tau gue lu dimana sekarang?" Hingga ku hanya menyebutkan lokasiku saat itu. "Yaudah. Lo tunggu disitu ya? Jangan kemana-mana. Gue jemput lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Di Akhir Zaman
SpiritualHighest Rank (08/18): #1 in #teenlove #2 in #teenromance Aku hanyalah gadis extrovert yang hidup di akhir zaman. Gaya hidup membuatku terbiasa dengan hingar bingar dunia. Lalu aku bertemu dia. Pria introvert sederhana yang taat beragama. Hingga cint...