57. Flashback

21 3 0
                                    

     Lelaki seindah malaikat yang berhati besar itu tersenyum setelah memeriksa perkembangan kesehatan istriku.

     "Keadaan Diana terus membaik. Alhamdulillah. Besok Diana boleh pulang." tuturnya.

     Gadisku itu tertunduk dan tersenyum.

     "Kalau gitu, saya permsi ya?" Tutur Abdullah.

     "Makasih banyak, Dok." Sahutku. Kedua mataku terus mengekorinya hingga dia benar-benar lenyap dari pandanganku.

     Maha Suci Allah, Raja dari segala raja, yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu.

     Maka nikmat mana yang harus aku dustakan?

     "Sayang, besok kita pulang."  Kataku sembari menggenggam erat jemari istriku itu.

     "Alhamdulillah." sahutnya dengan senyum indahnya.

     Aku tersenyum. Entah apa yang telah mengubah Diana cerewet dan ekspresif ini menjadi seperti putri solo yang begitu tenang. Juga diriku yang dahulu begitu tak suka banyak bicara kali ini lebih ekspresif menunjukkan sesuatu.

     Aku duduk di sisi tempat tidur itu. Menggenggam jemari istriku.

     "Kamu mau tau cerita romantis?" Tanyaku.

     "Apa?" tanyanya.

     "Ini cerita Khadijah sama Rasulullah."

     "Gimana?"

     "Khadijah itu kasih sayangnya amat luas. Dia bener-bener habis-habisan mencintai Rasulullah. Aku bener-bener suka sama kisah waktu Rasulullah ketakutan terus Khadijah tenangin dia. Dibawa ke kamarnya, diselimutin, dipeluk, sampai Rasulullah merasa tenang. Dua kali wahyu turun saat Rasulullah ada di pelukan Khadijah. Romantis ya?"

     Dia tersenyum. Pipi kekasihku Gitu sempurna memerah mendengar kisah itu. Aku yakin sebenarnya dia sudah tahu kisah ini. Mungkin dia tengah membayangkan betapa aku akan merasa tenang jika berada dalam pelukannya, seperti Rasulullah tenang di pelukan kekasihnya, Khadijah.

     "Ada satu lagi kisah romantis Rasul sama Aisyah." Kataku.

     "Gimana?" wajah cantiknya mendongak ke arahku.

     "Satu hari, Rasulullah bersama Aisyah juga para sahabat pergi dari satu tempat ke tempat lain. Rasulullah sengaja jalan di belakang, berduaan sama Aisyah. Setelah mereka ketinggalan, Rasulullah ajak Aisyah lomba lari. Dua-duanya lomba lari. Aisyah yang menang. Dua duanya seneng. Lucu ya?"

     Lagi-lagi, istriku itu tersenyum.

     "Oh iya. Shalihah, kita kan mau pulang. Nanti kita mau jalan-jalan kemana? Kamu mau bulan madu kemana? Lombok? Paris? Ke bulan?" Tanyaku.

     "Bulan? Uang kamu banyak juga ya bisa bawa aku ke bulan?" sahutnya menggelikan membuatku spontan tertawa.

     "Aku juga bisa bawain bulannya buat kamu." tuturku lagi sembari mencubit hidungnya.

     "Masa?"

     "Ya. Kalo Allah izinin." sahutku lagi. Kekasihku lagi-lagi tersenyum. "Serius, cintaku. Kamu mau kemana pulang dari sini?" tanyaku.

     "Faiq, aku kan baru sembuh. Emang gak apa apa langsung pergi pergi gitu?"

     "Oh iya." Ujarku. Aku terlalu semangat membuatnya bahagia. "Ya udah. Kita pulang dulu aja."

     Hari yang dijanjikan akhirnya tiba. Aku, memboyong kekasih halal ku ke rumah.

     Setiba di depan rumah, dia menatap sekitar dari dalam mobil.

Fatimah Di Akhir Zaman Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang