"Nikahi aku, Faiq." Dengan seluruh tubuh yang menggigil hebat.
"Kamu... Yakin?" Tanyaku memastikan sembari tersenyum tak menyangka. Gadis cantik itu hanya mengangguk dalam senyumnya.
Dokter yang baru saja memeriksa keadaan Diana, wajahnya tertunduk, begitu diberitai kabar ini. Sungguh kasihan. Aku pun tak sampai hati merebut calon istrinya begini.
"Barakallah, Pak Faiq." Sahutnya kemudian sembari tersenyum dan memeluk tubuhku.
"Saya minta maaf, Dok. Saya benar-benar minta maaf." Tuturku sembari membalas pelukannya. Pria itu melepaskan pelukannya.
"Semuanya sudah Allah atur. Dan apa yang disisi Allah adalah yang terbaik." Sahutnya.
"Saya belum bertemu lagi orang tuanya. Saya gak tahu dimana orang tuanya." tuturku. Lantas, lelaki berhati besar itu memberi tahuku dimana orang tua Diana ditahan. Tak ayal aku langsung bergerak mendatangi sel keduanya.
"Saya benar-benar minta maaf, Om, Tante. Karena saya keduanya batal menikah. Tapi saya gak ada maksud seperti itu sama sekali. Semua terjadi begitu saja. Tiba-tiba dokter Abdullah memberi Diana pilihan dan Diana memilih... Saya." Tuturku setelah menjelaskan semua yang telah terjadi.
"Kalau itu pilihan Diana, cuma itu yang dia mau, itu yang bisa bahagiakan dia." Tutur wanita cantik yang Diana sebut Mama itu. Om Arfan terdiam.
"Saya restui apapun yang bisa bahagiakan putri saya." Senyum Om Arfan mengembang menyambut niatku.
Rabbi, betapa Engkau Maha Baik telah memudahkan jalanku.
Aku tak pernah menyangka akan semudah ini. Pernah ku saksikan cintaku ini berada di ujung sebuah jalan menuju ke tepian jurang. Sangat nyaris ku saksikan gadis dambaan ku sejak lama hampir menikah dengan pria yang jauh lebih baik segalanya dariku. Pantaskah aku menerima keajaiban ini?
Setelah Ummi yang bisa disembuhkan, lalu gadis yang benar-benar aku cintai hampir menjadi istriku. Namun dokter itu. Thalasemia membunuh ibunya. Dan kini calon istrinya batal menikah dengannya. Adilkah ini untuknya?
Duhai Yang Maha Mengetahui rahasia langit dan bumi, Kau memiliki rahasia terindah jika kami tahu. Pasti karena kasih sayang-Mu, Kau menguji lelaki itu seperti ini. Dan Kau sedang menyiapkan kejutan terindah untuknya.
Gadis itu masih terbaring lemah. Aku tak mengerti kenapa HBnya terus belum juga bertambah. Mungkin karena darahnya telah terlalu banyak diambil.
Menyadari derap langkahku, gadis itu menoleh dan tersenyum.
"Kamu habis dari mana?" tanyanya.
"Aku... Tadi udah minta kamu ke orang tua kamu." tuturku.
"Iya? Terus?"
"Mereka restui kamu jadi istri aku."
"Alhamdulillah." Bisiknya begitu lemah. Hening sejenak.
Aku begitu canggung berada di dekatnya saat ini. Walau bagaimanapun, aku tetaplah orang asing baginya saat ini. Sementara Diana, wajahnya menatap pada langit-langit sembari tersenyum. Cahaya terpancar di wajahnya pucat nya, begitu cerah.
"Jadi... Diana, kamu mau mahar apa? Perhiasan? Aku udah nabung kok beberapa gram. Uang? Seperangkat Alat Shalat? Atau hafalan Al-Qur'an? Ar-Rahman? Al-Mulk?" Tanyaku begitu antusias. Hingga aku terkejut dengan jawabannya. Sangat terkejut,
"Kain kafan..."
Apa?
"Kain... Kafan?" tanyaku untuk memastikan. Karena aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang aku dengar. Gadis itu hanya tersenyum. "Kenapa kamu minta itu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Di Akhir Zaman
EspiritualHighest Rank (08/18): #1 in #teenlove #2 in #teenromance Aku hanyalah gadis extrovert yang hidup di akhir zaman. Gaya hidup membuatku terbiasa dengan hingar bingar dunia. Lalu aku bertemu dia. Pria introvert sederhana yang taat beragama. Hingga cint...