"Terus? Apa mau kamu?" Dia teridam lagi. Mungkin mengumpulkan kekuatan di kakinya untuk menumpu tubuhnya yang ingin ambruk saat itu juga.
"Maafin aku, Di. Kita harus putus. Hubungan kita, komunikasi kita."
"Tapi kamu janji gak akan ninggalin aku lagi." Ujarku getir.
"Harusnya aku gak janjiin apapun. Maafin aku."
"Kalau gitu kenapa kamu gak nikahin aku aja? Kamu juga bisa ajari aku banyak hal, kamu bisa bimbing aku. Dengan gitu aku bisa tetep dicemburui bidadari surga tanpa harus kehilangan kamu." Aku mulai terisak walau tertahan.
"Aku belum bisa, Di. Aku belum mampu."
"Belum mampu apa?"
"Ilmu aku masih sedikit, Di."
"Kita bisa belajar sama-sama."
"Aku belum mapan, Di."
"Kita bisa berjuang untuk mapan sama-sama."
"Aku belum kerja, Di."
"Aku rela kamu gak nafkahi aku sampai kamu mampu. Apapun kekurangan kamu, aku terima."
"Aku masih kuliah, Di."
"Bahkan aku rela jarak pisahin kita walaupun kita udah nikah. Yang penting jadiin aku istri kamu. Biar aku tetep terjaga tanpa harus kehilangan kamu."
"Aku belum bisa nikahin kamu sekarang, Di. Maafin aku." Maka aku terdiam untuk menyerah mempertahankan hubungan ini.
"Kalau gitu, kita sahabat?" Tanyaku kemudian dengan harapan masih bisa menjadi seseorang yang dekat dengannya seperti dulu. Tak masalah jika hanya kehilangan status sebagai kekasih, asalkan aku tak kehilangan Faiq.
"Enggak juga, Di. Kita gak bisa belajar kalau kita terus berhubungan." Rupanya itu jawabannya. Amat menyayat hati. Jadi sahabatkupun ia tak mau.
"Jadi kamu mau kita seolah gak penah kenal?!"
"Maafin aku, Di. Untuk menjadi terjaga, kita cuma punya dua pilihan: halalkan atau tinggalkan. Sedangkan aku belum mampu menghalalkan kamu."
"Kenapa belum? Aku gak minta syarat apapun yang bakal memberatkan kamu. Aku bakal mudahin kamu."
"Diana, kamu tau sendiri keadaan keluarga aku. Ibuku sakit. Adik-adikku perlu sekolah. Ayahku belum kerja lagi. Aku satu-satunya harapan mereka. Aku harus penuhi tanggung jawabku sama mereka. Dan kalau aku nikah sama kamu sekarang, aku gak bisa fokus ngurusin mereka, kamu juga. Aku perlu selesaiin satu persatu." Kini nada bicaranya mulai meninggi dan tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fatimah Di Akhir Zaman
SpiritualHighest Rank (08/18): #1 in #teenlove #2 in #teenromance Aku hanyalah gadis extrovert yang hidup di akhir zaman. Gaya hidup membuatku terbiasa dengan hingar bingar dunia. Lalu aku bertemu dia. Pria introvert sederhana yang taat beragama. Hingga cint...