7 - Arash Crimson

12.2K 1.6K 137
                                    

Demi Tuhan.

Aku tidak tahu kenapa bisa terjebak bersama orang berotak sengklek yang statusnya sebagai kakak kembarku sendiri.

"Arash, ayo jalan!~" perintah sang kakak dengan nada kekanakannya.

Kalau pembuluh darah bisa pecah saat marah, pasti tubuhku sudah bersimbah darah sekarang.

"Eric, kuingatkan sekali lagi. TURUN. DARI. MOTORKU."

Tetapi Eric tetap duduk manis di belakangku sembari tersenyum lebar.

Ingin rasanya kubuang dia ke tante girang terjauh.

Sayangnya ada bodyguard bernama Harlert yang siap menolong kakak tersayangnya dari apapun yang membahayakan nyawanya.

Aku salah satunya.

"Ayolah, memangnya salah kalau sesekali boncengan sama adik sendiri? Terus sekarang juga sudah telat masalahnya," Eric memelas. Tanganku berakhir menampar jidatku sendiri.

Siksaan apa lagi ini?!

Harlert pun nampak keluar rumah dengan rambut bangun tidurnya. "Harlert! Tolong singkirkan kakakmu dari Akarin!" perintahku. Harlert menoleh dan berjalan ke arah Akarin—motor ninja merah kesayanganku.

"Ayo jalan."

"JANGAN IKUT NAIK JUGA, BEGO."

"Hanya satu hari ini saja. Lagipula kita telat karena membantumu mencari kunci motormu," Harlert mengelak.

Sialan.

"Ya sudah. Hanya hari ini."

"Yeaaayy! Ayo jalan!"

Aku pun menyalakan Akarin dan berangkat ke sekolah.

Tunggu dulu ...

JADI INI YANG NAMANYA TRICENG?

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Psst, lihat, deh! Si kembar triceng, tuh!"

"Mana, mana?"

"Dih, kaya cabe-cabean."

"Terong kali."

"Cucok."

"Hihihi, pemandangan langka."

"Ternyata mereka gitu orangnya."

"Ih, nyesel gue suka sama Arash."

Ett dah.

Baru juga ban motor masuk gerbang langsung dijadikan bahan gosip.

Dasar perempuan.

"Cepat sana turun. Sudah di sekolah, nih," desisku. Harlert dan Eric pun melompat turun.

Mata Eric pun berbinar terang saat melihat jelmaan tembok yang berjalan masuk ke sekolah bersama dua orang teman yang tak kalah anehnya.

Dan gadis berambut biru yang sering bersembunyi di dalam lemari Eric.

"Racheeeeeel!~" panggil Eric dan berlari ke arah Rachel. Tangannya terbuka lebar, menandakan dia sudah berada di posisi siaga memeluk.

Semoga Eric tidak membuat gadis itu mati kehabisan napas karena harus menghadapi pelukan maut Eric—aku menyebutnya begitu.

Gadis mayat itu pun melambaikan tangannya padaku sebelum menghampiriku. Disentuhnya telingaku hingga akhirnya aku bisa mendengar suaranya.

"Kenapa dari 5 indra yang kau miliki, harus indra penglihatanmu yang tak bisa tertutup?" tanyanya. Ah, jadi itu sebabnya kenapa aku tidak bisa mendengarnya berbicara. "Tapi, adikmu yang ada di sebelahmu itu bisa mendengar, tetapi dia tidak bisa melihatku."

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang