26 - Rachel Harriet

9.8K 1.4K 26
                                    

Baiklah, aku tidak tahu kenapa ada Lan dan ketiga adiknya di sini.

Dan aku tidak menyukai bocah keras kepala yang baru saja datang.

Entah sudah berapa orang yang menahannya agar tetap tinggal, tetapi sudah kubilang barusan. Dia keras kepala.

Beruntung kami punya orang yang juga keras kepala.

Eric.

Dan atas sarannya pula akhirnya gadis bernama Lilac itu terikat di sofa dengan mulut disumpal kue.

Semoga polisi tidak datang tiba-tiba dan melihat kondisi gadis kecil itu.

Keadaan Damian juga tidak kalah buruk. Terlebih lagi, Ashton duduk di sebelahnya. Meskipun Damian pemalas, dia bukan petarung yang buruk. Dan lagi aku mendengar dari salah satu anak kelasku bahwa Ashton rajin ikut klub bela diri.

Semoga tidak terjadi baku hantam di rumah ini.

"Rachel, cepat katakan apa yang kau ketahui tentang eksistensi kita," kata Eric di tengah keheningan yang melanda.

Aku menoleh. "Ah, iya," setelah berdehem beberapa kali, aku pun bangkit dan berdiri di tengah kerumunan manusiaㅡmakhluk.

"Kita bukan manusia. Kalian pasti sudah tahu tentang hal ini, bukan?" ucapku mengawali. Ada yang mengangguk, ada yang berdehem, ada juga yang masa bodo.

"Sebelum itu, biarkan aku memperkenalkan diri. Diriku yang asli," aku berhenti sejenak. "Namaku Raquelle Halluette, sang penyihir putih."

Ashton, Lilac, dan si kembar tiga meringis sembari memegang kepala mereka setelah mendengar ucapanku.

"Sakit bukan?"

"Ya sakitlahㅡ"

"Menurutmu, kenapa bisa sakit seperti itu? Yang kulakukan hanyalah menyebut namaku, itu saja."

Arash terdiam.

"Lalu kenapa Airin dan Damian tidak merasa sakit?" tanya Lan.

"Aku sudah mengetahui nama teman-temanku yang lain," jawab Airin.

"Begitu pula denganku," tambah Damian.

Harlert mengerutkan alisnya. "Bagaimana bisa?"

"Aㅡ"

"Aku telah melewati banyak penyiksaan hanya untuk mendapatkan satu nama. Jadi tolong jangan buat aku mengingat rasa sakitnya," potong Damian saat Airin hendak menjawab.

"Aku ... Aku mengingatnya begitu saja," gumam Airin. Mungkin dia merasa tidak enak karena Damian mendapat rasa sakit sementara dirinya tidak merasakan apa-apa.

"Baik, sekarang giliranku untuk bertanya," ucapku. Aku menatap satu persatu makhluk yang berkumpul di kediaman Crimson. "Siapa kalian? Dan apa kalian sebenarnya?"

"Aku Lan dan aku ini vampir."

Seseorang tolong bawa vampir autis ini pergi jauh dariku.

Aku tersenyum semanis mungkin. "Maaf Lan, tapi aku tidak bertanya padamu."

"A-aku..."

Semua langsung menoleh saat Airin membuka mulut. Kegugupan tampak jelas di wajahnya.

"Aku mau memberitahu, tapi aku tidak tahu apa ini akan menyakitkan atau tidak," katanya.

"Hari ini adalah hari kita diwajibkan menjadi masokis, jadi lanjutkan saja." Karena kalau tidak begitu, tidak akan ada hal baru yang bisa ditemukan. Dan lebih buruk, kita tidak akan bisa kembali.

Airin pun bangkit dan membungkuk sedikit. Dengan senyuman malaikat yang dia punya, dia berkata dengan nada yang terkesan sangat manis, "Hai semua, aku Syrennia Swarovski. Seperti halnya Ariel, aku adalah mermaid."

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang