"Kau siap?"
Aku mengangguk. "Siap."
Flarage langsung menarik gas dan kami pun meninggalkan sekolah.
Siang ini lumayan sejuk, bisa dibilang agak dingin akibat langit yang tertutup awan tebal. Hanya dalam hitungan menit saja hujan bisa turun. Kali ini aku pulang bersama Flarage, Raquelle tengah ada urusan di perpustakaan seperti biasa.
Selain itu, aku juga masih punya hal yang harus dibicarakan bersama Flarage.
Rintik-rintik hujan mulai turun, satu persatu menetes ke wajahku. Aku terdiam, sebelum akhirnya aku menyadari sesuatu.
"Flarage... air," bisikku setengah berteriak. "Aku tidak boleh terkena air!"
Samar-samar aku mendengar Flarage mendecih, sebelum akhirnya dia kembali menarik gas, mempercepat laju motor yang kami naiki.
Dalam hati, aku berdoa keras-keras berharap hujan berhenti. Namun, Tuhan berkata lain. Tiap doa yang kupanjatkan malah membuat hujan turun semakin deras. Perlahan dapat kurasakan kakiku mulai memunculkan sisik. Meskipun aku mengenakan rok panjang dan celana olahraga di baliknya, tetap saja perubahan kakiku tidak akan terhenti begitu saja.
"Ai, kau masih kuat?"
"Lebih deras lagi dan kakiku akan berubah menjadi ekor ikan."
"Sial... pegangan yang erat."
Flarage tiba-tiba membanting setir dan keluar dari jalan utama. Aku nyaris terpental kalau saja aku tidak segera berpegangan pada tasnya. Aku melirik sekitar. Pohon, hanya pohon. Tidak ada orang yang berlalu lalang.
"Kita kemana?"
"Kau ingat saat Eros mendorongmu masuk ke danau?"
"Iya, kenapa?"
"Lebih baik kau bersembunyi di sana sampai hujan reda."
Genggamanku menguat tiap kali Flarage mempercepat laju motornya. Jantungku berdetak cepat. Rasa takut apabila wujud asliku ketahuan dan lonjakan ketika Flarage menarik gas memicu adrenalin di dalam tubuhku.
Bagaimana menjelaskannya, ya?
Hm... takut? Iya. Tapi di saat yang bersamaan aku juga merasa senang? Rasanya kira-kira seperti menaiki rollercoaster. Satu kesalahan dan nyawamu akan melayang.
Sesampainya di sana, Flarage langsung menghentikan motor dan tanpa basa-basi menggendongku turun. Aku telah melepas celana olahraga di balik rokku, tentu saja karena memakai celana saat ekor ikanku muncul bukanlah hal yang nyaman. Setibanya di pinggir danau, aku langsung melompat masuk ke dalam airㅡdan sepertinya aku tidak sengaja menampar Flarage menggunakan sirip ekorku.
Hujan masih sangat deras, terlihat dari banyaknya rintik hujan yang jatuh di permukaan air. Aku melayang di tengah danau, tidak ada sedikitpun niatan untuk muncul ke permukaan selama beberapa saat. Aku menyentuh bagian belakang telingaku yang telah berubah menjadi sirip. Insang. Hidungku seakan secara otomatis berhenti berfungsi dan membiarkan insang yang berada di belakang telingaku mengambil alih peran untuk bernapas.
Aku pun berenang ke permukaan dan berpegangan pada tepi danau. Flarage tengah duduk di tanah, sebuah payung hitam menjadi satu-satunya alat untuk berlindung dari hujanㅡmeskipun sebenarnya dia telah basah kuyup.
"Menurutmu, berapa lama hujan akan turun?" aku bertanya, sekadar mengisi kekosongan.
"Entahlah. Tidak ada tanda-tanda akan mereda."
"Kau bisa pulang terlebih dahulu. Aku akan tetap di sini."
"Tidak, terima kasih. Kau bisa saja ketahuan." Tepat ketika Flarage menyelesaikan kalimatnya, dia bersin.
![](https://img.wattpad.com/cover/130792462-288-k965333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fantasía[Sequel SWITCHED] (SLOW UPDATE) Mana yang lebih menyakitkan: Ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi tanpa alasan atau tidak bisa mengingat siapa orang yang kau sayangi padahal kau menangisinya tiap malam? . . . DO NOT PLAGIARIZED MY STORY OR I'LL...