Kakiku kuhentakkan berulang kali, tidak tahu harus melakukan apa di depan pintu hitam nan megah ini.
Seharusnya ini adalah hal yang sangat mudah, cukup ketuk pintunya dan masuk. Ya, harusnya semudah itu.
Tidak sampai akhirnya aku mengetahui kenyataan yang sebenarnya beberapa minggu yang lalu.
Terrick masih berada di sampingku, menungguku. Dialah yang telah memberitahu kabar bahwa Xander telah siuman. Dan tentu saja sebagai teman yang baik, aku langsung bergegas menghampirinya.
Dan sekarang aku malah membeku di depan pintu seperti orang idiot.
"Kau tidak masuk, nona?" tanyanya. Aku tidak menjawab dan tetap menghentakkan kakiku berulang kali. Bunyi "tak-tak-tak" bergema tiap kali kakiku beradu dengan lantai istana yang terbuat dari marmer.
Aku menggigit ibu jariku saat mengingat satu hal. Tidak heran wajah Xander mengingatkanku pada Dhemiel.
"Terrick, apa yang harus aku lakukan?" aku mengacak rambutku. "Kalau tahu dia juga anak yang Willox cari selama ini, aku tidak akan mengajaknya makan malam bersama."
"Tidak apa-apa, masuk saja. Lagipula itu adalah sebuah ketidaksengajaan," jawab Terrick.
"Kau juga pasti ingin menceritakan pengalamanmu di dunia manusia, bukan?"
Aku terdiam mendengar ucapan Terrick. Perlahan tapi pasti, pipiku terasa hangat dan kemudian menjadi semakin panas.
"Hm? Apa ada yang terjadi di dunia manusia sampai kau memerah seperti itu?" lanjut Terrick. Dia mengulum senyum yang entah kenapa membuatnya terlihat seperti sedang merencanakan sesuatu.
"Ya... Aku bertemu Dhemiel," gumamku.
"Lalu?"
"Ada Syrennia dan Axxel..."
"Lalu?"
"Lalu aku..."
Ingatan waktu itu kembali terulang.
"Nona? Kau tidak apa-apa? Wajahmu memerah."
"Aaaaa aku tidak tahu!"
Aku langsung masuk ke kamar di depanku, entah apa yang merasukiku.
"Aletta? Kau kenapa?"
Aku kembali membeku.
Lolos dari kandang singa malah masuk ke kandang buaya.
"Aㅡahaha... Aku tidak apa-apa, kok," ucapku berbohong. Tapi aku tahu, Xander adalah pendeteksi kebohongan paling mutakhir. Jadi mau seberapa keras aku berbohong, maka itu semua akan sia-sia.
Aku menggidikkan bahuku dan berjalan mendekati Xander. "Sudah sehat?" tanyaku sembari berkacak pinggang.
Xander tertawa kecil. "Ternyata memang cuma kau seorang yang bertanya pada orang sakit dengan pose menantang seperti itu," jelasnya.
"Kau tahu sendiri aku ini seperti apa," lanjutku dan duduk di kasur tempat Xander berbaring.
"Maaf, aku jadi merepotkanmu seperti ini," Xander kembali membuka mulut.
"Hei, harusnya aku yang bilang begitu," potongku sebelum Xander kembali meminta maaf. "Kalau bukan karena aku mengundangmu makan malam kemari, pasti kau tidak akan terkena serangan panik atau apalah itu namanya."
"Mau bagaimana lagi? Sejak kecil aku memang penyakitanㅡ"
"Nah, tuh 'kan. Mulai merendah lagi 'kan," protesku dan menarik tanduk Xander.
"Hei, hei! Jangan ditarikㅡ Aduh!"
Tawaku berhasil lepas melihat ekspresi Xander.
"Kau 'kan sudah sembuh, jadi kau mau pulang atau bagaimana?" tanyaku lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/130792462-288-k965333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fantasy[Sequel SWITCHED] (SLOW UPDATE) Mana yang lebih menyakitkan: Ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi tanpa alasan atau tidak bisa mengingat siapa orang yang kau sayangi padahal kau menangisinya tiap malam? . . . DO NOT PLAGIARIZED MY STORY OR I'LL...