"Jadi, apa yang akan kau lakukan?" tanya si gadis Frankenstein. "Apa kau akan menerima tawaran itu dan menginap bersama tiga laki-laki, atau menolak dan tak dapat menemukan rahasia dirimu sendiri?"
"Tch, berhenti menceramahiku," aku mendesis. Mayat hidup ini seakan tidak pernah bosan mengikutiku. "Dan juga, kau bukannya membantu, tetapi malah mempersulit keadaanku!"
"Ya, kalau itu yang terjadi, maaf."
Mudahnya berkata.
Akhirnya dia membungkam mulutnya dan berjalan di sebelahku. Bau busuk khas mayat yang dia miliki entah kenapa semakin kuat seiring dengan bertambahnya hari. Masker yang kupakai bahkan tidak mampu mencegah bau busuk gadis itu masuk ke hidungku.
"Ngomong-ngomong, kau masih ingat nama aslimu 'kan?" tanyanya tiba-tiba.
"Hm, ya, aku ingat. Aku juga masih ingat dengan rasa sakitnya," jawabku dan mempercepat langkah kakiku.
"Ih, sebenarnya kau mau kemana, sih?" panggil gadis itu yang perlahan tertinggal di belakangku. "Hei! Jangan tinggalkan aku sendiri!"
Bodo, ah.
Kakiku berhenti di depan rumah berpagar coklat. Aku pun menekan bel yang letaknya di sebelah pagar dan dengan tinggi yang pas sehingga tidak ada bocah iseng yang menekan bel itu sembarangan.
Tapi, sepertinya bocah iseng itu adalah penghuni rumah itu sendiri.
"Raquelle, jalanmu terlalu cepat!" gadis Frankenstein itu akhirnya berhasil menyusulku. Tch, kenapa rasanya dia sok akrab denganku? Mana dia memanggil nama asliku pula.
"Tunggu dulu," gadis itu menjeda ucapannya. "Ini bukannya rumah—"
"Kediaman Crimson," potongku dan kembali menekan bel rumah itu.
"EEEH? Mau apa kau ke sini?"
"Pokoknya penting."
Gadis itu kembali bungkam. Aku pun memencet bel untuk yang ketiga kalinya.
Lagi-lagi tidak ada jawaban.
"Hoi, Eric, Arash, Harlert, atau siapa gitu, buka pintunya!" sahutku dan memencet belnya berkali-kali. Bunyi ting tong ting tong perlahan mulai mewarnai sore hariku yang suntuk—karena pelajaran beserta guru-gurunya.
"Buka, woi!—"
"Mau apa kau ke sini?" Arash pun muncul tepat sebelum aku menghancurkan bel rumahnya.
Demi Tuhan.
Dari semua orang yang ada di rumah, kenapa harus dia yang keluar?
"Eric yang menyuruhku datang ke sini," jawabku dan menunjukkan pesan singkat yang dikirim Eric saat jam istirahat tadi.
[Eric Crimson]
Racheeelll hari ini aku izin tidak masuk (╥﹏╥)[Rachel]
Kau anak IPA 3
bukan IPA 4[Eric Crimson]
Maaf lupa :D
Oh iya, nanti pulang sekolah mampir ke rumahku ya!
Penting[Rachel]
Kali ini apalagi maumu...
ReadMata Arash menyipit saat membaca pesan yang kutunjukkan—sebelum akhirnya mendesah kasar. Biar kutebak, dia sudah lelah menghadapi tingkah Eric yang sulit ditebak.
Karena aku juga sama lelahnya dengan dia.
"Eric ada di kamarnya," kata Arash dan membuka pagarnya, cukup untuk mempersilakanku masuk.
![](https://img.wattpad.com/cover/130792462-288-k965333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fantasy[Sequel SWITCHED] (SLOW UPDATE) Mana yang lebih menyakitkan: Ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi tanpa alasan atau tidak bisa mengingat siapa orang yang kau sayangi padahal kau menangisinya tiap malam? . . . DO NOT PLAGIARIZED MY STORY OR I'LL...