22 - Rachel Harriet

9.7K 1.4K 24
                                    

"Tch."

"Tch."

"Tch."

"Tch."

"Berhenti mendecih seperti itu," celetukku.

"Tch," Damian hanya membalasnya dengan decihan, lagi.

"Tch, kau ini sebenarnya kenapa?" tanyaku akhirnya, tidak tahan dengan Damian yang seakan sudah diformat untuk terus mendecakkan lidahnya.

Damian menghela napasnya kasar. "Sikap Ashton berubah 180 derajat. Entah apa yang sedang dia rencanakan sekarang," jawabnya dan kembali berdecak sembari sesekali menggerutu.

Baru kali ini aku melihat ekspresi itu terpampang di wajah Damian.

Aku pun memasang earphone-ku dan berjalan perlahan, tidak peduli kalau Damian sudah berada jauh di depanku. Baru saja aku hendak menyetel lagu, sebuah tangan yang dipenuhi belatung menahan tanganku.

"Hai, Raquelle~"

"LEPASKAN TANGANMU DARIKU!" pekikku dan menyentak tangannya kasar.

Dan demi Tuhan, tangannya terlepas begitu saja.

Kuulangi, TANGANNYA TERLEPAS BEGITU SAJA TEPAT DI DEPAN MATAKU.

"Yah, jatuh," gumamnya dan mengambil potongan tangannya yang terjatuh sebelum memasangnya kembali di tempatnya semula dengan mudah, seperti menyambung bagian boneka yang terlepas.

Um, apakah normal kalau tangan kalian jatuh dan reaksi kalian hanyalah, "Yah, jatuh" dengan wajah polos?

Aku menatapnya dari atas sampai ke bawah dengan pandangan jijik. Seingatku belum ada belatung terakhir kali dia menemuiku.

"Mau apa kau kemari? Mayat sepertimu harusnya sudah dikubur," desisku.

"Huuh, kau tidak ingat ya kalau aku ini sudah berubah menjadi manusia di tempat asalku," gerutunya. "Tapi aku tidak tahu kenapa aku kembali menjadi wujudku yang semula di dunia manusia."

"Karena kau memang bukan manusia," celetukku dan meninggalkannya, berusaha menyusul Damian yang sudah tidak tampak di depan mata.

"Tapi kau sendiri juga bukan manusia," balas si gadis Frankenstein.

"Iya, aku tahu. Dan aku tidak mau menerima kenyataan."

"Tapi ada saatnya wujud aslimu keluar," lanjutnya. Aku terdiam sejenak. "Meskipun kau berwujud manusia di sini, nantinya wujud aslimu akan berusaha 'mendobrak' dan keluar dari tubuhmu."

Aku masih terdiam, mendengarkan dengan saksama.

"Mana buktinya?" tanyaku.

"Eros buktinya," jawabnya tanpa keraguan sedikitpun. Aku yakin matanya menatap lurus ke mataku meskipun dia tidak punya biji mata. "Sedikit demi sedikit, keanehan akan muncul pada tubuh kalian."

"Karena itulah kami berusaha sebisa kami untuk mengembalikan ingatan kalian sebelum 'waktu' kalian habis."

Aku menatap kedua kakiku dan menghela napas. "Baiklah. Tapi aku mohon padamu untuk tidak melakukan kontak fisik denganku. Paham?"

"Huuu, baik."

"Bagus."

Dan aku pun melanjutkan perjalananku ke rumah si kembar Crimson.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

"Kau dari mana saja?" tanya Damian sesampainya aku di depan pagar kediaman Crimson.

"Ada sedikit masalah tadi," jawabku jujur. "Kau sendiri kenapa tidak masuk duluan?"

"Aku tengah memikirkan rencana untuk membalas Ashton," ucap Damian enteng.

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang