"Aku pulang."
"Oh, Xander. Selamat datang," jawabku tanpa bergerak sedikitpun dari sofa tempatku berbaring. Sungguh, sofa Xander adalah sofa ternyaman yang pernah aku tiduri.
"Pakai baju dulu sana," lanjutku. "Aku juga sempat memasak daging di kulkas."
"Kau bisa masak?"
"Kalau urusan mencincang dan membakar, aku ahlinya." Aku pun menunjuk pedangku yang tergeletak tak jauh dari meja makan. Aku terlalu malas untuk mencuci pedangku setelah memotong daging jadi, yah, kubiarkan saja tergeletak di sana.
Lagipula aku yakin, pasti Xander akan dengan senang hati mencucinya untukku, hehe.
Selagi Xander mengenakan sweater bututnya, aku mengubah posisiku. "Jadi, berapa banyak mangsa yang kau dapat?"
Hembusan napas Xander terdengar sebelum dia menjawab, "Hanya satu."
"Biasanya kau dapat berapa mangsa?"
"Lima belas."
Aku bergidik ngeri. Aku yakin seratus persen bahwa Xander bilang kalau dirinya penyakitan. Itu artinya fisiknya lemah, bukan?
Tapi bagaimana dia bisa bersetubuh dengan LIMA BELAS ORANG YANG BERBEDA setiap harinya?
Aku semakin ragu kalau dia benar-benar penyakitan.
"Oh, iya. Alettaㅡ"
Tok tok.
Suara pintu yang diketuk memotong ucapan Xander. Incubus itu pun membukakan pintu.
Dan iblis yang mengetuk pintu tersebut adalah iblis yang tidak ingin kutemui sedikitpun.
Ah, itu dia. Senyuman licik yang benar-benar membuatku ingin merobek mulutnya. Kacamatanya yang terlihat "sangat berkelas" membuatku semakin ingin menghabisinya. Oh, dan aku juga sangat ingin mengorek korneanya.
"Mau apa kau ke sini?" desisku. Meskipun amarahku memuncak sampai di titik dimana aku bisa membantai satu klan iblis, aku masih diam tidak beranjak dari sofa sedikitpun.
"Nona, saya rasa Anda harus pulang ke istana segera."
"Dan kenapa SAYA harus pulang ke istana?"
Terrick tersenyum kecil. "Dhemiel kecelakaan."
Satu kalimat itu.
Hanya dengan satu kalimat itu, seluruh tubuhku bagai dilontarkan dari meriam dengan kecepatan tinggi. Kakiku membawaku berlari secepat mungkin menuju istana. Hal buruknya, aku tidak membawa pedangku, dan sekarang aku hanya bisa berharap serangan iblis-iblis yang membenciku dapat kuhindari dengan sempurna.
Dhemiel kecelakaan. Tapi, kenapa bisa?
Bayangan nenek iblisㅡUrishaㅡlangsung tergambar dengan sangat jelas di benakku.
Sesampainya di depan gerbang istana, aku langsung menerobos masuk tanpa memedulikan prajurit yang berusaha menahanku. Koki-koki yang lewat sembari membawa makanan juga tidak kupedulikan sama sekaliㅡmereka sempat terheran-heran akan hal ini.
BRAK BRAK BRAK!
"Urisha! URISHA! BUKA PINTUNYA!"
"WOI, NENEK! BUKA!"
Tinjuan maupun tendangan kulayangkan ke arah pintu ruangan si Ratu Iblis yang Agung.
Sentuhan di bahuku membuatku refleks menoleh. "APA?!" desisku.
Pelayan itu sedikit terlonjak setelah mendengar responku. "M-maaf, nona. Tapi ini telah memasuki jam makan siang dan nyonya Urisha tengah menikmati hidangan di ruang makan."

KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fantasy[Sequel SWITCHED] (SLOW UPDATE) Mana yang lebih menyakitkan: Ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi tanpa alasan atau tidak bisa mengingat siapa orang yang kau sayangi padahal kau menangisinya tiap malam? . . . DO NOT PLAGIARIZED MY STORY OR I'LL...