Jam istirahat selalu menjadi jam yang menyenangkan dan ditunggu-tunggu.
Tak terkecuali, aku.
"Damian, ayo pergi," ajakku sembari mengguncang bahu Damian. Damian menghela napasnya dan mengambil bekal yang kubuat.
"Baiklah. Kau mau makan di mana?" Tanyanya sembari beranjak dari kursinya. Aku bergumam sejenak. "Di mana saja asalkan tidak ada Ashton."
"Dan gadis-gadis centil," sambung Damian dan menggaruk kepalanya malas. Sekeliling kantung mata yang menghitam dan matanya yang masih segaris tipis seakan mengatakan secara tidak langsung kalau dia habis begadang semalam.
Aku terkekeh kecil dan menyingkirkan surai yang menutupi wajahku. "Baiklah, tempat di mana tidak ada Ashton dan gadis-gadis centil. Menurutmu, di mana kita bisa menemukan tempat seperti itu?"
"Di rumah," jawab Damian enteng. Aku memutar kedua bola mataku. "Selain di rumah?"
"Tidak ada yang lebih aman selain di rumah," sambar Rachel yang masih membaca novel filsafat Damian. Kepalanya yang menunduk membuat rambutnya menutupi wajahnya.
Aku menghela napas. "Baiklah. Ayo ke atap sekolah," kataku dan menarik tangan Damian. "Rachel, kami duluan! Jangan lupa makan siang, ya!"
"Ya, hati-hati."
ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ
"Jadi logam mengandung elektropositif sedangkan non logam mengandung elektronegatif?" Tanyaku pada Damian tentang pelajaran kimia tadi. Damian mengangguk. "Begitulah. Dan sebaiknya kau berhenti membicarakan pelajaran tadi saat sedang makan."
"Hm, baiklah. Ngomong-ngomong, apa bekalnya enak?" Damian mengangguk kecil. "Lumayan. Setidaknya tidak seburuk buatan salah satu gadis itu."
Aku terkekeh dan kembali menyuap telur gulung ke mulutku. Damian merogoh saku jaketnya. Dia pun menyodorkan benda yang diambilnya.
Coklat.
"Aku menemukan coklat di laci mejaku. Kau mau?" Tanyanya menawarkan. Aku mengangguk cepat. "Mau!"
Punya penggemar rahasia sepertinya menyenangkan.
Damian pun mengambil sepotong coklat dan memberikannya padaku.
Bentuknya lucu sekali!
"Terima kasih," ucapku dan menaruh coklat itu di atas tutup kotak bekalku. Coklatnya akan kumakan setelah selesai makan bekal yang kubawa.
Tiba-tiba ada yang menarik ujung rokku.
Tidak, bukan Damian. Damian tidak mungkin melakukannya.
Aku menoleh, menemukan seorang anak kecil tengah menarik ujung rokku dengan wajah memelas. Di bagian atas kepalanya ada rambut yang mencuat keluar begitu saja seakan dipakaikan gel.
"Kakak, aku mau coklat itu," gumamnya. Aku pun memberikan anak itu coklat yang rencananya akan kumakan nanti. Wajahnya seketika berubah cerah. "Terima kasih kakak cantik!"
Dan dia pergi begitu saja.
"Airin, kok melamun?" Tanya Damian sembari memakan coklatnya. Aku menoleh. "Tadi ada anak kecil yang meminta coklatku."
Tetapi jawabanku hanya membuat Damian mengerutkan keningnya.
"Anak kecil? Kita ada di atap sekolah. Mana mungkin ada anak kecil di sini," katanya. Aku terhenyak.
Lalu, siapa anak tadi?
"Ah, sudahlah. Boleh aku minta coklatnya lagi?" Pintaku. Damian menyodorkan bungkus coklat yang dia pegang. "Sayangnya coklatnya sudah habis kumakan."
![](https://img.wattpad.com/cover/130792462-288-k965333.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SEPARATED
Fantasy[Sequel SWITCHED] (SLOW UPDATE) Mana yang lebih menyakitkan: Ditinggalkan oleh orang yang kau sayangi tanpa alasan atau tidak bisa mengingat siapa orang yang kau sayangi padahal kau menangisinya tiap malam? . . . DO NOT PLAGIARIZED MY STORY OR I'LL...