12 - Airin Swan

11.5K 1.4K 70
                                    

Pagi ini aku bangun seperti biasa. Tidak terlalu pagi, tapi juga tidak terlalu siang. Pokoknya waktu dimana kau bisa bersiap-siap sesuka hati tanpa perlu takut telat.

Ya, harusnya begitu. Tapi pada akhirnya, aku telat.

Kenapa?

Damian.

Dan juga aku berendam terlalu lama tadi.

Sekarang aku bersama dengan Damian dihukum berdiri di luar kelas sampai pelajaran matematika wajib selesai. Biasanya, guru matematikaku yang biasa akan membiarkanku masuk. Tapi yah, karena gurunya sedang absen, beliau digantikan oleh guru matematika sementara yang katanya galak—dan memang benar kenyataannya.

"Damian," rengekku. "Ulangan biologiku nanti bagus tidak, ya?"

"Mana kutahu," jawab Damian sekenanya dan menguap lebar-lebar.

"Aku bosan di rumah sendiri," lanjutku. Jari-jariku yang bosan perlahan mulai memainkan ujung rambutku yang kukuncir satu. "Kalau aku datang ke rumahmu, yang ada kau masih tidur. Ngorok pula."

Damian tidak menjawab kata-kataku. Dia sibuk menjaga kedua matanya tetap terbuka sembari sesekali meneteskan obat tetes ke matanya. Karena terakhir kali dia dihukum berdiri di luar kelas, guruku menemukannya tengah tidur sambil berdiri. Damian juga sering tidur sambil berdiri di bis karena tidak kedapatan tempat duduk.

Dia dapat ilmu tidur sambil berdiri dari mana coba?

Aku tersenyum kecil dan merogoh saku bajuku. Kusodorkan permen lollipop ke Damian yang langsung mengambilnya. Lumayan buat mengusir kantuk.

"Thanks," jawab Damian singkat dan memasukan lollipop ke mulutnya.

Kami berdua kembali diam. Damian sibuk memakan lollipop sementara aku sendiri sibuk memainkan ujung rambutku.

Mataku pun menangkap sesosok gadis berjalan ke arahku. Gadis itu bukanlah siswi dari sekolahku—terbukti dari baju yang dia kenakan. Dia memakai baju bergaya ala victorian yang elegan. Rok semata kakinya seakan tidak mempersulit langkahnya yang teratur.

"Permisi," sapanya lembut. "Aku mencari kelas Lan. Apa kalian tahu dimana letak kelasnya?"

Aku mengangguk. "Dia ada di kelas X IPS 5. Cukup jalan lurus ke sana," jelasku. Gadis itu membungkuk kecil. "Terima kasih." Dan dia kembali berjalan.

"Menurutmu, dia siapanya Lan?" celetuk Damian setelah gadis tadi sudah keluar dari jarak pandangku.

"Mana kutahu. Aku baru kenal dia kemarin mana mungkin langsung tahu semua hal tentang Lan," sahutku.

"Siapa yang mencariku?"

Aku menoleh. Tidak ada siapa-siapa—hanya Damian yang bersandar ke tembok. Biasanya, aku tidak bisa langsung mengingat suara orang yang pertama kali kutemui, tetapi aku yakin seratus persen tadi itu adalah suara Lan.

"Dia ada di atas kalau kau mencari Lan," bisik Damian. Aku terdiam sejenak sebelum melihat ke atas.

"Hai."

Demi Tuhan. Dia tengah bergelantungan di langit-langit sekolah seolah-olah itu hal yang normal baginya.

Dan bagaimana bisa dia sampai atas di sana?!

Lan pun melompat turun dan mendarat di sebelahku. "Demi Tuhan, Lan! Jangan mengagetkanku begitu!" desisku nyaris teriak. Beruntung guruku tidak sampai keluar kelas dan memberikan hukuman tambahan.

"Maaf," ucapnya dan terkekeh kecil. "Jadi, siapa yang mencariku?"

"Perempuan muda berambut hitam dan berpakaian ala victorian. Dia tadi berjalan ke kelasmu," jelasku.

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang