51 - Damian Winter

9.8K 1.2K 258
                                    

Aku masih terdiam di depan pintu. Entah sudah berapa menit Aletta menghilang, tapi kakiku masih tidak mau melangkah masuk ke dalam.

"Hee... sudah semalam ini, tapi kau tidak tidur?" Suara berat yang terdengar familiar tertangkap gendang telingaku. Aku menoleh dan menemukan Xander tengah melayang dengan santai di sebelahku layaknya Cheshire Cat. "Aletta... dia sangat menyukaimu, ya?"

"Begitulah. Banyak hal yang telah kami lalui bersama."

"Hee... benarkah?" Xander kembali melayang. Dia sempat mengelilingiku beberapa kali, seperti tengah memindaiku dari atas sampai bawah. "Seberapa besarnya ikatan kalian? Aku... penasaran."

Tanganku meraih gagang pintu. "Bagaimana kalau kita bicara di dalam?"

"Hm... boleh saja."

Aku pun meraih gagang pintu dan masuk ke dalam. Entah hanya perasaanku saja atau memang aku merasa sedikit janggal. Aku langsung berjalan menuju kasur dan membuka jurnalku, sementara Xander masih melayang santai sebelum akhirnya dia melayang tepat di sebelahku. Sayapnya tidak mengepak sama sekali.

"Xander," panggilku, "ini bukan mimpiku 'kan?"

Xander terkekeh kecil. "Aku ketahuan, ya? Ternyata mengelabuimu tidak semudah yang kukira."

"Jadi, dimana aku saat kau membuatku tidur?"

"Hm... tepat saat Aletta pergi?"

"Jadi maksudmu, aku sekarang tengah tertidur di depan pintu?

"Tepat sekali."

Aku langsung membuka mataku. Benar saja, aku tengah tergeletak di lantai dalam posisi meringkuk.

"Tch, dasar Xander," gumamku agak kesal. Aku bangkit perlahan dan akhirnya masuk ke ruanganku, tak lupa menutup pintu.

Tanpa pikir panjang, aku langsung menuju kasur untuk yang kedua kalinya. Jurnalku masih kugenggam. Setelah menyelimuti tubuhku dengan selimut yang tersedia dan mendapat posisi senyaman mungkin, aku menutup kedua mataku. Tanpa menunggu lama, aku kembali ditarik ke alam mimpi.

"Selamat datang kembali," sapa Xander datar sembari memainkan majalah yang ada di meja.

"Jadi, apa tujuanmu kemari?" tanyaku. "Bukankah kau tidak suka berlama-lama di mimpi laki-laki?"

Xander kembali melayang ke arahku. "Aku memang tidak suka berada di mimpi laki-laki, tapi aku masih harus memberitahumu sesuatu."

"Baik, lanjutkan saja. Aku mendengarkan," ucapku sembari membolak-balikkan jurnalku.

"Ini tentang portal dunia manusia dan caramu kembali."

Tanganku tiba-tiba berhenti. Aku menatap Xander. "Kau tahu sesuatu?"

"Kami para succubus dan incubus belajar banyak tentang manusia, mulai dari kebiasaan, kesukaan, hal yang mereka benci, dan juga nafsu mereka," jelasnya. "Beberapa dari kami juga mempelajari portal ke dunia manusia yang kau lewati itu.

Dan kebetulan, aku salah satu dari incubus yang mempelajarinya."

Aku terdiam sejenak. Rasanya ini terlalu mudah untuk sesuatu yang taruhannya adalah nyawa. "Kau tidak mengharapkan imbalan dariku 'kan?"

Kekehan berat Xander membuat seluruh tubuhku merinding. Entah apa yang dia inginkan, tapi sepertinya menuruti keinginannya bukanlah hal yang bagus. "Akan kuberitahu keinginanku setelah aku menjelaskan semuanya. Bagaimana? Apa kau setuju?"

Xander mengulurkan tangannya padaku. Kukunya yang panjang nan tajam membuatku sedikit ragu untuk menjabat tangannya tanpa melukai tanganku. Aku menarik napas panjang. Ini satu-satunya kesempatanku. Tanpa Xander, kami mungkin tidak akan bisa kembali.

SEPARATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang