Part 21

6.8K 441 13
                                    


****

Ali menghela nafasnya pelan, sungguh yang ia lakukan terhadap Prilly seperti kekanak-kanakan. Sebenarnya ia tidak flight ke Amerika dan Jerman, ia hanya flight ke Malaysia dan Filipina yang hanya seminggu. Merindukan Prilly? Tentu saja ia sangat merindukan istirnya itu. Namun ia benar-benar sedang menenangkan dirinya. Yap! Sementara ini Ali berada di apartement lamanya dengan Rian. Ia juga mengambil cuti selama beberapa hari.

Malam ini, Ali berdiri di balkon kamar apartemennya sambil menatap indahnya malam hari di ibu kota. Ia terus saja memikirkan Prilly.

Sedang apa ya Prilly saat ini? Tanya Ali dalam hati.

Ali pun mengaktifkan ponselnya. Yap! Hampir 2 minggu ini Ali tak mengaktifkan ponselnya. Bersalah? Tentu Ali merasa sangat bersalah karena telah meninggalkan Prilly di rumah dengan keadaan sedang hamil. Tentu ia merasakan bersalah yang teramat dalam. Entahlah, Ali merasa ia seperti anak kecil.

Saat telah di aktifkan ponselnya, tiba-tiba saja banyak sekali pesan masuk dari Prilly dan juga panggilan tak terjawab dari istrinya tersebut. Ali mengulas senyum tipisnya. Kemudian, ia membaca satu persatu pesan tersebut.

'Sayang, maafkan aku. Aku mohon kembalilah, setidaknya demi calon buah hati kita'

Hati Ali terenyuh membaca salah satu pesan tersebut. Hati kecilnya meminta Ali untuk pulang ke rumah dan mendengar penjelasan dari Prilly, namun egonya yang justru menahannya. Marah? Ali tidak marah kepada Prilly, ia hanya kecewa.

Lamunan Ali buyar saat Ponselnya berdering dan tertera nama Prilly di layar ponsel miliknya. Dengan segera ia mengangkat telepon dari istrinya tersebut.

"Halo, sayang. Kamu kenapa baru aktif sekarang, hiks.. please, kamu pulang sekarang, demi calon buah hati kita.. hiks.. please, Ali" ucap Prilly sambil terisak.

Ali hanya terdiam. Dalam lubuk hatinya, ia tidak tega mendengar isakan tangis Prilly. Namun lagi-lagi egonya yang menguasai dirinya.

"Kamu gak apa-apa tidak peduli sama aku..hiks..hiks.. tapi kamu harus ingat calon.. hiks.. buah hati kita, sayang" lanjut Prilly saat tak ada respon dari Ali.

Ali tetap diam tak menjawab. Tiba-tiba Ali tersentak manakala ia mendengar Prilly mual-mual.

"Sayang, kamu tidak apa-apa kan?" Tanya Ali khawatir.

"Aku tidak apa-apa.. hiks"

"Sudah, kamu jangan menangis. Lebih baik sekarang kamu tidur" ucap Ali.

"Aku tidak bisa tidur" balas Prilly.

Runtuh sudah pertahanan yang telah di bangun oleh egonya. Ali pun menghela nafasnya pelan.

"Hhh.. kalau kamu tidak tidur, lebih baik aku tidak usah pulang" ucap Ali sedikit mengancam Prilly.

Kemudian, Ali memutuskan teleponnya secara sepihak. Dengan segera Ali mengemasi barang-barangnya. Yap! Ali akan kembali ke rumahnya. Ia tidak ingin kesehatan Prilly terganggu karena hal yang sepele seperti ini.

****

Prilly masih setia menunggu Ali di ruang tamunya, walaupun ia mengira bahwa Ali tidak pulang hari ini. Ia selalu tidur larut malam hanya karena berharap Ali akan pulang pada setiap malamnya. Mamah Ully yang melihatnya merasa iba kepada putri satu-satunya tersebut, namun ia tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga Prilly dengan Ali. Yap! Mamah Ully ingin mereka menyelesaikan masalah dengan kepala dingin, tidak kekanak-kanakan.

"Prill" panggil Mamah Ully.

Prilly hanya melirik sang Mamah sekilas. Tingkah Prilly sontak membuat Mamah Ully menghela nafasnya pelan.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang