Part 29

3.8K 237 5
                                    

****

Rian melangkahkan kakinya menuju ruang ICU. Sahabat Ali ini merasa tidak enak hati karena baru sekarang ini ia bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi Ali yang masih terbaring koma.

Sungguh Rian merasa sangat kesepian tanpa sosok Ali saat berada di kantor maskapai ataupun berada di apartemen mereka, namun saat ini ia hanya bisa berharap jika Ali segera pulih dari masa-masa komanya.

"Prilly" panggil Rian.

Prilly menoleh ke arah sumber suara dan di dapati sosok Rian sahabat Ali.

"Hai, Rian. Lo apa kabar?" tanya Prilly.

Rian menghela nafasnya pelan. Seharusnya dialah yang menanyakan pertanyaan tersebut kepada Prilly.

"Seharusnya gue yang tanya kabar itu ke lo, Prill. Kabar gue baik kok. Kabar lo gimana, Prill? Perkembangan Ali sampai saat ini gimana?" ucap Prilly.

Prilly tersenyum tegar, berusaha menutupi rasa lelahnya di hadapan Rian. Tidak! Sampai kapanpun Prilly tak kenal rasa lelah untuk menunggu Ali hingga tersadar dari masa komanya.

"Gue baik kok, Rian" balas Prilly.

Prilly menjeda ucapannya sejenak, terdengar hembusan nafas panjang dari Prilly.

"Ali sampai saat ini masih koma dan tidak ada perkembangan apapun tentang kondisinya" lanjut Prilly lesu.

Rian menatap Prilly iba, ia merasa kasihan kepada wanita hamil di hadapannya ini. Tangannya pun terangkat untuk mengusap lengan Prilly, mencoba memberi kekuatan pada istri sahabatnya itu.

"Boleh gue ketemu sama Ali, Prill?" izin Rian.

"Boleh kok, lo masuk saja" balas Prilly.

Rian pun memasuki ruang ICU dimana Ali di rawat secara intensif disana. Suara alat pendeteksi jantung (Elektrokardiogram) pun menyambut kedatangan Rian.  Rian memandang Ali yang terbaring lemah di atas bangsar dan di pasangi oleh kabel-kabel pada dadanya. Sungguh pandangan yang mengiris hati Co-Pilot itu.

Rian berdiri tepat di samping bangsal Ali, sekuat tenaga ia tidak ingin mengeluarkan air mata. Rian tahu bahwa jiwa Ali sedang mengawasinya dan ia tidak ingin Ali mengejeknya sebagai pria lemah.

Tidak! Aku tidak akan menangis Pikir Rian.

"Hai, bro. Gue datang" sapa Rian.

Rian menghela nafasnya pelan. Rian tahu bahwa Ali tidak akan menjawab ucapannya tersebut, tapi ia sangat yakin jika sahabatnya itu pasti mendengar apa saja yang ia katakan.

"Maaf ya gue baru bisa datang jenguk lo sekarang, lo apa kabar? Masih betah lo tidur terus, li?" lanjut Rian.

Rian tersenyum tipis, mencoba menguatkan dirinya agar tidak menangis hanya karena melihat kondisi Ali saat ini.

"Cepat bangun, capt. Lo gak kasihan sama istri lo? Istri lo lagi hamil, capt" sambung Rian.

Sungguh Rian tak tega melihat kondisi Ali saat ini, ia tak terima pelaku yang sudah membuat Ali terbaring koma. Tak peduli jika pelaku tersebut adalah sahabat mereka.

Rian meraih tangan Ali yang di infus dan menggenggamnya lembut.

"Gue akan urus kasus ini untuk keadilan lo, Li. Gue gak terima apa yang menimpa lo dan istri lo, meski pelakunya sahabat kita sendiri" ucap Rian.

****

Rian menatap tajam Rebecca di hadapannya, sahabat sekaligus pelaku penembakan Ali. Penampilan Rebecca kini jauh dari kata cantik dan bersih. Yap! Semenjak ia di kurung di sel tahanan, tubuh danwajah sempurna Rebecca tak terurus. Sangat berbeda dari sebelumnya yang selalu ia rawat dengan teliti.

STAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang