36. All be right

3.8K 130 0
                                    


Jam dinding masih menunjuk pada angka lima lewat tiga belas menit, namun sore hari ini, Hamid memutuskan untuk pulang dan mengakhiri tanggung jawabnya di kantor. Entahlah, semenjak kejadian beberapa waktu lalu, ia merasa ingin terus bersama dengan istrinya.

Perasaan cemas dan tak tenang terus menyeliputinya kala ia tak bersama dengan sang istri tercinta. Setelah memberitahukan hal ini pada sekertarisnya, lelaki yang sebentar lagi menginjak usia tujuh belas tahun itu segera meraih jas kerjanya dan kemudian meninggalkan ruangan ini.

Kalian tahu, sore hari ini Jakarta serasa sangat padat untuk Hamid. Macet yang sebelumnya sudah jadi makanan sehari-hari, sekarang justru menjadi bahan yang mampu membuatnya mengumpat kesal. Macet disepanjang jalan Yos Sudarso ini mengulur waktunya untuk segera sampai dirumah.

"Assalamualaikum...," ucap pemuda itu saat akhirnya tiba di rumah.

Tak ada jawaban. Hanya terdengar beberapa alat dapur yang tengah beradu. Ah, pasti Ainun tengah memasak di dapur. Aroma masakan gadis itu bahkan tercium dan menyapa seluruh cacing-cacing dalam perutnya.

Betul saja. Perempuan yang selalu ia rindukan itu tengah asik memasak. Hamid perlahan mendekat, lalu memeluk pinggang ramping Ainun.

"Hai, Sayang..."

Ainun yang masih berkutat dengan masakannya mendadak menghentikan aksinya itu. Dia tersenyum begitu mengenali suara dan tangan kokoh yang tengah memeluknya. Suara itu kepunyaan Hamid Bramawisnu. Pemuda yang dua tahun lebih muda darinya, yang berhasil membuatnya luluh dan jatuh cinta.

"Udah pulang?"

"Sudah."

"Cepat sekali. Semakin hari, kamu semakin cepat pulang ke rumah. Apa tidak sibuk? Tidak banyak kerjaan?"

"Banyak, sih. Tetapi semakin hari, aku semakin cepat rindu padamu. Jadi ingin cepat pulang."

Setelah mendengar jawaban receh nan gombal dari laki-laki itu, Ainun mengukir senyum tipis di wajahnya. Obrolan yang tidak berbobot, tetapi manis. Obrolan ringan yang selalu terbayang. Bahkan ia sudah terbiasa dengan tingkah dan segala percakapan yang tidak begitu penting bersama Hamid.

Karena gadis itu menyadari satu hal, ia harus memanfaatkan waktu sebaik-baiknya, sebelum waktu itu merampas segala yang ia punya.

"Kapan bagi rapot?" tanya Ainun lagi.

"Hhmmm..., gak tau. Kenapa? Pengen cepat-cepat liburan bareng aku, yaa...." goda Hamid yang sukses mendapat hadiah sikutan keras dipinggangnya.

"Ngapain liburan? Lo harus tetap kerja. Ingat tanggung jawab!"

"Aduh, Ai... Gak apa-apa kali, liburan. Toh kita juga belum pernah honeymoon."

Hamid makin menenggelamkan kepalanya pada sela-sela curuk leher jenjang Ainun. Setelah berkata seperti itu, bukan lagi sikutan keras yang ia dapat, melainkan ketukan centong nasi yang mendarat tepat di kepalanya.

"Auuhhh... Sakit, Ai..." keluhnya.

"Mampus! Honeymoon pala lo, sihh...!!"

"Ck, perasaan baru aja menikmati momen-momen romantis, kenapa jadi momen fighting begini? Aeelahh..., Yang..."

"Stop it, berhenti menye-menye! Siapin meja makan atau lo gak boleh makan di rumah malam ini!" titah Ainun sarkas.

Namun bukannya melaksanakan hal yang diperintahkan Ainun, Hamid justru tertawa dan makin mengeratkan pelukannya yang dapat membuat Ainun sesak nafas.

"Kalau gitu aku makan diluar."

"Berani makan diluar, gak usah pulang sekalian!"

Cuupp..-

Be my Sweet Darling  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang