36. Tentang dia dan dirinya.

2.4K 111 2
                                    

"Lama...," keluh seorang pemuda disampingku.

Disiang hari ini, aku, Hamid, dan Dafa masih setia menunggu di depan ruang tunggu IGD salah satu rumah sakit yang tengah menangani Alfa dan Gary. Aku sendiri hanya bisa duduk merenung memikirkan kejadian yang beberapa jam lalu kami alami. Untung saja saat itu Dafa datang diwaktu yang tepat, sehingga aku dan Hamid tidak terluka parah. Dan sebagai gantinya, Alfa justru melepas pelurunya pada perut bagian kiri Gary.

"Lo mukul si Alfa sekeras apa, sih? Sampai lama begini!" tanya Hamid jenuh pada Dafa yang duduk dihadapannya.

"Seingat gue, gak terlalu keras juga," balas Dafa sembari mengingat-ingat.

"Lo udah ngabarin ini ke keluarga lo?" Sekarang giliran aku yang bertanya pada pemuda tersebut.

Sembari cengengesan, Dafa menggelengkan kepalanya. Pertanda bahwa ia belum menyampaikan berita ini pada keluarganya.

"Jangan dikabarin dulu. Ini bakal berpengaruh besar sama perusahaan lo. Gue bisa aja nuntut saudara lo atas kasus penculikan dan pemerasan. Hal itu gue jamin bakal merusak citra perusahaan lo. Jadi saran gue, lebih baik gue memberi sedikit penegasan pada Alfa agar pecundang itu tau apa akibat dari semua yang ia perbuat." Dengan tegas dan lugas, Hamid mengatakan hal itu pada Dafa.

"Gak usah sok galak gitu!" protesku pada Hamid. Biarpun kami hampir mati di gudang tua itu, setidaknya pihak dari musuhnya sendiri-lah yang menjadi penyelamat. Kurasa Hamid sangat tidak sopan bila ingin menjatuhkan Alfa karena kasus ini.

"Ini juga semua salah lo, Ai!" balasnya tak terima.

Lah...

Kok, gue!!

Aku memandang wajah manisnya itu dengan mata melotot sempurna, "Apa-apaan lo bawa-bawa gue!!"

"Coba aja kalau kamu gak secantik ini, pasti mereka gak bakal macem-macem sampai ikut membahayakan dirimu!" tuduh Hamid. Ckck, memangnya salah gue kalau gue secantik ini?

Dasar dodol!

"Bener!! Kali ini gue setuju sama Hamid!" timpal Dafa lalu ber-tos ria dengan Hamid.

Walah..., ini lagi si Dafa!!

"Makanya kalian jangan suka sama gue!"

"Haduh, Ai... cowok mana yang bisa nahan imannya kalau ngelihat cewek seperti lo gini?!"

"Bener, tuh!!"

Aku memandangi wajah Hamid dan Dafa bergantian. Mereka masih saling menimpali dan mengoceh bahwa semua ini salahku karena ikut menyeret-nyeret Gary. Padahal, kurasa Gary tidak terlalu jauh dalam permainan ini. Namun bagaimana pun, dialah korban terparah karena peluru nyasar dari pistol milik Alfa.

"Iya, betul banget!!" seru Dafa membenarkan perkataan Hamid untuk kesekian kalinya.

"Dafa! Lo gak usah ikut-ikutann...!!" kesalku pada pemuda itu.

"Biarin aja sih, Ai... Gue sama Dafa lagi berunding, nih," ucap Hamid membela Dafa.

Aku kemudian berdiri dan hendak meninggalkan mereka berdua. Tetapi panggilan Hamid terpakasa membuat langkahku terhenti dan berbalik memandangnya.

"Mau kemana?" tanya suami brondong-ku itu.

"Nyari suami baru. Kali aja dapat pak dokter ganteng," kataku membalas pertanyaannya.

"Lah..., yang dua disini aja masih dianggurin!" imbuh Dafa yang lansung direspond heboh oleh Hamid.

"Biarin aja kalian! Hamid, kalau lo masih kompakan sama Dafa untuk nyalahin gue, lama-lama gue poligami lo sama Dafa!!" ancamku sebelum benar-benar melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.

Be my Sweet Darling  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang