15. Marry Your Daughter

2.2K 111 2
                                    





Ainun berjalan gontai menuju kelasnya. Banyak sekali beban pikiran yang telah ia rasakan kemarin. Dari inilah itulah, lamaran, dan tungangan. Sesuatu yang sungguh diluar ekspetasinya selama 18 tahun hidup di dunia.

"Kenapa lo? Kekurangan libur?" tanya kawannya, Mitha.

"Pusing nih gue," keluhnya.

"Pusing kenapa? Lo kayaknya gak ada hari tanpa pusing deh."

"Ini tuh gara-gara si menyebalkan yang semena-mena. Masa iya, dia kemarin datang ngelamar gue. Kan unbelievable banget gitu!"

Mitha terkejut. Kedua kelopak matanya terbuka selebar-lebarnya mendengar jawaban dari sahabatnya itu.

"Siapa yang ngelamar lo?"

"Hamid, Mit. Anak bau kencur gitu dateng ke rumah gue, sama bokap-nyokapnya, ngomong ke papa mau ngelamar gue jadi istrinya. Nyebelin banget tahu nggak sih!" Ainun menceritakan singkat secara menggebu-gebu emosi pada gadis berbehel disebelahnya ini.

"Hahahahahahaha...... Takdir.. takdir. Skenario Tuhan memang hebat sekali! Gimana bisa cowok ke-50 yang lo tolak langsung ngebet lamar lo gitu. Waahhh, bener ntuh kata-kata gue soal Hamid yang bakal jadi takdir lo."

Ainun bergidik ngeri. Kalau memang omongan Mitha soal Hamid yang notabene cowok ke-50 adalah takdirnya, apakah cowok yang kemarin melamarnya juga akan mendatangkan karma? Ah, Ainun sungguh dibuat pusing.

"Lo terima?"

Ainun mengangguk malu-malu, "Dia sudah seserius itu, masa gue tolak."

"Wah, wah. Alamat bakal nikah muda lo, nih."

Ainun menatap kesal wajah sahabatnya itu. Sedetik kemudian matanya memerah, dan ia menangis. Ini adalah kali kedua ia menangis di sekolah, dihadapan banyak orang.

"Terus gue harus apa? Gue gak mau nikah sama brondong, Ta. Gue juga takut. Gue gak siap. Menikah itu seperti kurungan berbentuk cincin yang disematkan di sela jari, hidup bersama, tersakiti, ditinggalkan, dan pada akhirnya akan mengakui ketidak-abadian cinta. Gue serius gak tahu apa dan bagaimana selanjutnya...." Sang mantan ketua osis terus terisak dalam tangkupan tangannya. Mitha hanya menepuk pelan bahu belakang gadis itu, sekedar menguatkannya.

"Jalani aja dulu, Nun. Semua ada hikmahnya. Mungkin salah satu yang harus lo syukuri adalah dengan begini lo bakal terhindar dari yang namanya zina. Lebih barokah hidup lo...!! Lagian ju.."

"Ai, kenapa??" Suara seorang lelaki membuat Ainun dan Mitha menoleh. Mereka sama-sama mendapatkan Hamid, orang yang sedang mereka jadikan bahan perbincangan pagi ini.

Si menyebalkan datang, batin Ainun. Ia tersenyum sinis.

"Sayang? Kamu kenapa?"

"Sana lo! Pergi jauh-jauh dari gue!" Ainun menatap adik kelasnya itu. Hamid yang melihat kedua mata Ainun memerah sontak dibuat kaget dan bertanya-tanya. Ia membalas tatapan gadis itu. Ah, Hamid tau alasannya. Ia melihat keadaan sekitar. Kelas Ainun masih sepi, nampaknya hanya beberapa siswa saja yang baru datang pagi ini.

Lelaki itu bersimpuh. Tangannya ia lipat diatas meja gadis itu.

"Hei.... Masih soal kemarin?"

Ainun membuang muka kearah lain. Enggan menatap wajah Hamid yang membuatnya makin merasa risih.

"Ainun. Ayo sama-sama berubah. Ubah aku, dan akan ku ubah kau dengan caraku. Mungkin Tuhan sudah terlalu sayang sama kita. Makanya, kita disuruh serius duluan. Aku memang gak bisa ngajak kamu naik karpet terbang kayak Aladin dan Jasmine..." sambung Hamid.

Be my Sweet Darling  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang