6. Kamu, Aku, Dan Fiksi Roman

3.6K 188 17
                                    

Kalau puisi itu adalah sepanjang rel menuju labirin rindu, maka aku akan menemukanmu disetiap stasiun yang ku singgahi.

-'Helena' webtoon. (Achmad Fauzi)

~~~

Mobil Toyota New Corolla Altis dengan type mesin 22ZR-FE milik Hamid telah terparkir anteng di parkiran sekolah. Entah jin apa yang merasukinya sehingga anak kelas 10 yang terkenal nakal itu sudah datang dipagi-pagi buta seperti ini. Kedua mata Hamid terbelak menampakkan irisnya yang berwarna cokelat gelap itu. Tanpa sadar, kedua tangannya pun ikut mengepal. Terkejut saat mendapati pemandangan yang ia benci di depan SMA Tirta Jaya. Tepat diseberang sekolahnya.

Disana ada seorang lelaki yang tertawa sambil merangkul seorang gadis cantik. Gadis yang ia lihat kemarin di pusat perbelanjaan. Lelaki itu tertawa bahagia sambil sesekali melirik gadis yang dirangkulnya.

Namanya Alfandika Wijaya. Anak dari pengusaha Bara Wijaya. Si pengkhianat. Musuh dalam selimut. Bersekongkol dengan Silvana, si mantan calon tunangan Hamid, si gadis yang kini tengah dirangkulnya mesra. Syukur perbuatan keji itu sudah lebih dahulu ketahuan sebelum menimbulkan bencana besar bagi bisnis dan keluarganya.

Hamid menoleh ke arah lain. Dan senyumnya tiba-tiba merekah. Dilihatnya sosok sang kakak kelas tercinta, Ainun.

"Ainun!!" teriaknya membuat si gadis manis berkerudung putih itu menoleh. Dengan langah seribu langsung disusulnya gadis itu.

"Assalamualaikum cantik," sapanya dihadiahi tatapan elang oleh Ainun.

"Waalaikumsalam."

"Novelnya udah dibaca?"

Ainun tak menjawabnya. Ia langsung menaiki tangga yang memisahkan lantai kelasnya dengan Hamid. Tangga sialan, pikir Hamid. Rasa-rasanya ingin ia melepas segera bet berlambang X dan menggantikannya dengan yang berlambang XII. Biar setara sama Ainun.

"AINUN!!" teriak Hamid dari lantai satu. Lalu diarahkannya sebelah telap tangannya kedekat bibirnya, memberi kecupan jarak jauh.

"EDAN !!" ucap Ainun tanpa bersuara. Dan itu sukses membuat Hamid tertawa terpingkal-pingkal. Semakin galak dan dingin Ainun, maka semakin cinta Hamidnya.

***

"Ngantin yuk shayy," ajak Mitha pada sahabatnya.

"Mana si Fadlan? Biasanya juga sama dia lo," tanya Ainun jengah. Ia pusing sekali dengan pelajaran Kimia yang kali ini membahas tentang tekanan osmotik.

"Sakit."

"Ohh.., jadi karena gak ada Fadlan baru sama gue nih."

"Hahaha enggalah, Beb. Kuy lah!"

Mereka pun berjalan keluar kelas menuju kantin. Sepanjang jalan Ainun hanya diam. Padahal sahabatnya sudah banyak berbicara macam-macam. Namun inilah Ainun. Baginya kalau itu tidak penting ya sudah, nggak usah dikomentari. Diam lebih berharga daripada berbicara yang tak ada artinya.

"Lo duluan deh, Ta," kata Ainun tiba-tiba. Indra penciumannya menangkap sesuatu yang tak beres dari belakang gedung kesenian. Bau rokok.

Mitha kemudian tersenyum dan mengangguk. Sepeninggal sahabatnya itu, Ainun melangkah cepat ke belakang gedung kesenian. Hmm, dan benar saja. Disana ada geng anak-anak nakal yang lagi asik-asiknya merokok di sekolah.

"Eekkhhmm..." dehemnya disegaja membuat para siswa-siswa bandel disana terkejut.

"Eh mantan ketua osis. Halo Nun," sapa Bagas dengan tampang watados. Si ketua geng 'Brandal Bhakti Bangsa'.

Be my Sweet Darling  [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang