Ainun memarkirkan motor matic nya tepat di depan pintu masuk gudang tua dekat pelabuhan. Cukup sepi pagi ini. Entah karena memang gudang ini sudah tak terpakai, atau memang belum dimulai kegiatan di pelabuhan tersebut. Fikiran gadis itu sudah tak dapat lagi di sinkronkan sekarang. Perlahan tapi pasti, Ainun memberanikan diri memasuki gudang tua itu.
"Permisi..."
"Akkhh.... Mppphhh....!!!"
***
Diwaktu yang sama, saat jam istirahat SMA Bhakti Bangsa...
Mitha berlari sekencang-kencangnya begitu ia mendengar suara bel istirahat berbunyi. Kalau biasanya ia akan seantusias ini untuk pergi ke kantin, maka perihal hari ini beda. Ada sesuatu yang menjanggal hatinya, dan ia perlu bertemu pemuda itu sekarang juga. Ini tentang sahabatnya. Dan pemuda itu tak lain adalah Hamid Bramawisnu.
"HAMIDD!!" teriak Mitha dari kejauhan. Hamid yang dapat mendengarnya pun menoleh ke belakang.
"Kenapa, Kak?"
"Ainun...."
"Ainun kenapa?"
"Ainun tadi dapat telefon. Terus dia langsung pergi gitu... Mukanya panik.."
"Pergi? Pergi kemana?" tanya Hamid memburu. Dia nampak sangat khawatir pada gadis bernama lengkap Vianada Ainun itu.
"Ke gudang tua dekat pelabuhan!! Demi Tuhan, gue takut sesuatu terjadi sama dia!! Gue mohon Hamid, apapun yang terjadi, jangan buat sahabat gue terluka..... please, tolong dia..."
Wajah Hamid merah padam. Gudang tua itu sudah pasti ada sangkut pautnya Alfandika Wijaya. Ah sial! Kalau begini, sudah pasti ada yang tidak beres, dan ada sesuatu yang berbahaya yang sedang dihadapi istrinya. Hamid sudah menduga Alfa akan menggunakan Ainun untuk merebut hartanya, tapi tak dapat ia sangka bahwa secepat ini orang munafik itu melaksanakan rencananya.
"Kak, bilang sama guru gue, ada sesuatu yang penting yang harus gue kerjain," ucap Hamid pada Mitha.
"Pasti!"
Di lain tempat, Dafa yang tak kalah cemas terus memengang ponselnya. Bahkan sarapan yang telah disiapkan untuknya sedari tadi tak tersentuh. Fikirannya menerawang pada kelakuan gila saudara kembarnya yang terkadang melewati ambang batas normal.
"Dafa, gak diminum susunya?" tanya ibunda Dafa lembut.
"Nggak, Ma. Oh iya, Ma, Alfa mana?"
"Nggak tau, Mama. Sepertinya dari semalam gak pulang-pulang."
Alfa?
Tidak pulang?
Kalau perihal si Alfa yang hobi dugem dan ena-ena sepanjang malam, Dafa masih bisa memaklumi. Tetapi mengingat perkataan saudaranya sore itu entah mengapa membuat Dafa menjadi cemas sendiri. Ia yakin ketidak pulangan Alfa kali ini ada kaitannya dengan perkataan ngelindur saudara kembarnya itu.
FLASHBACK ON
Dafa masih menatap kosong kearah cangkir Cappucino dihadapannya. Sekarang ia, Alfa, dan Silva tengah berada disalah satu kafe yang terletak di tengah-tengah kota Jakarta. Sesekali pemuda tampan itu melirik malas kearah jendela dan menghembuskan nafas bosan. Ditambah dengan kehadiran dua manusia dihadapannya yang sama sekali tak dapat membantu menghusir kebosanannya.
"Alfa... Gue cabut deh kalau kayak gini," keluhnya.
"Tunggu, ada yang harus kita bicarakan."
"Apa?"
Alfa diam sejenak sebelum ia menatap lekat wajah putih pucat saudara kembarnya itu, "gue bakal ngasih lo apa yang selama ini lo inginkan."
"Maksudnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Be my Sweet Darling [END]
RomanceHal yang paling indah adalah hal yang paling menyakitkan. Cinta. . Brukk! Dia keluar dari mobil sedannya dengan membanting pintu mobil keras disengaja. "Lo siapa?" tanyanya sombong. "Lo yang siapa?" tanya gue balik. Ish, adik kelas nyolot. Sok! "Gue...