#twenty seven

126 31 11
                                    

"Semua luka itu sungguh tak pantas untuk menguasai seluruh hidupku"-

________

Perasaan perasaan itu sama sekali tak mendukung,akupun belum sepenuhnya mengerti perihal perasaanku. Salahkah jika aku mengabaikannya?

Ini sudah keputusanmu,eunseo.

Semua kesalahan memang tidak hanya terletak pada diriku. Tapi mau bagaimana lagi,jika pihak yang bersalah-pun enggan untuk mengakui bahwa dirinya bersalah.

Bukankah itu semua menjadi bebanku seorang diri?

Kau sudah benar,ikuti kata hatimu.

Tapi,

Haruskah?

Aku hanya ingin semua luka itu menghilang,tapi bukan lantas nyawaku juga ikut menghilang.

Katakan,memangnya ada cara lain yang bisa kulakukan? Nihil bukan?

Karena ini satu-satunya cara,hal ini wajar dilakukan.

Haruskah aku mengucapkan selamat tinggal?

Tidak perlu,aku bukanlah sosok yang akan dicari ketika menghilang.

Aku mengeratkan peganganku pada pagar pembatas balkon dan menatap kebawah. Ini lantai dua,jika aku terjun,akan lebih baik jika aku langsung mati bukan? Dengan begitu aku takkan merasakan sakit lagi.

Aku mengumpulkan semua tekad dan niatku,pikiranku hanya terpaku pada satu hal,bertahan atau menyudahi,itu saja.

Pilihan juga sudah aku putuskan dengan baik,aku hanya perlu melanjutkannya.

"Aku sudah lama menunggumu seperti ini."

Pergi.

"Kau hanya perlu meloncat,maka semua luka itu takkan pernah kau temui lagi."

Pergi.

"Hidupmu takkan berubah menjadi lebih baik hanya dengan kamu bertahan,jangan bodoh."

Kubilang pergi.

"Kepedulian itu semuanya bersifat sementara,suatu saat nanti,kau akan terjatuh kembali dalam kesendirian,percayalah."



Kubilang pergi,sialan.

Aku berteriak sekencang mungkin agar semua suara-suara menjijikan itu menghilang dari pendengaranku.

Aku benar-benar muak sekarang.

Telingaku rasanya akan pecah sebentar lagi.

Aku menaikkan salah satu kakiku pada pembatas pagar,dengan kaki satu laginya yang masih menginjak lantai balkon. Kueratkan peganganku pada pagar pembatas sampai-sampai tanganku terasa nyeri. Sakit,tapi ini tak seberapa.

"Aku juga benci melihat orang gila sepertimu masih bertahan disini."

"Pergi!"

Aku berteriak selantang mungkin mengusir suara itu. Tak peduli pada nasib tenggorokanku setelah ini. Toh aku juga akan mati.

"Tak berguna,hidupmu merepotkan"



Baiklah,baru saja aku akan benar benar melompat bebas kebawah sana,seseorang menarik tanganku dengan sangat keras dan menjauh dari pagar pembatas itu.

"Kau gila? Hah?!" Sehun membentakku. Terlebih,dia-pun ikut memanggilku gila.

"Kau sudah tahu kalau aku gila,kenapa tidak biarkan saja aku melompat?" Jawabku kali ini tanpa memedulikan sopan santun yang seharusnya aku terapkan.

Sehun mengusap wajahnya gusar dan mengacak rambutnya sendiri,terlihat sangat marah,atau mungkin frustasi?

Dia benar,hidupku memang menyusahkan.

"Lepas" aku mencoba melepas genggaman tangan sehun yang terasa begitu menyakitkan. Alih-alih melepaskan,sehun justru mempererat genggamannya.

Oppa,itu sakit.

"Kau lupa untuk apa aku membawamu kemari?" Tanyanya dengan suara yang tegas sembari menatapku lekat,yang juga dibalas oleh tatapan kosong dariku.

"Aku membawamu kesini agar kau bisa sembuh!" Ujarnya kali ini dengan nafas yang berburu.

"Aku sampai mempertaruhkan pekerjaanku demi melakukan hal konyol seperti ini" matanya masih menatap lekat dan tajam kearahku.  anehnya aku sama sekali tak merasa takut dengan tatapan itu.

"Kumohon,hargai usahaku,dan jangan membuatku khawatir eunseo-ya" Ucapnya dengan suara yang nyaris pelan.

Tatapanku kosong,aku tak dapat melihat kejujuran dari matanya,pikiranku terpecah belah membuatku sulit untuk fokus.

Benar,aku manusia tak tahu diri.

Tiba-tiba saja sehun sudah mendekap tubuhku dengan erat dan membenamkan kepalaku didadanya.

Rasanya aku ingin menangis,tapi aku tak bisa,ini sangat menyakitkan.

"Sakit.." Lirihku pelan.

"Menangislah,tak apa" Sehun mengusap punggungku pelan.

"Sakit sekali rasanya" kali ini suaraku mulai terdengar parau. Ah sial,harusnya aku tak menangis.

"Ini seperti...aku akan mati" Sehun kembali mempererat dekapannya pada tubuhku.

Aku merasa sedikit lega dan tenang.

Setiap kali dipeluk oleh seseorang,entah kenapa rasanya ini menenangkan.

Aku tak bisa membayangkan,akan seperti apa rasanya jika eomma yang memelukku seperti ini. Salahkah jika aku berharap?

"Kau Istirahatlah dulu" sehun melepas pelukannya dariku dan menuntunku kembali masuk ke kamar. Aku mendudukkan diriku diranjang dengan pikiran yang kosong.

Sedangkan sehun tengah menutup pintu balkon dan menutup tirainya.
Lalu ia berjalan kearahku dan duduk disampingku.

"Tidurlah,dan berhenti membuatku khawatir,aku akan disini"

Aku menurut dan lantas berbaring sembari menarik selimut untuk menutup tubuhku.

"Bukankah oppa juga harusnya beristirahat?"

Dia harus bekerja besok,dia juga butuh istirahat,bukan malah menjagaku disini. Aku memang selalu merepotkan.

"Aku akan tidur disofa itu,tak usah dipikirkan,tidurlah yang nyenyak" katanya menunjuk sofa yang berada tak jauh disamping ranjangku,tangannya mengelus lembut ujung kepalaku. Lagi,dia melakukkannya lagi padaku.

Aku beruntung bisa dipertemukan dengan orang sebaik dirinya. Entah harus dengan apa aku membalasnya. Alih-alih membalasnya,aku justru semakin membuatnya susah.

Aku harus berhenti merepotkannya.

Bagaimana jika aku berada jauh darinya? Bukankah itu lebih bagus?

Baiklah,biarkan aku menimbang-nimbang itu semua.













_______

Sepi banget huhu,lanjut ga nih?
Atau kurang seru ya? Aku ngerasa gitu wkwk 😂 maaf ya kalo kurang menarik dan ngebosenin,soalnya ini pertama kalinya aku publish ceritaku hehe

Big thanks buat yang udah mau baca ceritaku sampe sini💜💜💜

Oiya,aku juga punya work baru,judulnya Soundless hehe, cast-nya lucas,barangkali ada yang tertarik,monggo diliat dulu💛💛


One thingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang